Gamil Arfan Wiguna sangat mengharamkan untuk balikan dengan mantan. Bahkan, dia memiliki jargon yang masih dia pegang teguh sampai saat ini.
"Buanglah mantan pada tempatnya."
Namun, kedua orangtuanya mendesak Apang untuk segera menikah karena Apang sudah dilangkahi adiknya. Di saat seperti itu, semesta malah mempertemukan Apang dengan mantan pertamanya. Perempuan yang belum Apang buang pada tempat semestinya.
Apakah Apang akan membuangnya juga ke dalam bak sampah sama seperti mantan-mantannya? Atau malah terjadi cinta lama belum kelar di antara mereka berdua.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11. Cara Balas Budi
Apang menghela napas kasar ketika dia sudah melajukan mobil. Ya, lelaki yang tadi menemui Apang adalah Ibra Muhamed. Lelaki yang menjadi rivalnya untuk mendapatkan Naira semasa SMA. Dan ternyata dirinya kalah saing ketika Naira pergi. Buktinya, Ibra masih selalu tahu kabar Naira.
"Sebenarnya apa yang buat lu lebih memilih dia untuk selalu berada di samping lu ketimbang gua?" gumamnya dengan raut sedikit kecewa.
Tibanya di rumah sakit, Apang sudah mengganti pakaian. Dia hanya mamakai kaos hitam polos, juga topi dan masker. Langkahnya membawanya menuju kamar perawatan Naira. Dua orang yang berada di depan kamar perawatan Naira menunduk hormat kepadanya.
"Apa ada yang mencurigakan?"
"Tidak, Pak. Semuanya aman."
Naira segera menatap ke arah pintu ketika pintu itu dibuka. Dia tersenyum karena Apanglah yang datang.
"Bersiaplah. Kita akan pergi dari sini."
Tentunya Apang memberikan masker juga topi untuk Naira gunakan. Dia tak ingin ada yang melihat Naira bersama dirinya. Cara aman ya seperti itu.
Naira membaca nama rumah sakit di mana mobil yang Apang lajukan sudah memasuki area tersebut. Naira tahu betul rumah sakit itu begitu mahal.
"Itu rumah sakit om gua," jelasnya. Sontak mata Naira melebar dan dia kembali menatap ke arah Apang.
"A-pa yang kemarin di ruang meeting itu keluarga kamu?" Apang mengangguk.
Jantung Naira hampir berhenti berdetak. Dia tidak menyangka jikalau Apang dari kalangan orang-orang kaya pake banget.
Jalan untuk masuk ke ruang perawatan bunda Nena pun berbeda dari jalan biasanya. Itu atas permintaan Apang karena dia meyakini bunda Nena adalah target pertama yang ingin dihancurkan.
Mata Naira berkaca ketika melihat ibunya yang terbaring lemah di rumah ICU. Dia belum diperbolehkan masuk karena kondisi ibu Nena masih harus diawasi dokter selama dua puluh empat jam.
"Tenaga medis sudah dikerahkan. Besok atau lusa dokter terbaik Singapura pun akan menangani bunda lu."
Kembali Naira menatap Apang yang tengah menatap bunda Nena di depan pintu kaca. Naira sudah tak tahu lagi bagaimana caranya untuk berterimakasih Kepada Apang. Lelaki yang pernah memberikan warna di hidupnya, dan kini malah memberikan ribuan kebaikan kepadanya sampai dia merasa tak akan mampu membalas kebaikan yang begitu tulus dari Apang.
"Fan, aku harus berterimakasih dengan cara apa lagi? Kamu sudah sangat baik terhadap aku dan bunda."
Apang mulai menatap Naira. Terlihat air mata Naira sudah menganak dan ingin meluncur.
"Tetaplah hidup! Karena masih ada yang ingin terus melihat lu. Bahkan ingin bersama lu."
.
Ibra benar-benar kehilangan jejak Naira. Dia sudah mencari ke tempat yang biasa Naira datangi. Malah, dia bertemu dengan Justine.
"Lu bawa ke mana lagi si perempuan sialan itu?"
Justine berkata dengan begitu kasar kepada Ibra. Dan sudah dipastikan jikalau Justine dan ayahnya tahu tentang hilangnya Naira juga ibunya.
"Kalau gua yang bawa Naira, pasti lu dengan mudah akan temukan mereka." Ibra menjawab dengan emosi.
Justine berpikir sejenak. Apa yang dikatakan oleh Ibra benar adanya. Selama sepuluh tahun ini dia selalu menemukan tempat sembunyi Naira dengan mudah karena Ibra yang selalu membantu Naira. Sedangkan kali ini teramat sulit bagi Justine untuk melacak keberadaan Naira.
"Lalu, siapa yang berada di balik sulitnya diketemukan Naira?"
Sebenarnya, perjuangan Ibra untuk Naira pun begitu besar. Di mana Ibra yang selalu menyembunyikan Naira juga ibunya dari kejaran Justine dan Tuan Juan. Bahkan, dia juga dihancurkan oleh Justine di mana jabatan tinggi yang dia miliki harus hilang karena sebuah kekuasan serta liciknya ayah dan anak itu. Sudah dua tahun ini Ibra hanya menjadi manager pabrik. Dan jika Ibra masih ingin tetap bekerja di sana dia dilarang untuk membantu Naira juga ibundanya.
Semenjak Ibra kehilangan jabatan, Naira mencoba untuk menghindar. Bukan karena Naira matre, tapi dia tahu dialah yang menjadi penyebab semuanya. Dia tidak ingin Ibra menderita seperti dirinya. Maka dari itu, Naira meminta Ibra untuk menjaga jarak dengannya.
"Di mana kamu, Naira?" gumam Ibra dengan begitu frustasi.
Ketika dia hendak melajukan motor, dia teringat akan ucapan Apang tadi.
"Apa dia yang menyembunyikan Naira?"
.
Apang menemani Naira di rumah sakit. Dia sudah mengajak Naira untuk pulang, tapi Naira tak mau. Ya, dia sudah menyewa apartment di dekat rumah sakit untuk Naira tinggali sementara.
Naira melihat ke arah Apang yang tengah menggerakkan lehernya. Terlihat lelaki itu begitu lelah.
"Kalau kamu mau pulang, gak apa-apa pulang aja."
Apang menatap ke arah Naira yang juga tengah menatap Apang dengan begitu dalam.
"Aku gak apa-apa sendiri," lanjutnya lagi.
"Yakin lu gak akan kenapa-kenapa?" Naira pun terdiam.
Suasana mendadak hening. Apang dan Naira kini sama-sama terdiam. Mereka bergelut dengan pikiran mereka masing-masing. Ponsel Apang berdering dan itu membuat Naira menatap ke arah Apang.
"Iya, Bun."
...
"Maaf, Bun. Apang belum pulang dulu, ya."
Naira terus menatap Apang yang tengah berbincang dengan sang bunda. Tutur kata Apang begitu lembut. Dia meyakini jika Apang begitu menyayangi ibundanya.
Apang menghela napas kasar setelah sambungan teleponnya berakhir. Dia terkejut ketika Naira menggenggam tangannya.
"Pulanglah! Bunda kamu pasti kangen sama kamu."
Kalimat itu begitu tulus dan bisa Apang rasakan betapa besarnya rasa sayang Naira untuk bunda Nena. Dia seakan mengerti dengan kondisi hati bunda dari dirinya.
"Aku pasti baik-baik aja kok di sini. Ada Tuhan yang jaga aku." Senyum pun terukir di bibir Naira.
Apang menggeleng. Dia pun menatap serius ke arah Naira yang masih menatapnya dengan lembut.
"Kalau gua pergi, apa lu yakin akan merasa aman?"
"Bukannya lu kemarin bilang kalau gua itu adalah tempat teraman buat lu."
Bibir Naira terasa kelu. Dia hanya bisa menatap Apang di mana Apang pun tengah menatapnya jua.
"Bunda gua berada di tempat aman dan nyaman. Sedangkan lu?" tanya Apang sembari menatap Naira..
"Lu boleh tega sama gua, tapi gua gak akan pernah bisa tega sama lu."
Sindiran Apang begitu menusuk sanubari. Naira menunduk dalam dan sebuah kata terlontar.
"Maaf."
Hembusan napas kasar kembali keluar. Apang menyandarkan kepalanya ke dinding. Matanya dia tutup untuk sesaat. Sedangkan Naira masih menggenggam tangan Apang.
"Sebenarnya gua benci sama lu dan pengen balas dendam."
Kalimat Apang membuat jantung Naira berhenti berdetak. Dia pun memberanikan diri menatap Apang.
"Sayangnya gua gak bisa. Gua bukan lelaki kejam."
Raut wajah Apang terlihat begitu terluka. Rasa bersalah semakin menjadi di hati Naira.
"Fan," panggil Naira dan Apang mulai membuka matanya.
"Kalau membalas dendam dan membenci aku bisa dijadikan sarana balas Budi akan kebaikan kamu, aku akan terima dengan ikhlas dan bahagia. Lakukanlah, Fan!"
...***To Be Continue***...
...Bosen ya bacanya kalau double-double up terus. Aku juga sedih komennya makin ke sini makin sedikit 😪...
Glirn udh blikn sm mntan,mlah d sruh naik mbil smpah.....
nsibmu y pang pang... 🤣🤣🤣
kereeen abang Er....
semangat.....