"Ahh indah sekali ciptaan mu tuhan, bahkan selain senja, suara deburan ombak saja membuat hatiku tenang."-
"Hmm mulai sekarang aku juga suka ombak."-
"Benarkah? apa karena ombak juga menenangkan mu? "-
"Tidak juga, karena aku suka apa yang kamu suka saja."-
"Kalau begitu, Aku akan suka semua yang kamu suka deh, kamu suka apa?"-
"Aku suka kamu."-
"Ohh kalau begitu aku akan menyukai diriku sendiri."-
"Dasar nih cowo gak peka-peka."-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amari Antares, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Misi berjalan sempurna.
"Tidurin di kamar gue aja iya..." saat sedang menggendong Dhilan, ada ide jahil yang muncul di benak Delvin.
Iya pun tidak jadi menuju kamar adiknya, tapi menuju kamarnya. Perlahan ia membuka pintu menggunakan siku tangan.
"Tidur yang nyenyak, nanti kita tidur bareng 🤣🤣" ujar Delvin sambil cekikikan. Ia pun keluar dan segera menutup pintu pelan.
Deg!
Deg!
Deg!
"Gak lanjut nonton Pah?" tanya Delvin ketika berpapasan dengan Kinaan yang hendak menuju lantai atas.
"Udah selesai pertandingannya, Papah mau tidur aja udah ngantuk, sebaiknya kamu juga tidur." jawab Kinaan sambil menaiki anak tangga.
"Iya Pah, selamat tidur." Delvin pun berjalan menuju ruang TV dan melanjutkan nontonnya, ia berniat menonton film horor.
"😬Ahhh haha..." ketawa sendiri merasa takut sendiri, itu lah Delvin ketika ia menonton horor. 'Anjir, lah kenapa sih Jum scare selalu datang tidak tepat.' gerutunya ketika ia menutup mata hantunya gak muncul, ketika gak tutup mata seketika muncul emang aneh.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Wah... keren banget!" ucap Meina dengan mata berbinar penuh kekaguman.
Yang lain pun seperti terhipnotis oleh keindahan malam ini.
Petasan nya cukup lama bercahaya, ada 13 menit baru menghilang dari langit.
"Eh Shey, Givan foto." Meina pun mengangkat kamera menghadap mereka bertiga. "Satu dua tiga, ayo lagi."
Mereka berfoto dengan beberapa gaya, Givan hanya tersenyum saja tidak mengikuti gaya para cewek di depannya.
"Eh Givan, saranghaeyo tanganya dong kaya kita." Sheyna mulai jengah dengan gaya Givan yang gitu-gitu aja seperti 👍👍
Givan membuang nafas panjang-panjang, dan dengan terpaksa mengikuti gaya mereka berdua. "Dasar cewe" gerutunya.
"Bagus-bagus nih fotonya." Sheyna mulai melihat-lihat hasil jepretan foto mereka tadi, dan tanpa sadar ia melihat foto lelaki yang tidak ia kenal. "Ema, saha ieu??"
Meina pun menoleh dan melihat foto tersebut. "Duh gue juga kagak tahu." jawabnya sambil merogoh saku hoodie.
"Gimana sih lo." Sheyna pun menghapus foto-foto tersebut, entah apa yang di pikirkan sahabatnya ini yang malah memfoto orang yang tidak di kenal.
"Duduk yuk." ajak Meina sambil membuka bungkus permen. "ayo Giv, jangan ngelamar."
"Ngelamun kali." sambung Sheyna.
Mereka bertiga pun berjalan ke belakang, mencari tempat duduk yang nyaman.
"Mau ke mana lagi ya kita." gumam Sheyna.
"Jajan lagi." timpal Givan.
"Jajan terus otak lo, gak ada yang lain apa?" balas Meina.
"Ada. Salat, ngaji, belajar, sekolah, tidur, makan, dan main game." sahut Givan.
"Karepmu lah Van..."
Mereka pun memutuskan untuk pulang, karena sudah mulai larut malam.
Meina juga tidak ingin di marahi oleh Mamah maupun Papahnya apalagi ada bang Vin di rumah, auto kena omel seharian.
Saat sedang berjalan menuju tempat parkir di mana motor mereka berada, Meina merasa ada sesuatu yang mengintai nya dari jauh.
"Eh Ema, kenapa? " tanya Givan ketika melihat wajah Meina yang nampak waspada menelisik kanan kiri.
"Gak ada apa-apa." jawab Meina setenang mungkin.
BRUM
BRUM
BRUM
"Dahh"
Mereka bertiga pun berpencar berbeda arah. Meina melajukan motornya pelan, memastikan teman-temannya sudah pergi duluan.
Ia menepikan motor di dekat pohon, dan benar saja, orang yang terus mengintai nya pun keluar.
"Bagus lah kalau kau keluar, gua malas bertele-tele." ucap Meina
Perkelahian kecil pun tak terelakkan. Meina langsung mengeluarkan pisau kecil dari balik kunci motornya.
Dari segi postur tubuh memang besar penguntit itu, tapi untuk kecepatan dan ketepatan dalam berkelahi tentu saja di menang kan oleh Meina.
"Siapa yang menyuruhmu." Meina menekan pisau itu tepat di leher. Tapi lelaki itu sama sekali tak menggubris.
Karena tak mau membuang-buang waktu, Meina pun langsung membunuh orang tersebut di tempat.
DRTTT
"Hallo"
"Bereskan jasad yang berada di jalan fikech sekarang juga."
"Baik."
Meina langsung menyalakan mesin motornya, sebelum itu ia sempat menggeledah pakaian pria itu, namun tidak ada barang bukti sama sekali, handphone pun tidak ada.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Pergi sana!" bentak Samy (Lastri)
Lelaki itu pun pergi tampa berniat membuat kegaduhan.
"Janari, samperin Samy." bisik Akara.
Janari mengangguk dan langsung berjalan ke arah Samy.
"Hihiii, kena goda om-om ya..." ledek Janari pada Samy.
"Cod."
Alvin yang sudah berpakaian seperti pelayan pun masuk ke dalam dapur, melalui pintu belakang.
"Hey kamu!"
Seorang koki mencegatnya, perasaan Alvin campur aduk takut ketahuan, tapi ia harus bersikap profesional.
"Ya, ada yang bisa saya bantu?"
"Bawa kan minuman ini ke ruangan."
"Ruangan mana?" Alvin langsung terke siap, ia seharusnya merasa tahu ruangan apa itu.
"Apa kau tidak tahu ruangan apa yang aku maksud?"
"Maaf, saya tahu."
"Jangan sampai salah."
Alvin pun dengan hati-hati langsung berjalan keluar dari dapur dengan membawa 2 gelas anggur merah.
Sebelum sampai ke ruangan yang di maksud, Alvin mengambil bom asap dari balik kantong nya untuk berjaga-jaga.
Samy langsung bangkit dari duduknya, ia berjalan anggun menuju kamar mandi.
Ia langsung mempersiapkan senjata di balik bajunya, dan merapihkan penampilan nya agar tidak ketahuan.
"Jangan lama-lama Sam." suara Akara dari Earpiece.
"Ya."
Samy langsung keluar, dan berdiri tepat di titik buta. Pengawas CCTV pun tidak mencurigai nya sama sekali.
Di samping itu, Alvin melewatinya sambil membawa 2 gelas, ia melempar sebuah penyetrum listrik pada Samy.
Begitupun Samy, ia melempar sebuah flashdisk kecil pada Alvin.
"Goodluck." Samy tersenyum miring.
Di sisi lain, Janari sekarang berada di ruang panel kontrol listrik. Hawa dingin menusuk tulang punggung Janari.
Bau logam dan debu memenuhi hidungnya saat ia merangkak di balik panel listrik yang berderit.
Giginya mengerat menahan senter yang dijepit di antara bibirnya, cahaya redupnya menerangi kabel-kabel kusut bak ular-ular berbisa.
Suara Lastri dari earpiece terdengar samar, tertekan oleh deru mesin pendingin di dekatnya. "Putus kabel hijau, Janari! Cepat!"
Keringat dingin membasahi dahinya. Jari-jarinya gemetar saat ia mencari kabel hijau di antara lautan kabel berwarna-warni.
Detak jantungnya berpacu kencang, beradu dengan dentuman musik yang samar-samar terdengar dari balik pintu bar.
Ia menemukannya, kabel hijau yang tebal dan mengkilat. Dengan satu tarikan kuat, ia memutus aliran listrik.
Semua listrik mati, begitu pun CCTV di sana. "Cepat Guyyss, waktu kita cuma 2 menit." ujar Janari lewat Earpiece.
Di dalam bar, Akara berdiri tegak, tubuhnya menegang. Kegelapan bukan penghalang baginya.
Ia dan yang lain juga dilengkapi kacamata penglihatan malam, bergerak serempak.
Akara langsung menyerang, di ikuti Samy dari belakang.
Mereka berdua berjalan menuju lantai atas, ibarat dua serigala lapar di tengah kawanan domba yang bingung.
Anak buah David tampak kebingungan, senjata mereka tak berguna dalam kegelapan total.
Dengan cepat dan tepat, Akara dan Samy menjatuhkan satu per satu anak buah David.
Suara benturan tubuh dan desisan kesakitan menggema di dalam kegelapan.
Bau darah segar mulai memenuhi udara. Mereka bergerak selaras, saling melindungi dan melengkapi, seperti dua bayangan yang menari dalam kegelapan.
Para pengunjung di dalam bar pun merasa ketakutan, tapi para pelayan mencoba menenangkan.
"Tenang, kami akan memeriksanya, sebentar lagi akan menyala."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Kau seharusnya malu." ucap Farhan.
"Siapa kau sebenar, apa yang terjadi."
"Kami adalah, hal yang akan membuat hidupmu menderita."
CEKLEK
Tak lama Alvin masuk ke dalam. Ia langsung menyalakan senter kecil dan menyorot kannya pada wajah David.
"Hih kerja bagus."
"APA YANG KALIAN LAKUKAN TUNGGU, TUNGGU, AAAA!!!!"
Alvin dan Farhan langsung melumpuhkan David dengan menyuntikkan obat.
Lampu bar menyala kembali, menerangi ruangan yang kini sunyi senyap, kecuali deru AC dan detak jantung Janari yang masih berdebar kencang.
Ia keluar dari balik panel listrik, pura-pura memeriksa instalasi, wajahnya datar, seakan tak terjadi apa-apa. Tidak ada yang menyadari ketegangan yang baru saja ia lalui.
Di dalam bar, Samy, dengan penyamarannya yang sempurna, sudah siap. Ia berbisik kepada Akara, "Ayo." Mereka berdua menuju jendela besar di ujung ruangan, menghindari pandangan para pengunjung yang masih tercengang dengan pemadaman listrik mendadak.
Dengan gerakan lincah, mereka melompat keluar, menghilang ke dalam kegelapan malam.
Di dalam ruangan penyimpanan minuman, bayangan-bayangan anak buah David tergeletak tak berdaya.
Farhan dan Alvin, dengan cekatan, menggotong tubuh David yang tak sadarkan diri melewati pintu belakang yang jarang digunakan, jauh dari pintu dapur.
Di luar, sebuah mobil sedan hitam sudah menunggu. Alvin, dengan sigap, mencopot logo taksi dan atribut lainnya dari atas mobil. Mobil itu kini tampak seperti mobil pribadi biasa.
Farhan melemparkan tubuh David ke jok belakang. Alvin langsung menyalakan mesin, mobil melesat meninggalkan tempat kejadian. Tidak ada jejak yang tersisa, kecuali aroma samar darah yang akan segera hilang terbawa angin malam.
Di dalam mobil, suasana tegang. Farhan menyeka keringat di dahinya. "Bersih gak Sam?" tanyanya kepada Samy melalui Earpiece.
Samy menjawab melalui earpiece juga, "Bersih. Tidak ada yang tersisa, Kita aman."
"Bukti-bukti lainnya?" tanya Farhan lagi, matanya tajam.
"Sudah aman. Semua sudah tersimpan di tempat yang aman. Informasi tentang jaringan David, daftar nama, lokasi, semuanya lengkap," jawab Samy melalui earpiece. "Aku sudah memberikan sebuah flashdisk kecil kepada Alvin."
Farhan mengecek flashdisk itu. "Bagus. Misi kali ini sempurna. Tidak ada jejak yang tersisa. David sudah di tangan kita. Kita bisa mulai mengungkap jaringan kriminalnya lebih dalam. Kita punya banyak waktu untuk menghancurkan bisnis haramnya."
"Sekarang, kita perlu menghubungi Lastri. Dia pasti sudah menunggu laporan." Akara mengaktifkan earpiece-nya, "Lastri, laporkan misi selesai. Semua target tercapai." Suara Lastri terdengar samar dari earpiece, "Terima kasih, tim. Selamat kembali."
Sementara itu, Janari dan Samy, serta Akara, melajukan motor mereka dengan kecepatan tinggi menuju markas rahasia.
Farhan dan Alvin menyusul di belakang mereka dengan mobil. Suara mesin motor dan mobil beradu dengan deru angin malam, menciptakan simfoni kecepatan dan ketegangan.
-
-
-
Jangan lupa like dan kritikannya Guyyss💙💙 🤟