Maula, harus mengorbankan masa depannya demi keluarga.
Hingga suatu saat, dia bekerja di rumah seorang pria yang berprofesi sebagai abdi negara. Seorang polisi militer angkatan laut (POMAL)
Ada banyak hal yang tidak Maula ketahui selama ini, bahkan dia tak tahu bahwa pria yang menyewa jasanya, yang sudah menikahinya secara siri ternyata...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11
Sore itu, suasana tampak sendu bagi Maula. Kepergiannya entah baik atau buruk, yang jelas di satu sisi terasa berat karena harus meninggalkan ayahnya, tapi di sisi lain ada desakan warga yang menyuruh Maula untuk segera meninggalkan lingkungan tempat tinggalnya.
Sementara Yudi menatap nanar kepergian putri satu-satunya, ada sejumput rasa kecewa juga amarah yang tersisip.
Tak ada kata perpisahan, namun dari wajah anak dan ayah itu tersirat sebuah kesedihan.
Menarik napas, perlahan kaki Maula mulai terayun, langkah demi lengkah membuatnya semakin jauh dari rumahnya.
Tanpa menoleh ke belakang, Maula terus melangkah..
Tiba-tiba..
"Maula!" Panggilan dari seseorang, spontan membuat Maula berbalik.
"Bu Iin!"
Wanita berhijab coklat itu tersenyum tipis, memantik sudut bibir Maula juga tertarik atas.
"Ibu nggak percaya sama foto itu, Maula. Ibu percaya kamu anak baik, kamu nggak mungkin melakukan hal kotor seperti itu" Pungkasnya.
"Kemanapun kamu akan pergi, jangan pernah lupakan ayahmu, sempatkan diri untuk menjenguknya"
"Iya, bu!"
"Maaf, ibu nggak bisa bantu kamu"
"Nggak apa-apa, bu" Jawab Maula, ada sedikit rasa tak enak hati sebenarnya. Bu Iin yang merupakan ibu dari Rangga pasti sangat kecewa padanya.
"Rencananya kamu mau kemana?" Tanya bu Iin setelah ada hening sejenak.
"Aku kost bu"
"Sudah dapat kostan?"
"Sudah"
"Kamu hati-hati, ya! Jaga diri baik-baik, jaga kesehatan juga" Pesannya dengan nada tulus. "Ini ibu masakin oseng teri. Kata ayahmu, kamu suka banget sama oseng teri medan, jadi ibu masakin buat kamu" Bu Iin menyerahkan tiga tumpukan kotak makan. "Ada nasi liwet, dan rica-rica juga"
"Kenapa repot-repot, bu" Maula menerimanya dengan hati canggung.
"Nggak repot kok, kamu pasti nggak sempat cari makan setelah sampai di kostan"
"Sekali lagi makasih, bu!"
"Sama-sama, Maula"
"Kalau begitu saya permisi dulu bu" Pamit Maula.
"Iya, hati-hati"
Tersenyum sembari mengangguk, Maula kembali membalikkan badan. Melangkah meninggalkan perkampungan yang menyimpan banyak kenangan, terutama bersama ibunya.
Setibanya di kostan, baru saja Maula menjatuhkan tubuhnya di kasur, sebuah panggilan dari nomor tak di kenal masuk ke ponselnya.
Ia sudah bisa menebak kalau nomor asing itu mungkin saja pria bernama F.
Maula tersenyum kecut, lalu berucap.
"Kenapa hanya memberitahu inisialnya saja, apa kamu takut identitasmu ketahuan?"
"Pasti kamu takut
Ponsel itu berhenti berdering namun hanya sejenak, sebab di detik berikutnya ponsel yang masih ada dalam genggaman Maula kembali menyala lengkap dengan suara panggilan masuk.
"Ckck... Dari nomor yang tadi, fix ini pasti si F sialan itu" Gumam Maula.
"Tapi siapa sebenarnya dia? Kenapa seakan-akan terus mengejarku? Apa aku ini membuat dia ketagihan, sehingga tidak bisa melupakanku?"
"Lalu dimana istrinya? Kenapa nggak nyari istrinya saja kalau menginginkan itu?"
Ponsel kembali hening, akan tetapi nomor itu masih berusaha memanggil.
"Sampai kapanpun, nomor tak di kenal nggak akan pernah ku angkat. Mampus, terus saja telfon sampai kiamat!" Maula melempar ponselnya ke atas tempat tidur, membiarkan benda itu berkedip lengkap dengan getaran dan nada dering.
***
"Selamat ya Maula, semoga ilmunya bermanfaat, secepatnya bisa bekerja sesuai dengan keahlianmu" Ucapan selamat itu keluar dari mulut Lulu saat dirinya menemani Maula dalam acara wisuda.
Sudah beberapa hari berlalu sejak kepergiannya dari rumah, Maula sama sekali belum bertemu dengan sang ayah, padahal berulang kali dia mengunjungi rumah orang tuanya untuk meminta Yuda menemaninya wisuda.
Sehari sebelum acara pun Maula berusaha menghubungi Wina, akan tetapi Wina mengatakan bahwa Yudi tak sudi menghadirinya.
Alhasil, dengan terpaksa Maula meminta Lulu agar bersedia menemaninya.
"Makasih, Lu" Balasnya sendu. "Entah kalau nggak ada kamu, aku mungkin sendirian di tempat keramaian seperti ini"
"Ayahmu sama sekali nggak mau hadir?"
"Ibuku bilang si begitu, tapi aku kurang percaya sama dia"
"Ya sudah, nggak apa-apa, ayahmu memang nggak datang, tapi doanya pasti datang dan sampai ke kamu"
"Aamiin. Makasih sekali lagi untuk semuanya"
"Nggak perlu, aku senang bisa bantu kamu"
Mereka berpelukan, saling mengusap punggungnya masing-masing.
"Oh ya La, gimana tawaranku? Mau nggak kerja di rumah bu Ela?"
"Bu Ela yang waktu itu kamu tawarkan?"
"Iya, mamahku bilang beliau butuh secepatnya, dan sampai sekarang belum dapat. Sedangkan cucunya benar-benar sudah ketinggalan mata pelajaran dan harus segera dapat guru buat ngejar materi yang tertinggal"
"Menurutmu gimana?" Tanya Maula meminta pendapat temannya.
"Kalau menurutku si terima aja, untuk sementara waktu, sampai kamu dapat pekerjaan yang lebih bagus lagi"
"Lumayan loh gajinya, dua kali lipat dari gaji di resto aku"
"Aku nggak mikir gaji di restauran kamu, Lu. Aku nyari yang nyaman, sementara di restomu aku udah nyaman banget"
"Aku tahu, tapi hidup nggak melulu tentang kenyamanan. Kita butuh uang lebih, Maula"
"Tapi aku berat ninggalin resto" Maula menunduk sedih.
"Kamu bisa datang dan bantu-bantu kalau pas libur"
Hening...
Keduanya diam hanya saling tatap.
"Mau ya! Kasihan bu Ela, dia kewalahan ngurus dua cucunya"
"Memangnya orang tuanya kemana?"
"Sibuk kerja kata mamahku"
"Apa orang tua jaman sekarang begitu? Terlalu sibuk dengan pekerjaannya, lalu mengabaikan anak-anaknya dan malah mengerahkan anaknya pada neneknya?"
"Entah lah" Balas Lulu mengedikkan bahu. "Tapi mereka dari keluarga angkatan bersenjata, La. Kakeknya seorang perwira, dan ayah dari anak itu ku dengar seorang TNI. Jadi ya wajarlah kalau dia jarang di rumah. Sering tugas negara soalnya"
"Jadi kakek dan ayah anak itu TNI?" Tanya Maula.
"Hmm, dan kalau kamu mau, kamu bisa minta tolong mereka, siapa tahu kamu mau ikut tes CPNS"
"Minta tolong gimana?" Maula mengernyitkan dahi.
"Ya siapa tahu jalan kamu menuju PNS bisa di permudah sama si kakek dan ayah anak itu, iya kan?"
"Ish.. Ya nggak bisa lah, lebih baik usaha sendiri"
Lulu meringis merespon Maula.
"Jadi gimana, mau terima?"
Maula tak langsung menjawab, dan Lulu kembali berkata.
"Mau ya, nanti aku langsung kasih tahu mamahku kalau kamu siap"
"Kalau aku mau, memang kapan bisa mulai kerja?"
"Dua atau tiga hari lagi, gimana?"
"Satu minggu gimana? Aku butuh refresing soalnya. Pengin merefresh otak aku"
"Bisa, nanti aku coba bujuk mamahku supaya bujuk si nenek itu. Toh juga kan lagi musim liburan sekolah"
Di sela-sela obrolan mereka, ponsel Maula tiba-tiba berbunyi.
Ketika di lihatnya, sebuah panggilan dari wanita pemilik bar.
"Bentar ya" Kata Maula pada temannya, lalu sedikit menjauh untuk menerimanya.
"Iya, mom"
"Kamu kemana aja, Maula? Bar sepi nggak ada kamu loh"
"Maaf mom, sepertinya aku nggak akan kerja sampingan lagi. Aku sudah lulus sekarang, sudah nggak butuh dana besar untuk membiayai kuliahku"
"Tapi mommy butuh kamu, La"
"Tapi aku nggak bisa mom"
"Gajinya di tambah deh"
"Maaf mom, nggak bisa"
Wanita di balik telfon terdiam. Sekian detik kemudian menyerukkan suaranya.
"Bisa temui mommy sebentar? Ada gaji kamu yang belum kamu ambil kan?"
"Nggak apa-apa mom, cuma kerja tiga hari doang"
"Meski cuma tiga hari, tapi mommy tetap harus membayar gajimu"
"Aku ikhlas kok mom"
"Nggak bisa, pokoknya kamu temui mommy di bar sore ini"
"Ya udah, nanti aku ke bar sebelum maghrib"
"Okay sayang, mommy tunggu ya"
sama aku pun juga
next Thor.... semakin penasaran ini