Aku terpaksa mengikuti permainan orang orang kaya dengan meminum satu botol wiski demi uang untuk operasi jantung adikku.
Siapa sangka setelah itu aku terbangun di pagi harinya sudah kehilangan kesucianku, dan yang lebih menyakitkan lagi, aku sama sekali tidak tahu siapa pria yang sudah menodaiku.
Dengan berlinang air mata, aku kabur dari hotel menuju rumah sakit. Aku menangis sejadi-jadinya untuk menghilangkan sesak di dadaku.
Aku Stevani Yunsu bukanlah wanita murahan. Apakah pria itu akan bertanggung jawab atas perbuatan malam itu?
Ikuti cerita novelku...🤗🤗🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 💞💋😘M!$$ Y0U😘💋💞, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Zaline Kambuh
Stevani keluar lagi dari ruangan, kali ini ia langsung menuju meja kasir. Ia menyerahkan kartu hitamnya pada kasir tersebut.
"Neta, ruangan Lili." ujar Stevani.
Kasir tersebut menatap kartu itu. "Wah konglomerat darimana Van?"
Stevani mengangkat kedua bahunya. "Sekalian buatkan kartu VIP untuk mereka."
"Hebat, kau bahkan berhasil membuat mereka jadi tamu langganan di klub ini. Wanita cantik memang punya kelebihan."
"Berhentilah berbicara yang macam macam, aku hanya disuruh pak Huber. Dimana pria itu?"
"Mungkin di ruang kantornya." jawab Neta.
"Ia pasti senang jika tahu aku berhasil membuat mereka jadi tamu langganan klub. Cepatlah di proses Net."
"Ck... cerewet sekali. Ini aku sedang mengerjakannya. Nah itu pak Huber."
Stevani menoleh ke belakang, Huber sedang menuju ke arahnya.
"Pak Huber, aku..."
"Van... pulanglah sekarang. Tidak maksudku ke rumah sakit, tadi seorang wanita bernama Yoyoh menghubungi kantorku katanya..."
Huber belum selesai berbicara, Stevani langsung berlari menuju ruangan tempat ia meletakkan tasnya. Bagai petir yang menyambar di siang hari, air mata Stevani langsung keluar dengan deras. Jantungnya berdebar kencang, ketakutan yang luar biasa menghantuinya. Ia berlari keluar klub tanpa sempat mengganti pakaiannya.
Stevani langsung memesan taksi menuju rumah sakit, ia mengambil ponselnya dan terkejut saat melihat panggilan dari bu Yoyoh yang begitu banyak. Tangannya bergetar saat memegang ponsel tersebut. Ia segera menghubungi bu Yoyoh.
"Halo neng Vani." Suara bu Yoyoh terdengar dari balik ponselnya.
"Bu Yoyoh, bagaimana keadaan Zaline?"
"Jangan khawatir neng, neng Zaline sudah stabil lagi."
"Maafkan aku bu karena baru menghubungi ibu. Aku sedang dalam perjalanan ke rumah sakit sekarang."
"Tidak apa apa neng, ibu tahu pekerjaan neng Vani. Berhati-hatilah di jalan."
"Terima kasih bu." jawab Stevani seraya menutup ponselnya.
"Pak bisa lebih cepat." pinta Stevani pada supir taksi tersebut.
"Baik nona." jawab supir taksi seraya menambah kecepatan mobilnya.
Stevani kembali mengeluarkan air matanya, ia tak sanggup jika harus kehilangan Zaline. Ia mengepalkan kedua tangannya. Pikirannya berkecamuk, ia harus segera mencari uang untuk operasi Zaline. Tapi ia tak tahu harus mencari kemana lagi.
*****
"Apa yang terjadi pak?" tanya Neta.
"Sepertinya Zaline masuk rumah sakit." jawab pak Huber.
"Ya Tuhan, kasihan sekali."
"Aku belum selesai berbicara, ia sudah kabur saja."
"Ia sudah tahu jika ada yang terjadi pada adiknya. Aku ingat Stevani pernah mengatakan kalau adiknya dititipkan pada bu Yoyoh pemilik warung nasi di dekat kontrakannya. Apa Vani baik baik saja, ia berlari dengan panik tadi?"
Huber mengangkat bahunya. "Semoga saja mereka baik baik saja. Apa yang dilakukan Vani di kasir?"
Neta menyerahkan kartu hitamnya dan juga kartu langganan VIP klub pada Huber. "Ruangan Lili."
Huber terkejut. "Kerja bagus, aku percaya Vani bisa melakukannya. Baiklah, aku akan ke ruangan Lili. Kau tetap disini saja, aku yang akan kesana."
"Baik pak." jawab Neta.
Huber mengambil alat pembayaran kartu tersebut lalu menunju ruangan Lili kembali. Zionel dan Alex menatap pintu ruangan yang terbuka, keduanya menghela nafas bersamaan saat Huber masuk. Keduanya tanpa sadar berharap Stevani lah yang kembali ke ruangan mereka.
"Tuan, kami butuh tanda tangan." ujar Huber.
Alex berdiri lalu menandatangani pembayarannya.
"Terima kasih karena telah menjadi pelanggan VIP klub kami, jika pelayanan kami kurang memuaskan anda bisa mencariku langsung." ujar Huber seraya menyerahkan dua kartunya.
"Dimana pengantar minuman cantik itu?" tanya Alex.
"Oh... nona Vani ada pekerjaan lain." jawab Huber.
"Hm...sayang sekali." kata Huber.
"Apa tuan tuan ingin ditemani pelayan yang lain?"
"Tidak perlu, kami akan pulang sekarang." jawab Zionel datar. "Alex..."
"Tentu pak Zio." jawab Alex. "Pak kami permisi sekarang."
"Ah baiklah, terima kasih atas kunjungannya." ujar Huber.
Zionel beranjak dari sana langsung keluar dari ruangan tanpa berbicara apapun pada Huber. Sedangkan Alex menyeringai di depan Huber lalu mendekati pria itu.
"Anda akan terbiasa dengan sikap atasanku." bisik Alex seraya keluar dari ruangan.
Huber menghela nafasnya, ia tahu seperti itulah orang kalangan atas. Selalu sombong dan bersikap arogan, tapi menghadapi Zionel bagi Huber membuatnya bergidik. Pria itu mampu mengendalikan sekitarnya membuat siapapun takut menghadapinya.
*****
Stevani sampai di rumah sakit, ia berlari tanpa memperdulikan tatapan orang orang pada penampilannya. Ia segera menuju ruang perawatan jantung. Disana terlihat bu Yoyoh sedang duduk di depan ruangan sambil terkantuk-kantuk.
"Bu Yoyoh..." panggil Stevani.
Bu Yoyoh terkejut. "Neng sudah sampai." ujarnya lalu menatap penampilannya. "Astaghfirullah neng, bagaimana neng Vani bisa menemui neng Zaline kalau begini." sambungnya.
Stevani menatap penampilannya sendiri lalu terkejut. "Ya Tuhan, aku sampai tak mengganti pakaianku karena panik."
Bu Yoyoh membuka jaketnya lalu memberikan pada Stevani. "Ini pakai jaket bu Yoyoh dulu, nanti ibu suruh ponakan ibu untuk mengambil baju neng Vani."
"Terima kasih bu." jawab Stevani seraya mengambil jaket bu Yoyoh lalu mengenakannya. "Tapi jangan menyuruh ponakan bu Yoyoh, setelah aku melihat keadaan Zaline, aku akan pulang untuk mengambil beberapa baju untuknya. Bu aku masuk sebentar." sambungnya.
Bu Yoyoh menganggukkan kepalanya lalu membiarkan Stevani menjenguk adiknya. Stevani masuk ke dalam ruangan, seketika air matanya kembali mengalir saat melihat Zaline yang terbaring di atas ranjang pasien. Ia mendekati adiknya tersebut lalu duduk di samping ranjang.
"Maafkan kakak, kakak tidak bisa menjagamu dengan baik." ujar Stevani seraya menggenggam tangan Zaline. "Seharusnya kakak bisa mendapatkan uang segera dan membuatmu melakukan operasi Zaline, tapi sampai saat ini uang kakak belum cukup." sambungnya.
"Kak Vani..." ujar Zaline.
Stevani segera menghapus air matanya. "Kau bangun, apa kakak membangunkanmu?"
"Jangan menangis kak, aku baik baik saja."
"Ehm...siapa yang menangis. Tadi kakak berlari kemari lalu debu masuk ke mata kakak."
"Kak...aku bukan anak kecil lagi. Aku sudah sering mendengar kakak menangis di dalam kamar mandi. Apa kakak pikir aku tak tahu? Kak, jangan menangis karenaku. Aku tak ingin menjadi beban buat kakak."
"Apa yang kau bicarakan nona cantik? Aku menangis jika sedang lelah saja. Ini tidak ada hubungannya denganmu. Bagaimana perasaanmu sekarang?" tanya Stevani berusaha lebih kuat di depan adiknya.
"Aku sangat merepotkan, tapi aku sudah lebih baik. Dadaku sesak dan sangat sakit, lalu aku segera menghubungi bu Yoyoh seperti yang kakak katakan. Lalu..."
Zaline menghentikan ucapannya, ia tak tahu lagi apa yang terjadi setelahnya.
"Jangan pikirkan sayang, kakak tahu apa yang terjadi. Sekarang tidurlah lagi, ini masih larut malam." pinta Stevani.
Zaline menatap wajah Stevani. "Kakak sangat cantik. Aku hanya tak ingin pria hidung belang menggoda kakak."
Stevani terkejut, lagi lagi ia lupa dengan riasan wajahnya. Ia terlalu panik untuk menghapus riasan itu bahkan mengganti pakaiannya saja tak sempat ia lakukan.
"Kakak minta maaf, ini..."
"Jangan minta maaf kak." potong Zaline. "Aku yang berlebihan, aku tahu pekerjaan kakak menuntut seperti itu. Kakak tak perlu khawatir, aku tidak marah lagi." sambungnya.
Stevani mendekati Zaline lalu mengecup keningnya. "Tidurlah sayang, kakak akan pulang sebentar untuk mengambil pakaianmu."
Zaline menggelengkan kepalanya. "Aku ikut pulang saja."
"Apa yang kau katakan nona?" tanya Stevani.
Zaline menatap ruang rawatnya. "Kita pulang saja, tempat ini sangat mahal. Kakak pasti..."
"Berhentilah berbicara." potong Stevani. "Kakak masih mampu membiayaimu. Jangan berpikir apapun jika ingin cepat sembuh Zaline. Menurutlah jika kau benar benar menyayangiku."
"Tapi..."
"No tapi tapi...! Yang harus kau lakukan hanya beristirahat dengan baik nona cantik."
Zaline menghela nafasnya. "Baiklah." jawabnya.
Stevani tersenyum lalu menyelimuti adiknya lagi. Ia menepuk bahu Zaline dengan lembut agar adiknya tersebut bisa tertidur lagi. Setelah ia yakin Zaline tertidur, Stevani pun keluar dari ruangan.
*****
To Be Continue...