NovelToon NovelToon
Keluargamu Toxic, Mas!

Keluargamu Toxic, Mas!

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta Lansia
Popularitas:883
Nilai: 5
Nama Author: Dian Herliana

Annisa jatuh cinta pada Iman, seorang montir mobil di bengkel langganan keluarganya.
Sang Papa menolak, Nisa membangkang demi cinta. Apakah kemiskinan akan membuatnya sadar? atau Nisa akan tetap cinta?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dian Herliana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11

Iman mengurut dadanya.

"Kirain ada apa. Ngaget ngagetin aja sih, Mah. Kirain ada yang gawat."

"Ini memang gawat, Pah!"

"Gawat kenapa?"

"Kan nggak ada duit buat beli gas nya."

Huuuuhhh! Iman mengucak rambutnya kasar. Mau makan sama telor aja Susah!

Iman lalu bergegas keluar rumah.

"Mau kemana, Pah?"

"Makan di rumah Teh Yanah!"

Huuuhhh!

Nisa cemberut. Begitulah Iman sekarang. Tidak bisa makan di rumah, ia akan makan di rumah kakaknya itu. Perutnya kenyang tanpa perlu memikirkan yang di rumah sudah makan atau belum atau tidak makan sama sekali.

Batin Nisa menjerit.

"Kamu keterlaluan, Pah!!"

Nisa kembali ke kamar dan memainkan hp nya. Tapi ia tidak lagi ingin bermain. Ia terlalu kesal!

Angannya kembali melayang jauh...

Nisa ini sangat suka anak kecil. Dia juga seorang bibi yang penyayang. Rumah kecilnya selalu penuh dengan keponakan keponakannya.

"Bibi masak nasi goreng, ya? Tika mauu." Nisa tersenyum. Ia tidak pernah bisa memasak sedikit karena keponakan keponakannya itu sering ikut makan di rumahnya.

"Bara juga mau?" tanya Nisa pada anak bang Edi. Tika anak teh Yanah.

Bara mengangguk. Tika dan Bara masih berusia 5 tahun.

"Umboh juga mau, Bi !" teriak Umboh, kakak Tika.

"Mona bantu ngulek bumbunya ya, Bi?" Mona ini anak tertua bang Edi. Dia sudah kelas 1 SMA.

Nisa mengangguk. Ia mulai meratakan nasi yang masih menggumpal agar mudah di aduk saat di goreng.

"Ari juga mau!" teriak Ari, anak bang Mumu.

"Siaapp!!" Nisa tertawa.

Nino yang masih berusia 3 tahun hanya dapat menatap bingung melihat mamahnya di kerubutin saudara saudaranya. Tapi ia ikut bersorak saat mereka bersorak.

Masakan Nisa yang cenderung manis sangat di sukai anak anak.

Meski Nisa acapkali memarahi mereka tapi mereka tetap menempel padanya. Mereka mengerti bila kemarahan Nisa itu karena rasa sayangnya pada mereka.

"Mah, kemarin Papah baru beli jeruk

di kemanain ya?" setelah makan Iman langsung melongok Ke dalam kulkas. Tapi tidak ada jeruk yang dicarinya.

"Habis Kali, Pah."

"Habis? Kamu habisin, Mah?" Iman melotot. Jeruk segitu banyaknya..

"Mamah juga nggak makan, kok." Nisa memang tidak begitu menyukai jeruk.

"Terus siapa yang makan? Anak anak?" maksud Iman dengan anak anak itu ya keponakan keponakannya itu.

"Kan Papah beli 3 kilo lho, Mah. Masa' mereka makan sebanyak itu?"

"Anak Anak juga makan, sih. Tapi yang banyak makannya ya Emak Bapaknya. Dibawa pulang juga." senyum Nisa. Iman menghembuskan nafas dengan kasar.

"Aku masa' nggak kebagian satu satu acan?!" Imam mengacak rambutnya. Nisa hanya tersenyum geli.

'Yang ngabisin saudara saudara Kamu, Pah!'

Iman semakin kesal melihat senyuman Nisa. Ia pasti sedang mentertawakan sikap saudara saudaranya itu. Padahal memang begitulah kelakuan kakak kakaknya itu. Nggak boleh lihat makanan banyak, tidak puas makan di situ, dibawa pulang juga. Terutama Mumu dan istrinya.

"Kulkasnya dikunci aja, Mah!" titah Iman akhirnya.

Nisa menggeleng geleng.

"Nggak boleh gitu sama saudara, Pah."

"Biarin! Daripada kayak gini terus?"

"Yang ikhlas, Pah. Biar berkah."

"Aku yang susah, pengen makan buah juga! Pokoknya kunci aja kulkasnya!"

"Mamah nggak mau, Pah. Nanti Mamah yang dikatain pelit sama Mereka!"

"Biarin aja Mereka mau bilang apa!" dengus Iman kesal. Lagipula biarkan saja Nisa yang dianggap pelit dan Ia yang dianggap murah hati tapi takut istri. Huh! Nggak asyik juga!

Iman kembali mengacak acak rambutnya karena Nisa berkeras tidak akan pernah mengunci kulkasnya.

"Nanti Mamah tulisin 'INI PUNYA IMAN', biar yang merasa tidak beriman jadi nggak makan." celetuk Nisa seraya tertawa. Mau tidak mau Iman ikut tertawa.

"Bibi, masih ada nutrijelnya, nggak? " tiba tiba Umboh sudah berdiri di depan Nisa.

"Ada, Sayang. Tapi sisain buat Nino, ya?"

Umboh segera membuka kulkas dan mengambil nutrijel yang ia inginkan. Tidak lama Ari datang meminta makanan yang sama. Lalu Tika, Bara dan yang lainnya lagi. Akhir nya nutrijel itupun habis tak bersisa.

Nisa tetap tersenyum melayani anak anak itu.

"Udah habis. Besok lagi, ya?" merekapun pergi meninggalkan rumah.

"Habis, terus mana dong buat Nino?" tanya Iman. Ia pikir kali ini istrinya pasti kesal akan ulah keponakan keponakannya itu. Tapi tidak.

"Nanti tinggal bikin lagi. Gampang." Iman menggeleng geleng melihat Nisa yang bergegas ke dapur untuk membuat nutrijell lagi. Nino sendiri sedang tidur siang.

"Punya anak 1 tapi kayak punya anak 10." gerutu Iman seraya keluar rumah untuk melanjutkan pekerjaannya yang ditunda untuk makan siang.

********

"Murah, Bu. Bagus bagus, lagi."

"Ya iyalah. Yang dagang ya bilangnya bagus bagus, biar laku." cicit Yanti. Ia dan ibu ibu yang lain tengah mengerubuti tukang baju keliling.

Yanti mengaduk aduk dagangan si Abang jualan tanpa ingin mengambilnya sepotongpun.

'Apaan. Barang murahan gini.' decihnya dalam hati.

"Yanti! Jangan di acak acak doang, dong! Kamu nggak mau ngambil buat si Ari?" Yanti melengak tidak suka.

'Apaan, bisa turun pasaran kalau si Ari pakai baju beginian!' dumelnya dalam hati.

"Nggak lah, Bu! Yanti lagi bokek!" bu Wiwin tertawa.

"Ah, Kamu mah nggak lain dari bokek, Yan! Emang Suamimu dapet duit dari mana kalo bukan dari si Hasby?!"

"Lah, Suamiku memang kerja sama Bang Hasby, Bu!"

"Kerja apa? Nyebokin ayam?" hahaha .. ! semua ibu Ibu di sana tertawa.

"Enggak liat apa nih Ibu ibu kalau Saya lagi jalan ke Mall?"

"Iya! Kalo lagi menang sabung ayamnya, 'kan?" yang lain kembali tertawa mendengar cicitan bu Wiwin.

"Eh, Neng Nisa. Ada baju anak anak, nih. Murah, tapi lumayan bagus. Ada buat Nino, nih!"

Nisa yang baru keluar dari pintu dapurnya menjadi tertarik dengan teriakan bu Wiwin. Nisa keluar dengan menuntun Nino.

"Baju anak anak, ya?" tanyanya menegaskan.

"Iya, Bu." si abang penjual merasa mempunyai harapan baru setelah dari tadi dagangannya hanya di acak acak tanpa ada kejelasan apa ada yang mau membeli atau tidak.

Nisa pun mulai memilih dan pilihannya jatuh pada baju super hero yang memiliki sayap.

Nisa menyedangkannya pada tubuh Nino. Sepertinya pas.

"Nino suka?" tanyanya lembut. Nino mengangguk.

"Ini, Bang."

"Coba pilih yang lain lagi, Bu." ucap tukang baju berharap, meskipun ia sudah bersyukur karena bajunya laku sebuah. Nisa seperti berpikir. Ia menatap Yanti, kakak iparnya itu.

"Buat Ari 1 ya, Teh? Biar kembaran sama Nino. Pasti Ari senang." Yanti sebenarnya ingin menolak. Ia tidak suka baju murahan seperti itu. Dia setiap kali membelikan Ari baju itu harus di Mall. Meskipun discounan.

"Ari mau, Bi! " teriak Ari. Entah dari mana anak itu datang. Dan sejak kapan.

"Ari!" tegur Yanti. Anaknya ini nggak bisa di ajak kompromi.

"Tapi Ari suka baju ini, Mah. Tuh, ada sayapnya!"

"Nanti Mamah beliin di Mall!" sentak Yanti kesal.

"Alah Yanti! Mal Mol Mal Mol mulu Kamu, tuh! Kasian tuh si Ari pengen baju itu sekarang!" tukas teh Mani. Ari pun mulai menangis.

Tentu saja Nisa tidak tega melihatnya. Ia melirik Yanti yang sedang berusaha membujuk anaknya.

"Besok Kita langsung beli di mall, Sayang!"

"Nggak mau besok, Ari maunya sekarang."

"Arii..!" tangan Yanti bergerak ke telinga anaknya tapi Nisa langsung menahannya.

*********

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!