Reina, seorang siswi yang meninggal karena menjadi korban buly dari teman temannya.
Di ujung nafasnya dia berdoa, memohon kepada Tuhan untuk memberikan dia kesempatan kedua, agar dia bisa membalas dendam pada orang orang yang telah berbuat jahat padanya.
Siapa sangka ternyata keinginan itu terkabul,
dan pembalasan pun di mulai.
Tetapi ternyata, membalas dendam tidak membuatnya merasa puas.
Tidak membuat hatinya merasa damai.
Lalu apa yang sebenarnya diinginkan oleh hatinya?
Ikuti kisahnya dalam
PEMBALASAN DI KEHIDUPAN KEDUA
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11
Hosh… hosh… hosh…!” Napas Starla mulai terengah-engah. Sorot mata penuh kemarahan itu memancar tajam ke arah Reina.
Bukan hanya marah, tapi dia juga malu di hadapan teman-temannya. Reina telah berani mempermalukannya.
“Kenapa…? Apa kau mulai menyerah… huh, tidak asik sama sekali!” Reina kembali memprovokasi Starla.
“Dasar jalang murahan…!” umpat Starla. Melihat sikap tenang Reina membuatnya semakin geram.
“Kenapa? Apa permainan ini hanya selesai begitu saja? Ayolah, ini sama sekali tidak seru. Baiklah, bagaimana kalau kali ini aku berbaik hati untuk tidak menghindar? Swear, aku janji untuk tidak akan menghindar lagi!” Reina menunjukkan dua jarinya dan mengejek Starla.
Starla menggeram. Giginya gemeletuk; dengan mengerahkan segala kekuatannya dia kembali menerjang ke arah Reina. “Awas kau, jalaaang…!” teriaknya.
Dugh… duash…!
“Aaaarrgghhtt…!” Tubuh Starla terpental.
“Starla…!”
“Starla…!”
“Starla…!”
Teriak teman-teman Starla bersamaan. Mereka benar-benar syok dengan apa yang mereka lihat.
Reina memang tidak menghindar, tetapi justru melakukan perlawanan. Starla sudah merasa hampir menang melihat Reina hanya diam berdiri, tapi ketika jarak keduanya hanya tinggal sejengkal saja, Reina menggerakkan kakinya menendang ke arah perut Starla dengan kekuatan penuh.
“Uhuk… uhuk…” Starla terlempar beberapa meter dan jatuh dengan posisi menelungkup mencium paving roof top sambil memegangi perutnya.
"Starla,,,!"
"Starla,,,!"
“Berhenti…!” Teriak Reina membuat teman-teman Starla yang hendak melakukan pertolongan menghentikan langkah mereka.
"Siapapun yang berani menolongnya, maka dia akan merasakan hal yang sama dengannya!" kecam Reina membuat mereka tak berani bergerak.
Mereka yang dulu terbiasa membully Reina, kini bergidik ngeri melihat perubahan yang terjadi pada Reina. Apakah benar itu masih Reina yang dulu? Kenapa berbeda sekali. Bukan hanya penampilan, tapi juga sikap dan keberaniannya. Bahkan melihat sorot matanya saja sudah membuat mereka tak berani bergerak.
Reina mendekati Starla yang masih tersungkur. Ditariknya rambut Starla hingga kepalanya terdongak ke atas.
“Ayo bangun!! Kenapa berhenti? Tidak ingin melanjutkan permainan lagi…?” Reina menyeringai.
“Lepas, brengsek…!!” Starla meringis memegangi tangan Reina yang masih memegangi rambutnya. Semakin dia memaki, semakin kencang Reina menarik rambutnya.
Dengan sebelah tangannya, Reina mencengkeram dagu Starla. “Apa ini sakit…?” Tanya Reina sok polos, tetapi tarikan tangannya semakin kencang, semakin ditarik ke atas hingga mau tak mau Starla ikut berdiri. Starla mencoba menggapai tangan Reina tapi tak bisa.
“Apa kau mulai lelah…?” Reina kembali menyeringai. "Mana kesombonganmu yang tadi? Kenapa malah seperti kerupuk tersiram air?" ejek Reina.
"Ahh, tidak. Kerupuk disiram air masih bisa dimakan oleh kaum sepertiku. Tapi, kau lebih buruk dari itu. Kau mirip tikus tercebur selokan. Ha ha ha ha...." Reina tertawa terbahak bahak.
"Kurang ajar." Starla memaki dengan susah payah karena lehernya yang terasa sakit akibat terdongak lama. "Dasar miskin tidak tahu aturan. Akhh..." Starla tak bisa melanjutkan makiannya, karena Reina memperkuat jambakannya.
"Wahh, ternyata Nona muda Adiguna masih memiliki taji, ya? Kalau begitu kenapa hanya diam. Ayo kita lanjutkan main-main nya."
Starla semakin meringis, mencoba menggapai tangan Reina, tapi tetap tak bisa melepaskan cengkeraman itu
“Kenapa tak juga bergerak? Apa kamu benar-benar lelah? Kalau begitu baiklah, sekarang giliranku!” Reina menggeram, lalu dilepasnya rambut Starla.
Starla memegangi lehernya, merasa lega dan bisa mengambil nafas. Merasa mendapat angin, dia segera berniat untuk membalas perbuatan Reina. Tapi sayang, belum sempat dia bergerak, Reina menarik bahunya memutar tubuhnya hingga mereka berhadapan, lalu…
Plakk…!
Plakk… plakkk… plakk…!!
“Aaakhh…!” Starla memekik keras tamparan bertubi-tubi yang dilakukan Reina membuatnya terhuyung lalu jatuh kembali tersungkur.
“Aaakhh…!” Starla kembali memekik merasakan kesakitan di kedua lututnya yang kembali membentur paving. Reina tidak berhenti begitu saja, dia mendekat kembali, menendang punggung Starla hingga jatuh tersungkur dengan posisi tengkurap.
"Dasar brengsek, kurang ajar." Starla memaki dengan suara tertahan. Tampak bibirnya meringis kesakitan.
"Ini belum seberapa, aku bahkan pernah kau buat mencium lantai toilet yang menjijikkan!" gumam Reina.
Mengingat masa lalu yang mengerikan tepat di hari kematiannya, membuat kemarahan Reina semakin meluap. Ia kembali menarik rambut Starla, dan kembali menginjak punggung Starla dengan sebelah kakinya.
“Wah… wah… lihat wajah primadona sekolah ini, benar-benar menakjubkan.” Ucap Reina sambil merogoh ponsel yang berada di sakunya—ponsel canggih yang dibeli menggunakan uang dari Sena.
“Bagaimana kalau kita selfie berdua…?” Cekrek… cekrek… cekrek… Beberapa foto sudah diambil, hanya wajah Starla, tanpa dirinya. “Kau sangat gemar mengunggah foto cantik bukan? Bagaimana kalau gambar ini kita unggah? Pasti follower-mu semakin berjuta-juta…?”
“Kurang ajar kau…!!” Maki Starla tertahan. Merasa sakit, ingin menyerah, tapi harga dirinya tak mengijinkannya. Dia tak mau dianggap kalah dari siswi miskin yang selama ini menjadi korban bullynya. Dia ingin membalas, tapi untuk bangkit saja tidak bisa, karena punggungnya diinjak oleh Reina.
“Eit… eit… eit…!” Jangan lagi berani memaki ku, Starla Adiguna! Atau kau akan mendapatkan lebih!” Reina mencengkeram erat wajah Starla, membuat gadis itu meringis kesakitan.
“Apa maumu…?” geram Starla. Dua tangannya terkepal di atas paving yang kasar.
“Wahhh, Nona Adiguna, Kau cukup cerdas rupanya." Reina tertawa keras. "Siapkan uang 50 juta, maka gambar-gambar ini hanya akan jadi rahasia kita!” ucap Reina sambil menghempaskan wajah Starla.
“Jangan harap…!” bentak Starla.
“Oh, yaa?" Reina kembali menarik rambutnya.
"Aaakhh…!” Starla kembali memekik kesakitan.
“Tidak masalah, tapi lihatlah berita besok pagi. Aku bukan orang yang sabar. Waktumu hanya sampai jam 10 malam ini, atau kau akan tahu apa yang bisa kulakukan!” Reina mencampakkan kepala Starla hingga kening hadis itu membentur kerasnya paving, lalu berdiri.
“Oke, guys… senang bermain-main dengan kalian!” Ucap Reina sambil menepuk-nepukkan tangannya seolah baru saja menyentuh barang kotor, lalu dia membalikkan badannya, kemudian berjalan untuk kembali ke kelas.
“Awas kau…!” teriak Starla, "Aku pasti akan membalasmu!" teriak Starla.
"Dan aku akan menunggumu dengan senang hati!" Reina hanya melambaikan tangannya tanpa menoleh.
Sekejap kemudian Reina seperti tersentak. Gadis itu memandangi dua telapak tangannya, lalu menoleh ke arah Starla yang sedang dibantu berdiri oleh teman-temannya. Kilasan perkelahian dengan Starla muncul di ingatannya.
"Apa benar itu tadi aku yang melakukannya?" gumam Reina. Seolah tak percaya dengan apa yang terjadi "Ah sudahlah. Dia memang pantas mendapatkannya." Reina mengangkat dua pundaknya.
Reina melanjutkan langkahnya, dia harus segera kembali ke kelas. Bel pelajaran dimulai telah berbunyi.
“Kau sudah puas bermain…?” Tanya sesosok yang tengah berdiri di tangga dan bersandar pada tembok, dengan kedua tangan tersimpan di saku celana—sosok yang tak lain adalah Baim.
Reina sedikit terkejut dengan keberadaan Baim di sana. Apakah baru saja Baim melihat apa yang dia lakukan pada Starla? Ahh, biarkan saja. Toh Baim bilang akan mendukung apa pun yang dia lakukan.
“Tak akan pernah puas…!” jawab Reina singkat, lalu melanjutkan langkah melewati Baim.
Baim mengangkat dua bahunya kemudian mengiringi langkah Reina.
***
"Kenapa kalian semua hanya diam??" Starla bangkit, lalu berdiri sambil berkacak pinggang di depan teman-temannya begitu Reina tak lagi ada di sana.
"Maaf, Starla. Tapi kami juga takut."
"Kalian semua tidak berguna!!" maki Starla. Sekejap kemudian dia meringis memegangi wajahnya yang penuh lebam. Dia tidak bisa masuk kelas dengan kondisi seperti ini. Ini terlalu memalukan.
baru komen setelah di bab ini✌️✌️. maaf ya kak Author
ini setting murid SMA kan? kalau di sebelah kuliah, apakah kaka author berkolaborasi dalam membuat cerita?
bagaimana ya kira² klo tahu reina ternyata justru anak kandungnya 🤔🫣