NovelToon NovelToon
YISHA : After Reincarnation

YISHA : After Reincarnation

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Romansa Fantasi / Cinta Seiring Waktu / Elf / Fantasi Wanita
Popularitas:912
Nilai: 5
Nama Author: Rin Arunika

Beberapa tahun lalu, Sora dikhianati oleh kekasih dan sahabatnya. Mengetahui hal itu, bukannya permintaan maaf yang Ia dapatkan, Sora justru menjadi korban kesalah pahaman hingga sebuah ‘kutukan’ dilontarkan kepadanya.

Mulanya Sora tak ambil pusing dengan sumpah serapah yang menurutnya salah sasaran itu. Hingga cukup lama setelahnya, Sora merasa lelah dengan perjalanan cintanya yang terus menemui kebuntuan. Hingga suatu hari, Sora memutuskan untuk ‘mengistirahatkan’ hatinya sejenak.

Tanpa diduga, pada momen itulah Sora justru menemukan alasan lain dibalik serangkaian kegagalan kisah cintanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rin Arunika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

#11

Entah sudah keberapa kali alarm pada ponsel Sora kembali berbunyi. Namun, kedua kelopak matanya masih terasa berat untuk menyambut pagi.

Dengan susah payah, Sora mematikan alarm itu walau kedua matanya masih terpejam. Setelah ponselnya tak lagi berbunyi, ketenangan yang kembali mengisi ruangan kamarnya itu seolah mengajak Sora untuk kembali terlelap.

Tiba-tiba saja terlintas dalam ingatan Sora tentang percakapannya dengan Frank melalui sambungan telpon dihari kemarin.

“Lah iya! Hari ini gua ada rapat pagi!” Sora terperanjat dari tidurnya dan buru-buru menghambur ke kamar mandi.

Tak sampai sepuluh menit, Sora telah keluar dari kamar mandi berbalut handuk kimono. Untung saja keberadaan water heater mampu menyelamatkan Sora dari dinginnya air dan udara pada pagi itu.

Setelah itu, Sora mengebut persiapannya untuk pergi ke kantornya mengingat pekerjaan yang telah terjadwal untuknya.

Bersama Pearl, Sora kembali melintasi jalanan Kota Jakarta yang nyaris tak pernah sepi itu. Saking buru-burunya Sora saat itu, Ia bahkan mengemudikan Pearl dengan kecepatan yang cukup tinggi. Dalam hatinya Sora merasa dirinya sudah seperti pembalap F1, padahal Ia hanya mengebut dengan keberuntungan.

Sampai di halaman kantornya, Sora setengah berlari memasuki lobi kemudian berjalan cepat ke arah lift. Karena tempat kerjanya yang berada di lantai tujuh, lift adalah pilihan paling efektif dan efisien meskipun harus menunggu selama beberapa menit. Sebab hal itu jelas lebih baik dari pada harus menaiki anak tangga.

Lift itu akhirnya terbuka setelah beberapa menit Sora menunggu sambil kewalahan mengatur nafasnya. Pikirannya sudah melayang menuju tempatnya bekerja ketika tubuhnya masih berdiri di dalam lift.

Dan segera setelah lift terbuka di lantai tujuh, Sora melangkah dengan cepat memasuki ruangannya yang untungnya hanya beberapa meter saja dari lift.

Di ruangannya, telah hadir tiga orang timnya yang tampaknya mereka juga belum lama tiba di tempat itu.

“Pagi semua…” Meski terburu-buru, Sora masih menyempatkan diri menyapa mereka dengan memasang tampang yang ramah.

“Pagi…” sapaan Sora mendapat balasan dari ketiga orang itu.

Sora kini terduduk di belakang sebuah meja yang posisinya terpisah beberapa meter saja dari ketiga orang itu. Sebagai manajer, sudah sangat biasa jika memiliki area kerja yang terpisah dengan timnya yang lain. Sama halnya dengan Sora.

Tidak mudah bagi Sora untuk bisa menduduki jabatan manajer keuangan seperti sekarang ini. Selain dihadapkan dengan sejumlah kandidat yang menunjukkan ketatnya persaingan, Sora juga sempat lama sekali menimbang untuk mengejar posisi itu karena kekhawatirannya tentang tanggung jawab yang akan dipikulnya kelak.

Namun setelah menjabat selama sekitar dua tahun lamanya, Sora akhirnya mulai terbiasa dengan posisinya sekarang. Semua kekhawatiran yang dulu muncul dalam kepalanya kini perlahan menghilang.

Seperti sekarang ini. Sora dihadapkan dengan sebuah rapat penting yang mengharuskannya untuk bekerja lebih awal. Namun itu tak menjadi masalah berarti bagi Sora. Tanpa banyak bicara, Sora terus mengoperasikan komputer di hadapannya hingga akhirnya printer yang berada di sudut ruangan mengeluarkan cukup banyak kertas berisi data yang telah Sora kerjakan.

Satu buah diska lepas juga dimasukkannya ke dalam kantung saku kemejanya.

Sejumlah kertas itu Sora bagi lagi menjadi beberapa kelompok dan kini segurat senyum halus tersungging di sudut bibirnya.

“Beres juga… Gua udah deg-degan takut gak keburu.” Sora berbicara sendiri sambil membawa tumpukan kertas itu

“Guys, gua ke ruangan meeting dulu ya, bye…” Sora meninggalkan ruangan itu setelah berpamitan dengan beberapa orang timnya yang berada di sana

Tampaknya, kehadiran Sora telah sangat ditunggu oleh Frank yang saat itu mengenakan kemeja berwarna kuning terang. Terbukti ketika Sora baru saja menutup pintu, pria itu buru-buru menghampiri Sora.

“Mana sini, bagi,” kata Frank tidak sabar.

Sora jelas memahami ucapan singkat pria di hadapannya itu karena Frank menadahkan tangannya tepat di depan dokumen yang masih berada dalam dekapan Sora.

Lalu tanpa mengatakan apapun, Sora dengan yakin memberikan seluruh tumpukan dokumen itu pada Frank.

“Ya elah, satu aja sih,” meski berkata demikian, kedua tangan Frank tetap terbuka menerima dokumen yang Sora berikan.

“Ehehe…” Sora tersenyum simpul, “berat, Pak” kata Sora.

Tanpa menjawab ucapan Sora, Frank lalu meletakkan tumpukan kertas itu di atas meja dan mengambil satu set dokumen untuk Ia pelajari.

“Hmm… Ini seriusan vendor baru buat proyek Apartemen Orion?” Tanya Frank sambil terus membaca dokumen di tangannya.

“Ya itu disitunya, kan ada,” jawab Sora sambil mengoperasikan laptop di hadapannya.

“Ya iya sih, emang udah ditulis di sini. Gua gak nyangka aja perusahaan kita bisa kerja sama ama mereka. Udah berapa kali penawaran gak pernah ada yang lolos,” balas Frank. Kali ini dokumen itu Ia simpan pada meja dan pria itu menatap layar proyektor.

“Iya juga ya? Tapi ya udah sih, berarti proyek ini emang lagi hoki,” jawab Sora santai, “ngomong-ngomong, PT Astra Fortuna ini tuh yang katanya masih sodaraan sama Bu Yasmin bukan, sih?”

“Iya. Katanya ownernya tuh sodaranya Bu Yasmin. Kenapa Bu Yasmin gak kerja di perusahaan itu aja ya?” Sepertinya Frank berniat memperpanjang obrolannya.

Sora lalu menghentikan kegiatannya mengoperasikan laptop dan kini lengan kirinya digunakan untuk menopang kepalanya.

“Iya ya? Saya kalo jadi Bu Yasmin udah kepikiran jadi komisaris aja kayaknya…” Pikiran Sora melayang.

Mendengar ucapan Sora, Frank kini ikut-ikutan menopang kepalanya bertumpu pada meja. Pikiran kedua orang itu tampaknya sama-sama tengah melayang memikirkan sesuatu hal yang jauh dari kenyataan yang terjadi.

“Tapi lu mah enak, bokap nyokap lu kaya,” ceplos Frank.

Pria yang saat ini usianya berada di penghujung tiga puluhan itu tampak sangat akrab dengan Sora. Sejak Sora memperoleh jabatan sebagai manajer, hubungan Sora memang menjadi lebih baik dengan orang-orang di perusahaan itu. Termasuk dengan Frank.

Frank--memegang jabatan Direktur Keuangan--yang dulu bersikap sangat kaku kini sudah seperti seorang kakak yang tingkahnya tak berbeda jauh dengan Sora.

“Tapi saya gak punya sodara konglomerat kayak Bu Yasmin,” Sora membalas ucapan Frank dengan raut wajah menjadi cemberut, “mang ngapa sih kita malah ngayal gak jelas-”

Belum selesai Sora mengucapkan perkataannya, suara pintu yang diketuk itu keburu menghentikannya.

“Eh? Udah pada dateng kah?” Frank terperanjat dan tampak merapikan kemejanya yang sebenarnya masih terlihat rapi, “Ra, bukain pintunya,” sambung Frank.

“Iya Pak,” jawab Sora seraya berjalan menuju pintu.

Setelah pintu itu terbuka, Sora mendapati dua orang wanita yang sudah sangat dikenalnya telah berdiri persis di depan pintu.

“Pagi Bu Dewi, Bu Friska…” Sora menyapa kedua wanita yang memiliki jabatan lebih tinggi darinya itu.

“Pagi Sora…” jawab kedua wanita itu berbarengan.

“Materi meeting udah siap, kan?” Dewi menambahkan pertanyaan sambil membenarkan kacamatanya yang sedikit turun.

Kedua wanita yang jelas berumur lebih tua dari Sora itu lalu melangkah memasuki ruangan sambil terus berbincang dengan Sora.

“Iya Bu. Materinya sudah disiapkan,” balas Sora ramah.

“Oiya, nanti CEO Astra Fortuna juga katanya mau dateng,” Kata Friska memperpanjang perbincangan.

“Hm? CEO-nya? Seriusan?” Sora belum mempercayai apa baru saja yang Ia dengar.

“Iya. Yang ogut denger sih gitu. Si Yasmin tadi bilang katanya mereka mau ikut meeting,” jelas Friska.

“Ini tuh yang sodaranya Bu Yasmin CEO-nya apa ownernya sih?” Frank ikut-ikutan bergabung dan memperpanjang obrolan itu.

“Pertamanya ownernya. Cuma kebetulan CEO-nya tuh cucu si Owner. Jadi mereka semua emang sodaranya Yasmin,” jelas Friska sambil menyilangkan tangan di dada.

“Wah… Keren amat ya…” Sora merasa kagum dengan apa yang Friska katakan.

“Baru tau?” tanya Dewi.

“Iya… Yang saya tau tuh cuman sodaranya Bu Yasmin orang penting di Astra, gak nyangka sepenting itu” Sora terkekeh menertawakan ketidaktahuannya.

“Ya ampun… Kurang kepo sih lu jadi orang,” sahut Frank.

Kemudian, mereka kembali mendengar suara pintu yang diketuk oleh seseorang di luar sana, artinya peserta rapat yang memang kehadirannya tengah mereka tunggu akhirnya tiba.

“Frank… Bukain deh.” ucap Dewi.

Saat itu Sora baru saja akan berbalik dengan niat kembali membukakan pintu. Namun karena ucapan Dewi barusan, Sora tentu urung melanjutkan niat baiknya. Ia memilih duduk pada sebuah kursi yang telah terbaris rapi mengelilingi meja yang ukurannya cukup panjang.

Sementara itu, tanpa menjawab ucapan Dewi, Frank segera berjalan menuju pintu sambil kembali merapikan kemejanya yang saat itu masih terlihat rapi.

Tak lama setelah pintu itu terbuka, Frank menyapa empat orang pria dengan setelan rapi yang entah kenapa aura jutawan suksesnya begitu terpancar.

“Hallo!”

“Siang”

Beberapa dari keempat pria itu ada yang bersuara menyapa Frank dan ada yang hanya sekadar menampilkan sebuah senyum lebar.

“Silakan duduk, Pak” di dalam ruangan itu, Friska, Dewi, dan Sora menyambut para pria rapi itu dengan ramah.

Sejumlah orang di ruangan itu telah duduk pada tempat yang disediakan.

“Eum, tunggu Pak Raynard dulu ya. Infonya beliau udah deket, tapi kejebak macet.” Ucap salah seorang pria pada sejumlah orang yang berada di sana.

Sepertinya, orang-orang yang berada di ruangan itu tampak menerima apa yang pria tadi ucapkan. Mereka lalu terlihat sibuk dengan urusannya masing-masing tanpa meributkan kendala yang terjadi.

1
Anononin
Mulutnya diam, tapi hatinya mikir keras, wkwkwkwkkk /Hey/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!