Dambi nekat mencari gigolo untuk memberikan keperawanannya. Ia pikir kalau dirinya tidak perawan lagi, maka laki-laki yang akan dijodohkan dengannya akan membatalkan pertunangan mereka.
Siapa sangka kalau gigolo yang bertemu dengannya di sebuah hotel adalah profesor muda di kampusnya, pria yang akan dijodohkan dengannya. Dambi makin pusing karena laki-laki itu menerima perjodohan mereka. Laki-laki itu bahkan membuatnya tidak berkutik dengan segala ancamannya yang berbahaya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan
Ya ampun! Dambi merutuk dalam hati. Pria itu ada di mana-mana. Yang memalukan lagi, kenapa mereka malah bertemu dengan cara seperti ini? Mau taruh di mana mukanya coba. Mana pria itu terus menatapnya tajam lagi. Belum lagi orang-orang di kantin yang kini sedang menatap keduanya.
Dambi cepat-cepat mendorong pria itu menjauh. Ia tidak mau ada gosip yang beredar tentang keduanya. Ia juga masih sangat malu pada pria itu. Lalu dengan langkah cepat gadis itu melarikan diri dari situ, meninggalkan Angkasa yang terus menatap kepergiannya dengan wajah yang tidak dapat di artikan.
Angkasa sendiri tidak mau berlama-lama di depan situ. Perutnya sudah keroncongan. Ia memang kaget bertemu dengan gadis yang dia tunggu-tunggu sejak tadi di ruangannya. Namun sekarang bukan waktu yang tepat. Lain kali ia akan membuat gadis itu tidak bisa kabur lagi.
Selesai mengajar, Angkasa memutuskan pulang ke rumah orangtuanya hari ini. Tadi mamanya menelpon. Katanya ada pertemuan dengan keluarga calon tunangannya. Pria itu memang tidak begitu antusias dengan pertemuan tersebut, tapi ia sudah berjanji pada orangtuanya akan menerima perjodohan itu. Tidak mungkin kan dia membatalkan perjodohan tersebut sesuka hati.
Sementara itu ditempat lain, Dambi baru saja sampai dirumahnya. Ia bahkan belum sempat masuk ke kamar karena mamanya sudah mencegahnya diruang duduk.
"Sayang sini dulu sebentar." panggil sang mama. Dambi terpaksa berjalan ke arah sang mama dengan langkah malas.
"Ada apa ma," gumamnya malas. Ia terlalu lelah. Ingin cepat-cepat mandi dan tidur.
"Malam ini kita akan makan malam sama keluarganya calon suami kamu. Dandan yang cantik ya, gak boleh nolak."
Dambi melotot. Rasa pegal di seluruh badannya mendadak hilang.
"Nggak! Dambi nggak mau. Mama, kan Dambi udah bilang nggak mau di jodoh-jodohin. Apalagi sama om-om. Emang mama rela anak mama nikah sama om-om jelek kayak gitu?" tolak gadis itu. Ia heran kenapa mamanya terus-terusan mau memaksanya begini.
Wanita paruh baya tersebut menarik napas panjang menatap sang putri. Kalau wanita tua itu tidak yakin dengan laki-laki yang akan mereka jodohkan dengan putrinya ini, ia mungkin sudah menerima permintaan sang putri. Sayang sekali kali ini ia merasa sangat yakin. Nalurinya sebagai seorang ibu sudah yakin sekali bahwa pilihannya tidak akan salah.
Putra sahabat mereka itu pasti bisa membahagiakan Dambi. Putrinya yang memiliki sifat cukup labil ini cocok dengan pria yang dewasa seperti calon menantunya tersebut. Lagipula ini baru pertemuan pertama. Kalau memang keduanya tidak cocok nanti, mereka sebagai orangtua tidak akan memaksa.
"Sayang, ini cuma makan malam biasa kok, sekalian perkenalan. Mama yakin kamu bakal tertarik kalau liat calon suami kamu." kata nyonya Andara dengan senyum lebarnya. Dambi hanya mengerucutkan bibir. Kalau sudah begini, ia sudah tidak bisa apa-apa lagi. Ia pasrah dulu sekarang. Lagipula belum tentu om-om itu suka padanya juga. Dia harus cari ide nanti. Pokoknya dia akan bikin keluarga sih calon tunangannya itu tidak suka padanya. Dambi mengangguk kuat. Ia sudah bertekad.
***
Dambi tidak bisa menutup mulutnya ketika melihat rumah besar didepannya. Mereka sudah sampai beberapa menit yang lalu. Sekarang gadis itu tahu kenapa orangtuanya mati-matian mau jodohin dia. Ternyata calon tunangannya ini sangat kaya. Lihat saja dari rumah megah ini. Rumahnya saja kalah jauh.
Tapi tetap saja Dambi tidak tertarik sama laki-laki kaya itu, apalagi belum pernah bertemu sebelumnya. Percuma kaya kalau dia tidak suka. Apalagi sudah tua. Bisa-bisa kalau mereka punya anak nanti, anaknya akan mengira papanya sebagai kakek sendiri. Gadis itu terkikik geli memikirkan hal itu.
"Sayang, kok ketawa? Emang ada yang lucu?" tanya sang mama heran. Dambi menggeleng. Ia menoleh ke belakang, ke papanya yang kini berjalan ke arah mereka. Kemudian pintu depan rumah tersebut terbuka, menampilkan seorang lelaki tua berpakaian rapi dan dua orang perempuan memakai seragam khas pembantu. Ketiga orang itu membungkuk hormat. Sepertinya mereka pembantu di rumah ini.
"Selamat datang tuan dan nyonya Andara. Silahkan masuk." kata sih lelaki tua berpenampilan rapi itu dengan sikap ramah. Kalau di film-film mungkin dia adalah kepala pelayan.
Mereka mengikuti laki-laki itu sampai disebuah ruangan besar lainnya. Ruangan yang di dominasi dengan warna putih dan di tengah-tengahnya terdapat meja makan bundar. Ada sekitar empat orang pelayan perempuan yang sibuk menyiapkan makanan di atas meja. Sementara di samping kiri, dua orang yang tengah duduk di sofa tadi berjalan menghampiri mereka.
Dari penampilan mereka, Dambi bisa menyimpulkan kalau mereka adalah sih pemilik rumah. Mungkin orangtua dari om-om yang akan dijodohkan dengannya. Pasangan itu saling menyapa dengan orangtuanya. Dambi mencibir ketika mama dan sih nyonya rumah bercipika-cipiki bahkan lompat-lompat kegirangan seperti orang yang sudah tidak bertemu bertahun-tahun. Dasar ibu-ibu.
"Astaga Dian, kamu makin cantik aja, masih awet muda kayak dulu." seru wanita tua berpenampilan elegan yang entah siapa namanya itu. Dambi sempat menatap aneh wanita itu. Dari mana dia lihat mamanya masih muda? Udah tua begini juga. Lihat mamanya sekarang, seneng banget di puji begitu.
"Ah kamu bisa aja Ria." balas Dian malu-malu. Ia tidak lihat putrinya sedang menertawai tingkahnya.
"Oh ya, ini Dambi anak kamu?" tatapan Ria berpindah ke Dambi. Ia terlihat senang. Sementara Dambi memaksa dirinya agar tersenyum. Ia tidak terbiasa saat sih wanita tua yang ternyata bernama Ria itu mencubit gemas pipinya. Memangnya dia masih bayi apa? Namun Dambi tidak bisa apa-apa karena mendapat peringatan dari sang mama yang terus menatapnya sejak tadi dengan tatapan mengancam. Sebelum ke sini tadi, mama dan papanya sudah mengancam akan memblokir semua kartu kreditnya kalau sampai dia berbuat macam-macam.
"Ayo duduk, kita ngobrol-ngobrol dulu sambil menunggu Angkasa. Dia masih dalam perjalanan ke sini." kali ini suami Ria, tuan Duppon yang angkat suara. Dambi ikut-ikut saja ke mana orangtuanya pergi. Tapi...
Angkasa?
Nama itu sangat familiar ditelinganya akhir-akhir ini. Gadis itu mengangkat bahunya acuh. Baru saja dia mau duduk, ia melihat seseorang yang ia kenal wajahnya tiba-tiba muncul di ruangan itu.
Mata Dambi mengerjap-ngerjap. Ia sampai mengucek-ucek matanya berkali-kali untuk memastikan penglihatan betul atau tidak.
"Angkasa, kamu sudah sampai nak. Ayo sini."
detik itu juga Dambi terduduk lemas di sofa besar itu. Ia masih tidak percaya. Kebetulan seperti apa ini?