NovelToon NovelToon
THE SECRETARY SCANDAL

THE SECRETARY SCANDAL

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Playboy / Obsesi / Kehidupan di Kantor / Romansa / Fantasi Wanita
Popularitas:35.4k
Nilai: 5
Nama Author: NonaLebah

Dia mendengar kalimat yang menghancurkan hatinya dari balik pintu:
"Dia cuma teman tidur, jangan dibawa serius."

Selama tiga tahun, Karmel Agata percaya cintanya pada Renzi Jayawardhana – bosnya yang jenius dan playboy – adalah kisah nyata. Sampai suatu hari, kebenaran pahit terungkap. Bukan sekadar dikhianati, dia ternyata hanya salah satu dari koleksi wanita Renzi.

Dengan kecerdasan dan dendam membara, Karmel merancang kepergian sempurna.

Tapi Renzi bukan pria yang rela kehilangan.
Ketika Karmel kembali sebagai wanita karir sukses di perusahaan rival, Renzi bersumpah merebutnya kembali. Dengan uang, kekuasaan, dan rahasia-rahasia kelam yang ia simpan, Renzi siap menghancurkan semua yang Karmel bangun.

Sebuah pertarungan mematikan dimulai.
Di papan catur bisnis dan hati, siapa yang akan menang? Mantan sekretaris yang cerdas dan penuh dendam, atau bos jenius yang tak kenal kata "tidak"?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NonaLebah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 35

Senin siang di lantai eksekutif JMG Tower sunyi, hanya diisi oleh bunyi keyboard yang samar dan suara AC sentral. Renzi, dengan setelan jas biru batu yang sempurna, berdiri di ambang pintu terbuka ruangan Karmel. Ruang kerjanya—sengaja ditempatkan satu lantai dengan Renzi untuk ‘efisiensi’—cerminan dirinya: teratur, cerdas, dengan sentuhan personal berupa tanaman hias kecil dan foto keluarganya di meja.

“Mau makan siang bareng?” tawar Renzi, suaranya datar namun mengandung sebuah tuntutan yang halus.

Karmel, tanpa mengangkat pandangan dari layar laptop MacBook-nya yang penuh dengan spreadsheet, menjawab singkat. “Nggak.”

Renzi tidak bergeming. Dia melangkah masuk, membiarkan aroma parfum woody-nya memenuhi ruangan. “Aku udah pesan meja di restoran favorit kamu.” Restoran Korea itu, dia tahu Karmel sangat menyukainya. Ini adalah strategi, menunjukkan bahwa dia mengingat detail tentangnya.

“Aku sibuk,” balas Karmel, jemarinya masih menari di atas keyboard, fokusnya tak tergoyahkan. Dia berusaha keras mempertahankan benteng profesionalismenya.

Tapi Renzi adalah ahli dalam melanggar batas. Dengan dua langkah panjang, dia sudah berada di depan meja Karmel. Tanpa permisi, tanpa ragu, tangannya yang besar dengan gerakan tegas menutup laptop Karmel hingga berbunyi klik. Layar yang penuh data pun menghitam.

“Renzi!” Karmel melotot, kepala mendongak. Mata hijau hazelnya menyala bagai batu zamrud yang tersulut. “Kamu nggak denger aku bilang aku sibuk?!”

Renzi menatapnya, ekspresinya dingin dan tak terbaca. “Nggak,” jawabnya singkat, acuh tak acuh. Baginya, prioritasnya adalah hal yang dia tentukan, dan saat ini prioritasnya adalah Karmel.

Karmel menarik napas dalam, berusaha menahan letupan amarah. Dia tahu berdebat dengan Renzi soal ini sia-sia. Pikirannya yang cerdas bekerja cepat. Jika dia tidak bisa menang dengan penolakan, dia akan menang dengan pembalasan.

“Oke…” akhirnya dia berdiri, dengan gerakan anggun namun tegas. Gaun kerja sheath dress warna kremnya melorot sempurna di tubuhnya. “Tapi habis itu, aku mau belanja.” Matanya menantang, menatap langsung mata Renzi yang hitam. “Kamu tau kan, aku kalau udah belanja gimana.” Senyum kecil yang sinis muncul di bibirnya. Dia tahu reputasinya sebagai ‘shopaholic’ yang bisa membuat dompet siapa pun menangis.

Renzi tak tampak gentar. Hanya alisnya yang naik sepersekian milimeter. “Nggak masalah,” ujarnya santai, seperti membicarakan cuaca. Bagi kekayaannya, toko-toko di distrik bisnis itu hanyalah mainan.

Mereka pun meninggalkan kantor berdua. Di depan sekretarisnya, Pita, Renzi berhenti sejenak. “Saya akan kembali ke kantor tiga jam lagi,” ujarnya, suara penuh otoritas. “Pastikan dalam tiga jam ke depan tidak ada hal penting apa pun yang mengganggu saya… dan Karmel.” Perintah itu jelas: blokir semua akses.

Pita, yang sudah terlatih, hanya mengangguk patuh. “Siap, Pak Renzi.”

Sebelum pergi, Renzi menoleh ke asisten pribadinya yang lain, Fano, yang berdiri di dekat pintu. “Fano, pastikan kamu cek kembali semua pekerjaan Pita sebelum serahkan pada saya.” Instruksi itu bukan sekadar soal ketelitian; itu adalah sistem pengawasan yang dia bangun—semua orang diawasi, semua laporan dicek ulang. Tidak ada yang luput dari kendalinya.

 

Restoran Korea kelas atas itu penuh dengan aroma daging panggang dan kimchi. Meja mereka di sudut yang privat. Karmel, masih dengan amarah yang membara, mengambil menu dan dengan sengaja memilih set-menu termahal—Wagyu Beef Supreme Set—dan memesannya untuk dua orang, lalu menambahkan beberapa porsi premium side dish dan soju mahal.

“Kamu yakin bisa ngabisin semua ini?” tanya Renzi, matanya menyapu piring-piring yang mulai memenuhi meja. Bukan soal harga, tapi logika.

Karmel menyendok sesuap kimchi, menyantapnya dengan elegan. “Kalau aku udah kenyang, ya kamu yang harus habisin,” ujarnya santai, sebuah senjata psikologis. Dia tahu Renzi sangat menjaga bentuk tubuh dan pola makannya.

“Kamu mau bikin aku gendut?” tebak Renzi, sedikit tersenyum. Dia menikmati permainan ini, tantangan ini.

“Semacam itu lah,” jawab Karmel, tak menyangkal, matanya berbinar dengan kemenangan kecil.

Renzi mengangguk, lalu mengambil sepotong daging wagyu dengan sumpitnya, memasukkannya ke mulut dengan tenang. “Aku suka nge-gym, kalau kamu lupa.” Tubuhnya yang atletis adalah hasil disiplin besi, dan dia takkan membiarkan makanan merusaknya.

“Kalau gitu, abisin semua ini ya, Pak,” balas Karmel dengan sarkasme halus, menunjuk tumpukan makanan di meja. Dia menyilangkan kakinya di bawah meja, posture-nya santai namun penuh dengan perlawanan.

Renzi hanya menyunggingkan bibirnya, senyum tipis yang penuh arti. Dia melihat melalui tantangan kecil ini. Dia tahu ini bukan soal makanan. Ini adalah peperangan kecil, di mana Karmel mencoba mengambil kembali sedikit kendali yang telah direnggut darinya. Dan Renzi, dengan tenangnya, membiarkannya merasa menang untuk sementara waktu. Karena dalam strategi besarnya, kemenangan kecil Karmel hari ini hanya akan membuatnya lebih puas saat dia pada akhirnya meraih kembali semua yang dia inginkan—termasuk Karmel itu sendiri, dengan segala perlawanan dan kecerdasannya.

***

Perjalanan dari restoran ke pusat perbelanjaan mewah hanya beberapa menit, namun bagi Renzi, itu seperti perjalanan penyiksaan. Setiap langkahnya terasa berat, perutnya yang biasanya rata dan terkendali kini terasa kembung, penuh, dan bergolak dengan ancaman pemberontakan. Sensasi mual naik turun seperti ombak, mengikuti gerakan mobil dan langkah kakinya. Dia berusaha menjaga ekspresinya tetap datar, tetapi garis di antara alisnya sedikit berkerut, dan napasnya lebih dalam dari biasanya.

Karmel, di sisi lain, berjalan dengan langkah ringan dan riang. Senyum kecil, hampir seperti kucing yang puas, tak pernah lepas dari bibirnya. Setiap kali dia melirik Renzi yang berusaha tampak normal, kepuasannya bertambah. Ini adalah kemenangan kecil, sangat kecil, tetapi setelah sekian lama dirundung, rasanya manis sekali.

Mereka memasuki mall mewah yang merupakan habitat alami Renzi, tetapi hari ini terasa seperti medan perang yang berbeda. Karmel langsung menuju butik-butik high-end dengan presisi seorang jenderal. Dia memasuki toko tas, mencoba tiga model berbeda dengan santai, lalu dengan elegan berkata, "Saya ambil semuanya, warna yang ini, dan itu." Sales yang mengenalinya—atau lebih tepatnya mengenal Renzi di belakangnya—langsung mengangguk antusias.

Renzi hanya berdiri di dekat pintu masuk butik, tangan di saku, wajahnya pucat sedikit. Dia tidak melihat tas-tas itu. Matanya tertuju pada pola lantai marmer, berkonsentrasi menahan gelombang mual yang datang setiap kali dia bergerak. Saat Karmel mengulurkan kartu kreditnya sendiri, dengan gerakan cepat Renzi sudah menggeser tangan itu dan menyerahkan kartu black metal-nya yang dingin pada sales. Tap. Transaksi selesai tanpa sepatah kata.

Adegan itu berulang di toko sepatu, di mana Karmel mencoba lima pasang heels dengan berbagai warna. Di toko pakaian, dia masuk ke dalam ruang ganti berulang kali, keluar dengan gaun-gaun yang semakin memamerkan lekuk tubuhnya, seolah menantang Renzi untuk berkomentar. Tapi Renzi diam saja. Dia hanya mengangguk pada sales, lalu menggesek kartunya lagi. Tap. Tap. Tap. Suara mesin EDC itu seperti soundtrack yang monoton bagi penderitaannya.

Setelah toko keenam, Renzi benar-benar tak sanggup lagi. Saat Karmel asyik memilih scarf di sebuah boutique, dia perlahan mundur dan duduk di bangku empuk di area lounge mall. Tubuhnya yang biasanya tegak sekarang sedikit membungkuk, siku menempel di paha, tangan menopang dahinya yang mulai berkeringat dingin. Wajahnya yang tegas dan maskulin kini terlihat agak hijau pucat. Dia menutup mata, berusaha mengatur napas, mengutuk diri sendiri karena membiarkan Karmel menjebaknya dengan makanan.

Karmel, dari dalam toko, melihatnya. Sebuah kepuasan yang lebih dalam menyelinap di hatinya. Tapi ada juga sesuatu yang lain—sedikit rasa bersalah? Dia cepat-cepat menghalau perasaan itu. Ini balas dendam untuk semua manipulasi dan rasa sakitnya.

Setelah puas—atau lebih tepatnya, setelah melihat Renzi yang tampak benar-benar menderita—Karmel akhirnya mendekatinya dengan segunung tas belanja di tangan sales yang mengikuti di belakangnya.

"Yuk, pulang," ujarnya, suaranya ringan dan penuh kepuasan.

Renzi mengangguk pelan, bangkit dengan usaha. Dia mengambil semua tas belanja itu dari tangan sales—tas-tas besar dari butik terkenal yang memberatkan tangannya. Mereka berjalan menuju pintu keluar parkiran, langkah Renzi jauh lebih lambat dan tertatih.

Tiba-tiba, di tengah koridor mall yang sepi, wajah Renzi berubah. Rahangnya mengeras, matanya membelalak sebentar. Dia dengan kasar menjejalkan semua tas belanja itu ke tangan Karmel yang terkejut.

"Mel, pegang ini sebentar," perintahnya, suaranya tegang dan parau, hampir seperti desisan.

Sebelum Karmel bisa protes, Renzi sudah berbalik dan berjalan—hampir berlari kecil—menuju tanda panah toilet pria. Dia mendorong pintunya dan menghilang.

Karmel berdiri kaku di koridor megah, dikelilingi oleh tas-tas belanja mewah yang tiba-tiba terasa berat dan tak berarti. Dari balik pintu toilet tertutup, dia bisa mendengar suara yang tak bisa disamarkan—suara muntah yang keras, berulang, seakan-akan ingin mengeluarkan semua isi perutnya yang tersiksa.

Dia menunduk. Kemenangan kecil tadi tiba-tiba terasa hampa dan getir di mulutnya. Dia telah mengerjainya, benar. Dia telah membuat pria yang tak terkalahkan itu tersiksa secara fisik. Tapi mengapa hatinya tak merasa senang? Mengapa justru ada rasa hampa dan kekhawatiran yang menggerogoti?

Dia berdiri di sana, seperti patung yang dikelilingi oleh barang-barang mahal, menyadari bahwa dalam perang batin mereka, tidak ada yang benar-benar menang. Renzi mungkin mual dan muntah, tetapi Karmel sendiri kini merasakan keracunan dari balas dendam yang tak membawa kepuasan sejati, hanya mengingatkannya pada betapa rumit dan saling merusaknya hubungan mereka.

1
La Rue
biar Renzi tahu konsekuensi dari segala perbuatannya terhadap Karmel
DiTA
lanjut Thor...semakin seruu...
DiTA
kasian juga dg Renzi,sebenarnya cinta tapi egoisss...sdgkan Bima sy pun tak sukaa...spt nya drama banget dia
Pcy
karmel cerdas tpi kok bikin gedeg sama ke oon nya...masa iya2 aja
IndahMulya
knpa yaa aku gedeg banget sama bima
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊: aku ke Renzi...knp ke Bima kak??😄😄
total 2 replies
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊
OMG Renzi Karmel harusnya udah punya 4 anak...
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊
astaga melll...😠😠😠
Masitah Zuliani
lanjuttt thor
Aisyah Ranni
siapa ya apakah Henry ....
shenina
Hhhmmmm 😮‍💨
La Rue
sedihnya
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊
sakit jiwa Renzi😠😠
shenina
nexttt
Masitah Zuliani
up lagi thorrrrr😍
Dilla Fadilla
Lanjuttt yg bnyk 💪👍
kalea rizuky
novel yg menginjak2 harga diri perempuan pantes sepi like
kalea rizuky
mati aja Mel dripda jd budak nafsu
kalea rizuky
salah sendiri murahan goblok
kalea rizuky
sekali pelacur ttep pelacur
kalea rizuky
novel apaan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!