Ajari Aku Hijrah

Maya Club House, dimana hiburan malam berlangsung meriah, tempat para wanita malam menjajakan tubuhnya, yang semakin malam semakin meriah dan ramai dipenuhi manusia berhati setan.

Di lantai dansa yang dipenuhi lautan orang yang mencari kesenangan, meliuk-liukkan tubuhnya hingga menggoda para lawan jenis, malam itu nampak sedikit kacau.

Terjadi keributan antara pengunjung pria dan seorang wanita malam yang tengah mabuk.

“Brengs*k! Cuma p*rek aja belagu. Gue bisa bayar lu pake uang gue. Sok jual mahal,” bentak pria tersebut.

Dia tak terima karena Azizah menamparnya saat mereka sedang berjoget di tempat itu beberapa saat yang lalu.

Azizah marah karena pria itu menggesekkan miliknya ke bagian belakang Azizah, dan mer*mas bulatan padat itu dengan gemas.

“Lu yang brengs*k! Dasar mokondo. Kont*l lu kecil juga, sombong,” balas Azizah tak kalah keras.

“Dasar per*k!” Pria itu mengangkat tangan dan hendak melayangkan sebuah tamparan ke arah Azizah.

Namun, pengunjung lain yang melihat hal itu mencoba melerai, dan menangkap tangan si pria.

Sementara Rini cepat-cepat membawa Azizah pergi dari sana, sebelum kondisinya semakin kacau.

Dia membawanya ke pintu belakang dan mencoba menyadarkan temannya itu.

“Zee, lu kenapa sih? Kalo Mamih tau gimana? Bisa-bisa lu nggak dibolehin kerja di sini lagi. Bisa jadi p*rek jalanan, mau lu?” cecar Rini.

Dia semakin kesal melihat Azizah yang bersikap aneh dan terus membuat ribut di sana.

Bukan karena dia tak suka, tapi wanita malam itu khawatir temannya akan kehilangan pekerjaan di tengah sulitnya mencari kerja saat ini.

“Tu laki yang kurang ajar duluan, ege. Kenapa lu malah marahin gue sih.” Azizah tak terima di bentak seperti tadi oleh temannya hingga ikut kesal.

“Zee, kerjaan kita emang gitu. Lu lupa kalo kita itu p*rek?” pungkas Rini.

Sontak Azizah terdiam. Dia tak lagi membalas omongan Rini yang menyadarkan siapa dirinya.

“Kek nya gue masih belum bisa kerja, Rin. Salamin aja buat Mamih,” ujar Azizah.

Dia pun berbalik meninggalkan tempat haram itu seorang diri.

Rini yang menyadari sesuatu, segera masuk ke dalam club.

Tak lama kemudian, dia terlihat keluar dan berlari menghampiri Azizah yang sudah berjalan cukup jauh dari tempat mereka tadi.

“Nih jaket lu. Bentar lagi mau ujan. Langsung pulang aja, jangan keluyuran,” seru Rini.

“Bawel lu.” Azizah meraih jaketnya begitu saja dari Rini dan kembali melangkah.

Wanita berambut kemerahan itu berjalan sedikit sempoyongan, menyusuri gang di belakang diskotik.

Jalanan cukup sepi malam itu, mungkin karena memang sudah cukup malam, ditambah langit terlihat mendung.

Bulan dan bintang pun tak terlihat sama sekali. Hanya gelap, ditambah hembusan angin yang terasa semakin dingin.

Saat sampai di jalan yang lebih besar, Azizah berhenti sejenak, dan memakai jaket yang sedari tadi hanya ia bawa ditangan.

Namun, belum juga dia benar memakainya, rintik hujan mulai turun dan seketika semakin deras.

“Si*lan,” umpatnya.

Azizah berlari sembari menutupi kepalanya dengan telapak tangan. Didepan sana, dia melihat sebuah bengkel yang sudah tutup dengan kanopi yang cukup lebar di bagian teras.

Wanita cantik itu dengan cepat berlari ke sana.

Bersamaan dengan Azizah, datang pula seseorang yang mengendarai sepeda motor dan hendak berteduh juga.

Wanita itu tak menghiraukannya. Dia hanya menepuk-nepuk jaket dan rambutnya yang sedikit basah karena hujan.

“Mbak, kita ketemu lagi lho,” sapa pria tadi.

Sontak Azizah menoleh dan mendapati pria rese di bus waktu itu, sedang berada di sana juga, terjebak hujan bersama dengannya.

Azizah mengeratkan jaketnya karena memang udaranya dingin, ditambah dia tak mau pria itu melihat pakaiannya yang cukup terbuka.

“Ngapain lu di sini?” tanya Azizah.

“Kan kita sama-sama lagi neduh, mbak. Pake nanya,” sahut Irsyad.

“Ya gue tau. Tapi kenapa lu milihnya di sini sih. Kan banyak tempat lain,” ucap Azizah tak suka.

“Mungkin ini yang namanya jodoh kali mbak.” Irsyad tersenyum tanpa beban, hingga membuat Azizah membeku sejenak.

“Alah... paling lu sengaja kan. Ngaku lu,” timpal Azizah.

“Astaghfirullahalazim... demi Allah saya ngak gitu,” sahut Irsyad.

“Nggak usah bawa-bawa nama Tuhan lu deh,” seru Azizah.

Irsyad mengelus dadanya sembari beristigfar. Lagi-lagi dia harus ribut saat bertemu dengan wanita cantik itu.

“Mbak sering dikecewain ya, makanya jadi orang nggak percayaan banget,” ujar Irsyad.

“Sok tau lu,” sahut Azizah.

“Kelihatan kok Mbak. Orang yang sering dikecewain itu, akan memunculkan luka di alam bawah sadarnya, dan membuatnya selalu berpikiran negatif akan sesuatu. Itu yang saya lihat di diri Mbak,” jelas Irsyad.

Azizah terlihat mendengarnya, meski dengan wajah tak peduli. Dalam hati dia membenarkan ucapan Irsyad, namun mulutnya terus menyangkal.

“Manusia itu makhluk Allah yang diciptakan dengan dua hal, akal pikiran dan nafsu. Kita punya sifatnya malaikat dan juga sifat iblis. Tergantung mau yang mana yang akan kita tebalkan.”

“Itulah kenapa manusia adalah tempat salah dan khilaf. Kalau ada yang udah jahat sama Mbak, mungkin dia sedang khilaf. Doain aja supaya dia cepet sadar dan mau minta maaf sama mbaknya,” jelas Irsyad panjang lebar.

“Bukan manusia yang udah ngecewain gue, tapi Tuhan,”

Bersambung ▶️▶️▶️

Jangan lupa like, comment dan rate novel aku ya 😄, kasih dukungan banyak-banyak ke sini 🙏