NovelToon NovelToon
Teperdaya Maharani Merindu

Teperdaya Maharani Merindu

Status: sedang berlangsung
Genre:Sci-Fi / Misteri / Romansa Fantasi / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: OMIUS

Di tengah masalah pelik yang menimpa usaha kulinernya, yang terancam mengalami pengusiran oleh pemilik bangunan, Nitara berkenalan dengan Eros, lelaki pemilik toko es krim yang dulu pernah berjaya, namun kini bangkrut. Eros juga memiliki lidah istimewa yang dapat membongkar resep makanan apa pun.
Di sisi lain, Dani teman sedari kecil Nitara tiba-tiba saja dianugerahi kemampuan melukis luar biasa. Padahal selama ini dia sama sekali tak pernah belajar melukis. Paling gila, Dani tahu-tahu jatuh cinta pada Tante Liswara, ibunda Nitara.
Banyak kejanggalan di antara Dani dan Eros membuat Nitara berpikir, keduanya sepertinya tengah masuk dalam keterkaitan supernatural yang sulit dijelaskan. Keterkaitan itu bermula dari transfusi darah di antara keduanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon OMIUS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Yang Kedua Puluh Empat

Sekembalinya dari rumah Delisa, Nitara yang mampir sebentar ke kediamannya langsung tersenyum-senyum sendiri. Dia mendapati ibunya yang tengah lahap makan es krim. Berbeda dengan dirinya yang tidak begitu menggandrungi es krim, sejak dulu ibunya memang suka sekali dengan jajanan es yang satu ini.

Hanya saja dia melihat nafsu makan ibunya pada es krim agak berlebihan. Cepuk plastik tinggal menyisakan sepertiga es krim saja. Padahal volume cepuk plastik penyimpan es krim itu tidak bisa disebut kecil. Jauh lebih besar dibandingkan mangkuk es krim yang biasa dijual.

“Tara, kan enggak suka es krim, jadi jangan minta es krimnya ya! Ibu suka banget rasa es krimnya, superlezat!” pinta ibunya sembari mengacukan dua ibu jari. Ibunya seperti khawatir jika dirinya hendak meminta es krim.

Sembari duduk di kursi meja makan di samping ibunya, Tara mendapati bila cepuk plastik yang menjadi wadah es krim dalam kondisi polos. Tiada melekat merek dagang apa pun.

“Beli di mana es krimnya, Bu?”

“Enggak beli. Ada yang kasih es krim ke Ibu.”

“Seingat Tara, sepertinya belum pernah ada tetangga kasih es krim ke Ibu.”

“Bukan tetangga yang kasih, tapi Dani.”

Mengerut kulit dahi Nitara.

“Ibu juga kaget. Tidak biasanya Dani datang bukan buat pijat Ibu, tapi malah kasih es krim. Mana es krimnya rasa mangga favorit Ibu lagi.”

“Kayaknya Dani dikasih juga sama orang. Karena kebanyakan terus dikirim ke Ibu saja. Apalagi Dani tahu kalau Ibu suka es krim.”

“Dani buat sendiri kok es krimnya.”

“Dani pasti berbohong, Bu! Enggak ada sejarahnya Dani bikin es krim sendiri.”

“Mau bohong, atau memang benar buat sendiri enggak penting buat Ibu. Paling penting es krim pemberian Dani enak sekali. Ibu jadi ingat sama es krim Teman Segar dulu.”

Kata-kata ibunya spontan meramaikan benaknya. Bisa jadi Mas Eros sudah kembali membuka Teman Segar. Apalagi sekarang punya senjata es krim Mirasa buat lawan Samudera Es. Dani yang tahu Teman Segar buka lagi lalu pesan dalam jumlah banyak, khusus dihadiahkan buat Ibu.

Tetapi, Nitara kemudian teringat perkataan ibunya tadi, adalah Dani sendiri yang membuat es krim. Andai Dani tidak berbohong, kelihatannya Nitara harus mengingat lagi akan cerita Delisa tadi siang. Sepertinya sekarang juga dia harus selekasnya pergi ke kediaman Dani. Semakin lama ditunda, pikirannya akan terus dibebani oleh pengakuan aneh ibunya dan Delisa tentang Dani.

***

Masuk ke dalam rumah Nitara ternyata sudah menungguku di dalam. Tapi, aku tak perlu kaget mendapatinya sudah berada di dalam rumahku. Tadi dia mengontakku di jaringan pribadi, memberitahukanku jika dirinya hendak datang ke rumah. Karena tengah berada di luar, kuminta dia menunggu dulu bila aku belum kembali pulang.

“Pintunya enggak dikunci, teledor banget kamu sekarang, Dan!”

“Kan, Tara mau datang ke rumah, masa kukunci?”

“Tetap saja mesti dikunci, sementara Tara bisa menunggu di teras. Lagian di ponsel kamu tadi ngomong lagi di luar, berarti sejak pergi rumahmu enggak dikunci.”

Aku cuma menyengir. Tak lupa kuminta dia untuk mengobrol di ruang tengah. Sama-sama duduk di sofa panjang yang sama, kuluangkan waktuku sebentar untuk memandangi wajahnya.

Heran, kenapa otakku tiba-tiba menyeru, jangan samakan Nitara sekarang dengan Nitara yang kukenal sejak balita dulu! Berbeda sekali meski tampilannya begitu-begitu saja, senantiasa bergaya rumahan acapkali bersua denganku. Seperti sore hari ini di mana dia tampil cukup mengenakan T Shirt, celana selutut, serta tatanan rambut yang seperti telah terlalu lama disibak-sibak angin jalanan, agak berantakan. Belum dengan mukanya yang hanya polos saja tanpa taburan bedak sama sekali.

Lantas, di mana aku menemukan beda pada dirinya?

Daya pikat, kelihatannya itu yang menjadi pembeda Nitara sekarang dengan sebelum-sebelumnya. Sampai aku takjub sendiri, sedemikian memikatnya Nitara di sore hari ini. Bayangkan, bukan otakku saja yang terpapar daya pikatnya hingga harus terlena sedemikian rupa, melainkan seisi hatiku juga. Padahal daya pikat itu hanya terpancar dari dagunya.

Mencengangkan memang. Dagu bercelah, memanjang, berhias tahi lalat mungil, dan sedikit menjorok ke depan miliknya sudah terlalu lama menjadi santapan sehari-hari bola mataku. Sementara otakku selama ini cukup mengibaratkannya tiara. Sedemikian memukaunya tiara yang menggantung di bawah wajahnya, namun tiada pernah sekali-kalinya memancarkan daya pikat sekuat sekarang.

Dari terlena hatiku kini bergetar kencang. Jauh lebih kencang manakala Melani dulu sempat memikat hatiku juga. Padahal secara keseluruhan Melani sesungguhnya lebih molek dibandingkannya. Namun, itu dulu manakala dagu indahnya belum berkenan memikatku. Kemolekan Melani memudar begitu saja, terhapus kilau pesona tiara menggantung di bawah wajahnya.

Sebetulnya getar-getar itu telah dirasakanku semenjak tiga bulan lalu, tepatnya setelah aku mendonorkan darahku ke calon suaminya. Saban hari getar-getar itu semakin kuat dirasakan hatiku. Bahkan dalam minggu-minggu terakhir ini wajah ibunya semasa muda tak lagi menemani khayalku menjelang tidur, berganti dagu indahnya. Padahal ibunya semasa muda tak hanya sama-sama dihiasi tiara di bawah kepala, melainkan telah dilengkapi bentuk muka sempurna seorang wanita.

Tapi, aku bersyukur manakala wajahnya menggantikan wajah ibunya dalam bayang fantasiku. Tak bakalan lagi aku bergelut dengan akal sehatku, sebagaimana ketika aku tergiur dalam fantasi bercumbu rayu dengan ibunya. Dunia hanya akan memberiku selamat, manakala satu hari nanti khayalku bersamanya berganti realitas.

“Malah melototin Tara, lihat apa sih!”

Rupanya aku terlalu lama memandanginya. Sedikit gelagapan aku sebelum kemudian berdalih, “Eh, itu .. rambutmu itu.”

“Berantakan ya, memang Tara belum sempat sisiran.”

“Bau helm.”

Sengaja aku mengoloknya sebagaimana biasanya kami berdua tengah mengobrol. Padahal sungguh, aku sebenarnya tengah berat hati untuk mengoloknya, terlebih rambut layer sebahunya masih harum sampo. Belum tercium bau asap dapur macam ketika dia menyambangiku di waktu sore hari.

Nitara cuma tersenyum kecut. Tapi, aku sama sekali tidak merasakan sebal melihatnya. Apalagi menambah olok-olokku padanya. Malah aku merasakan senyum kecutnya tak ubahnya manik-manik, penambah gemerlap dagunya indahnya.

“Tadi Tara buka pintu kulkasmu. Ada es krim sebaskom di kulkas. Apa itu es krim yang tadi dikirim ke Ibu?”

“Tante Lis suka sama es krim, beda dengan anaknya, jilat es krim sekali saja pileknya bisa seminggu.”

“Kata Ibu, Dani sendiri yang buat es krimnya. Tara enggak percaya.”

“Lebih-lebih aku, bingung banget sama talenta terbaru ini. Tahu-tahu tanganku terampil bikin es krim.”

“Berarti benar Dani sendiri yang buatnya, terus resepnya dapat dari mana?”

“Enggak dari mana-mana. Begitu lidahku jilat es krimnya, terus resepnya nongol di otakku.”

“Jilad ...?”

“Iya dijilad pakai lidahku.”

Kentara jika Nitara menyangsikan akan pengakuanku. Malah kedua tangannya lalu bersedekap. Sementara mimik mukanya terbaca sinis olehku.

Mungkin jika sore ini adalah sore di bulan lalu, besar kemungkinan aku akan lekas menyentil sikapnya atas pengakuanku. Kalaulah ragu akan pengakuanku, tak perlulah sampai sesinis itu. Hanya saja sore hari ini Nitara terlampau memukauku di segala hal. Otakku hanya mau menerima indah darinya, lain tidak!

o24o

1
Asnisa Amallia
Enak banget karya ini, aku nggak sabar nunggu kelanjutannya!
Yusuf Muman
Menyentuh hati.
Mich2351
Aku suka banget sama karakter-karakternya 😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!