NovelToon NovelToon
Legend Of The Sky Devourer-Kunpeng Terakhir

Legend Of The Sky Devourer-Kunpeng Terakhir

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Epik Petualangan / Fantasi
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Alvarizi

Di Desa Fuyun yang terkubur salju, Ling Tian dikenal sebagai dua hal yakni badut desa yang tak pernah berhenti tertawa, dan "Anak Pembawa Sial" yang dibenci semua orang.

Tidak ada yang tahu bahwa di balik senyum konyol dan sikap acuh tak acuh itu, tersimpan jiwa yang lelah karena kesepian dan... garis darah monster purba yang paling ditakuti langit yakni Kunpeng.

Enam puluh ribu tahun lalu, Ras Kunpeng musnah demi menyegel Void Sovereign, entitas kelaparan yang memangsa realitas. Kini, segel itu retak. Langit mulai berdarah kembali, dan monster-monster dimensi merangkak keluar dari bayang-bayang sejarah.

Sebagai pewaris terakhir, Ling Tian dipaksa memilih. Terus bersembunyi di balik topeng humornya sementara dunia hancur, atau melepaskan "monster" di dalam dirinya untuk menelan segala ancaman.

Di jalan di mana menjadi pahlawan berarti harus menjadi pemangsa, Ling Tian akan menyadari satu hal yakni untuk menyelamatkan surga, dia mungkin harus memakan langit itu sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alvarizi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 1: Senyum Sang Badut Desa

Rasa darah itu tidak pernah berubah sejak dulu—asin, sedikit berkarat, dan hangat. Ironisnya, itu satu-satunya kehangatan yang Ling Tian rasakan di tengah badai salju sialan yang menggigiti kulitnya.

“Hei, Paman Zhang… kau belum makan siang, ya?”

Ling Tian terbatuk. Gumpalan darah merah gelap jatuh ke atas hamparan salju yang putih sempurna. Tubuhnya tergantung terbalik, kaki diikat tali rami kasar pada gerbang masuk Desa Fuyun. Dari posisi seperti itu, dunia tampak seperti lelucon buruk seakan atap rumah yang mirip mangkuk nasi yang tumpah, sementara wajah-wajah penduduk desa yang mengerumuninya tampak seperti setan merah yang sedang gelisah.

“Pukulanmu…” Ling Tian menyeringai, memperlihatkan gigi yang berlumur darah. “Lemah sekali. Istrimu pasti bosan kalau tenagamu cuma segitu.”

BUAGH!

Tongkat kayu menghantam rusuknya. Suaranya tumpul, tenggelam oleh lapisan baju tebalnya yang compang-camping.

Rasa sakitnya datang terlambat. Baal dulu, kemudian satu detik setelahnya, gelombang panas menyambar sarafnya seperti bara.

Ling Tian bukannya mengerang. Ia justru tertawa.

“Haha! Nah, itu baru terasa!”

“Bocah setan!” Paman Zhang mengangkat tongkatnya lagi. Wajahnya merah padam, entah karena marah, atau entah karena alkohol murahan. “Desa ini tidak dapat buruan selama tiga minggu gara-gara kau! Kau melewati gudang—atapnya rubuh! Kau menatap sumur—airnya hilang! Kau itu kutukan, Ling Tian! KUTUKAN!”

Ling Tian hanya terayun pelan ditiup angin utara yang menggigit. Darah yang mengalir ke kepala akibat tergantung terbalik membuat dunianya berpendar seperti cahaya kunang-kunang.

“Kebetulan saja, Paman… kebetulan,” katanya santai. “Atap gudang itu rubuh karena rayap. Dan sumur kering karena… mungkin tanahnya muak melihat wajahmu.”

Kerumunan mendidih marah. Sekitar lima puluh orang berdiri mengelilinginya: pria, wanita, anak-anak dengan batu di tangan. Tatapan mereka bukan sekadar benci—itu tatapan orang yang melihat hama. Penyebab musim dingin terasa lebih kejam, perut kosong lebih lama.

Mereka butuh kambing hitam. Dan Ling Tian, yatim piatu yang tidak punya siapa-siapa, adalah pilihan termudah.

“Sudah cukup.”

Suara itu memecah kerumunan seperti pisau membelah tahu.

Kepala Desa Li melangkah maju dengan jubah bulu beruang tebal. Ia membawa gulungan kertas lusuh, matanya memancarkan rasa jijik. Rasa jijik yang biasanya ditujukan pada kotoran yang menempel di sepatu.

“Turunkan dia.”

Dua pemuda maju, memotong tali.

BRAK!

Tubuh Ling Tian jatuh menghantam tanah beku. Bahunya protes dengan bunyi renyah. Namun separuh detik kemudian, ia sudah memasang kembali topengnya—senyuman bodoh yang biasa.

“Pendaratan sempurna,” katanya, terengah. “Sepuluh dari sepuluh.”

Sebuah kaki bersepatu kulit menginjak dadanya, memaksa udara keluar dari paru-parunya.

Kepala Desa Li menunduk, menatap langsung ke matanya.

“Kau masih bisa tertawa, Anak Sial?”

Ling Tian membalas tatapan itu. Di balik senyumnya, pikirannya bergerak cepat—menganalisis mulai dari urat di leher Kepala Desa, getaran jari, hingga gulungan surat kerajaan itu.

‘Ini bukan hukuman biasa,’ pikirnya.

“Tertawa itu sehat, Kepala Desa. Tabib bilang bisa bikin awet muda. Kau harus mencobanya sehingga kerutan di dahimu lebih tampak seperti peta benua.”

Kepala Desa tidak terpancing. Senyum tipisnya justru membuat bulu kuduk Ling Tian berdiri.

“Tertawalah sepuasmu,” ujarnya datar. “Karena ini hari terakhirmu di Desa Fuyun.”

Susana mendadak hening. Angin mulai menggila, membawa butiran salju yang lebih tebal.

Ling Tian terpaku. Senyumnya mati di bibir keringnya. “Oh? Kau mau patungan biayain liburanku?”

“Kami mengusirmu,” jawab Kepala Desa. “Ke Lembah Angin Mati.”

Kerumunan bergidik. Bahkan Paman Zhang mundur selangkah, wajahnya pucat.

Lembah Angin Mati. Sebuah tempat terlarang. Kuburan para pemburu nekat. Suhu di sana begitu kejam hingga darah bisa membeku sebelum sempat mengalir keluar luka. Monster pun enggan hidup di sana.

Pengusiran itu bukan sekadar hukuman melainkan eksekusi mati.

Dada Ling Tian terasa nyeri bukan karena injakan Kepala Desa, melainkan sesuatu yang retak di dalam dirinya.

Lima belas tahun ia menerima pukulan, ludahan, dan sisa makanan anjing. Ia membalas semuanya dengan tawa dan berharap suatu hari mereka melihatnya sebagai manusia.

Hari ini, mereka menunjukkan jawabannya.

“Kenapa…?” suaranya pelan. Untuk pertama kalinya, matanya kosong.

Kepala Desa Li mencondongkan tubuh, berbisik di telinganya.

“Besok Utusan Sekte Pedang Langit datang mencari murid berbakat. Aku tidak mau auramu yang busuk mencemari keberuntungan desa… atau menghalangi cucuku terpilih.”

Cih.

Jadi itu sebabnya.

Sebuah ambisi picik dan imajinasi konyol.

Sesuatu yang dingin dan gelap merayap dari dalam tubuh Ling Tian, hawa dingin yang bukan berasal dari salju di sekitarnya.

“Bawa dia!”

Empat pria menyeretnya, meninggalkan jejak darah panjang di atas salju. Mereka menuju tebing curam di utara, tepat di atas lembah berkabut yang berkecamuk seperti rahang monster tak terlihat.

“Jangan kembali!”

“Mati saja kau!”

“Semoga kau secepatnya menjadi mayat!”

Dorongan kuat menghentakkan tubuhnya.

Ling Tian-pun jatuh.

Angin menampar wajahnya. Kabut gelap menelan pandangannya. Dan ketika ia menatap ke atas, ia melihat wajah-wajah yang ia kenal menyeringai lega.

‘Apa ini akhirnya?’ pikirnya. ‘Mati seperti sampah?’

Jantungnya berdetak panik.

Dug-dug. Dug-dug.

Lalu terdengar suara lain.

Suara yang jauh dan terasa berat, seperti rantai raksasa yang ditarik dari kedalaman laut purba.

DUUUMM…

Dada Ling Tian terasa panas. Tulang rusuknya yang telah patah sebagian seperti diselimuti api. Meridiannya yang selama ini dianggap cacat berdenyut hidup.

Mata Ling Tian terbelalak.

Pupil hitamnya berubah. Irisnya berputar, membentuk pusaran biru gelap yang menyala di tengah kegelapan jurang.

Dan sebuah suara muncul di kepalanya. Suara itu terdengar muda dan arogan. Namun membawa wibawa yang bisa membuat langit tunduk.

“Oi, Tuan Rumah lemah. Kau mau mati sekarang, atau mau kita… MAKAN?”

Tubuh Ling Tian berhenti. Tepat satu jengkal dari batu runcing di dasar lembah.

Ia mengambang.

Angin berhenti berhembus. Keheningan mencekam datang. Seolah alam tengah menahan napas di hadapan sesuatu yang baru bangun dari tidur panjangnya.

1
Sutono jijien 1976 Sugeng
👍👍👍👍
Sutono jijien 1976 Sugeng
siapa predator puncak 😁😁😁
Sutono jijien 1976 Sugeng
si fang yu hanya jadi badut ,yg Tak tahu apa apa 🤣🤭
Anonymous
Ga kerasa cepet banget udh abis aja 😭
Anonymous
Whooa, apakah sekte matahari hitam itu keroco yang ditinggalkan seberkas kehadiran void Sovereign pada bab prolog?
Renaldi Alvarizi: Hehe mohon dinantikan kelanjutan ceritanya ya
total 1 replies
Anonymous
Alur ceritanya makin kesini makin meningkat, tetap pertahankan
Renaldi Alvarizi: Terimakasih kawan Kunpeng 😁
total 1 replies
Anonymous
up thor
Anonymous
Hahaha Ling Tian punya budak pertamanya
Anonymous
Haha akhirnya badut yang sebenarnya 'Li Wei' mokad juga
Anonymous
Ceritanya bagus, besan dengan yang lain seperti titisan naga, phoenix dsb. Semoga tetap konsisten updatenya.
Joe Maggot Curvanord
kenapa xinxin penyimpanan ataw barang berharga musuh tidak di ambil
Renaldi Alvarizi: Hehe sudah kok kak yang akan digunakan untuk keperluan di bab mendatang namun saya memang lupa memasukkan atau menjelaskannya didalam cerita. Terimakasih atas sarannya.
total 1 replies
Sutono jijien 1976 Sugeng
semoga semakin berkembang ,dan bukan di alam fana ,naik ke alam atas
Renaldi Alvarizi: Hehe tunggu saja kelanjutannya bersama dengan Ling Tian dan Tuan Kun ya kak hehe
total 1 replies
Sutono jijien 1976 Sugeng
belagu si fang yu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!