NovelToon NovelToon
Legenda Pedang Chen Li (Dewa Ilusi)

Legenda Pedang Chen Li (Dewa Ilusi)

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Kelahiran kembali menjadi kuat / Spiritual / Ruang Bawah Tanah dan Naga / Mengubah Takdir / Budidaya dan Peningkatan
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Rahmat Kurniawan

Tiga Roh Penjaga datang dengan membawa sejumlah misteri. Dari medali, koin, lonceng misterius, sampai lukisan dirinya dengan mata ungu menyala, semuanya memiliki rahasia yang mengungkap kejadian masa lalu dan masa depan. Yang lebih penting, panggilan dari Kaisar Naga yang mengharuskan Chen Li menjalankan misi yang berkaitan dengan pengorbanan nyawa, sekaligus memperkenalkan peluang rumit tentang kondisi Mata Dewanya.

Dengan ditemani dua murid, mampukah Chen Li memecahkan misteri tersebut, sekaligus menyelesaikan misi dari Kaisar Naga?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahmat Kurniawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ch. 2 ~ Damai Yang Singkat

Chen Li berdiri kaku dibalik pohon besar. Matanya yang ungu keemasan menyapu setiap sudut gerbang desa. Tiga sosok berbaju hitam itu telah lenyap tanpa jejak, seolah menguap ditelan bumi. bahkan dengan mata dewanya, dia tidak bisa menangkap bayangan bahkan jejak langkah mereka.

"Tidak mungkin..." bisiknya sambil mengepalkan tangan. Koin perak di telapak tangannya terasa semakin panas, hampir membakar kulit.

Dia melangkah keluar dari persembunyian, mendekati kepala desa yang masih berdiri kaku di gerbang. Lao Chen terlihat pucat, tangannya gemetar memegang gulungan kertas yang diberikan orang asing tadi.

"Lao Chen," Chen Li menyapa dengan suara rendah. "Siapa mereka?"

Kepala desa terkejut, hampir menjatuhkan gulungan kertas itu. "T-Tuan Chen! Aku... aku tidak tahu. Mereka hanya bertanya tentang keberadaanmu.”

Chen Li mengangkat sebelah alisnya. “Tiga orang tadi mengarah ke mana?”

"Tuan Chen, perkara di mana mereka sekarang, aku tidak tahu pasti, namun mereka menitipkan ini untuk diberikan padamu. Lalu…" Kepala desa menyerahkan barang yang dimaksud. Sebuah gulungan kertas yang sempat menjadi pusat perhatian Chen Li beberapa menit lalu.

Kepala desa tampak memasang wajah rumit. Sejujurnya ini bukan kali pertama orang asing datang langsung menanyai Chen Li, banyak yang datang berkunjung ke desanya hanya untuk mengambil kepala lelaki itu. Namun kedatangan dari tiga orang misterius ini benar-benar berbeda, aura yang dipancarkan oleh ketiganya sangat kuat.

Namun, bukan itu yang membuat kepala desa kacau, melainkan hal lain.

Chen Li mengambil gulungan kertas itu dan membukanya perlahan. Yang terlihat membuat nafasnya sesak. Itu bukan sekadar gambarnya—itu adalah potret dirinya dengan Mata Dewa sedang aktif, cahaya ungu keemasan menyala terang. Gambar yang tidak mungkin dibuat oleh seniman biasa.

"Lalu apa?" desak Chen Li, matanya tak lepas dari gambar itu.

"Mereka... mereka memberikan ini." Lao Chen mengeluarkan sebuah lonceng perak kecil dari sakunya. "Tuan Chen, kau harus membunyikannya saat bulan purnama mencapai puncak langit."

Chen Li mengambil lonceng itu. Begitu menyentuh kulitnya, benda itu bergetar halus dan mengeluarkan dentingan lembut yang hanya bisa didengar olehnya. Mata Dewanya langsung bereaksi, cahayanya berpendar lebih terang.

Di kejauhan, suara ribut datang dari arah desa. Chen Li segera menyembunyikan lonceng dan gulungan kertas di balik jubahnya.

"Lao Chen, bolehkah aku meminta sesuatu padamu?"

“Tuan Chen, aku akan memberikan semua yang aku memiliki, kecuali nyawaku.” Lao Chen berkata tulus. Selama lima bulan terakhir, sejak kedatangan Chen Li desa menjadi aman. Semua musuh yang datang menyerang dibabat habis olehnya. Chen Li bisa dibilang pahlawan untuk desa Fengli ini.

"Lupakan semua yang terjadi hari ini." Chen Li berkata dingin.

Lao Chen cukup terkejut dengan sikap Chen Li yang ini, namun dia segera mengerti kalau ini adalah masalah yang serius.

“Baik… baik Tuan!”

Lao Chen kemudian pamit untuk mengurus keperluan desa.

Setelah kepergian Lao Chen, Chen Li mengeluarkan lonceng perak, memperhatikan lebih teliti. Bagian gagang lonceng menyerupai tubuh naga, permukaannya bercorak pola kuno yang tidak dimengerti olehnya.

“Tuan Chen…”

Chen Li terkejut mendengar panggilan itu. Xiao Lan tiba-tiba muncul di depannya dengan wajah lugunya.

“Lan’er, sejak kapan kau berdiri di sana?”

“Sejak tuan mengeluarkan benda putih itu.” Jawab Xiao Lan dengan nada polos. “Tuan Chen, itu apa?”

Xiao Lan ikut memperhatikan lonceng itu. Jari telunjuknya terangkat, dia sebenarnya tertarik untuk menyentuhnya. Namun hal tak terduga terjadi, lonceng perak malah menimbulkan reaksi, tampak sebuah gelombang aneh muncul dan memantulkan tangan Xiao Lan. Gadis itu menjerit, refleks menarik kembali tangannya.

“Lan’er,” Chen Li menyimpan lonceng tersebut lalu beralih memeriksa kondisi Xiao Lan.

Gadis itu merasakan tangannya yang kebas, telunjuknya memerah. Chen Li menyalurkan energinya untuk membantu mengobati luka Xiao Lan.

“Bagaimana kondisimu Lan?”

Xiao lan mulai bangkit dan dibantu oleh Chen Li. Gadis itu menggeleng, memberikan kode kalau dia baik.

“Aneh, mengapa lonceng itu menyerang Xiao Lan,’’ pikir Chen Li, bahkan saat kepala desa memberikan lonceng itu dia tampak biasa-biasa saja.

“Lan’er, mari kita pulang.”

Keduanya pun beranjak pergi dari sana. Sepanjang perjalanan Chen Li tampak tak banyak bicara. Namun, dalam benaknya banyak sekali pertanyaan tentang beberapa hal yang dia alami hari ini. Pertanyaan-pertanyaan yang kemudian melahirkan beberapa misteri sekaligus dalam satu waktu setelah dua tahun terakhir.

“Tuan Xiao, Ayah pergi ke mana?” Xiao Lan tiba-tiba membuyarkan lamunan Chen Li. Mereka telah sampai di kediaman Lao Chen.

“Kepala Desa ada mengurus beberapa hal. Dia akan menyusul sebentar lagi. Kau mandilah, ini sudah sore. Jangan bermain lagi,” ucap Chen Li sambil mengusap-usap kepala gadis itu.

“Baik, Tuan Chen.”

Xiao Lan kemudian berlari ke dalam rumah dan menghilang dibalik dinding. Chen Li sendiri juga ikut menyusul langkah gadis itu di belakangnya.

“Tuan Chen. Uhuk…” Suara lembut menyambut kedatangannya, Chen Li menoleh dan mendapati seorang wanita paruh baya menatapnya dengan tatapan sayu. Wanita itu menghampiri dengan langkah gontai. Wajah pucatnya tampak sangat kelelahan.

“Nyonya Shen. Bagaimana kabarmu?”

Wanita Itu memegang lengan Chen Li, menarik lelaki itu kearah kursi yang sudah ia persiapkan untuknya.

“Duduk dulu, Tuan Chen. Aku sudah menyiapkan teh wangi untukmu.”

Setelah menyuguhkan teh tersebut, Wanita itu kembali melanjutkan perkataannya, “Tuan Chen, berkat obat yang Tuan berikan, sekarang aku merasa lebih baik dari sebelumnya. Terima kasih banyak Tuan.”

“Baguslah.” Teh wangi yang masih sangat hangat itu ia minum. “Nyonya Shen, tadi pagi aku tidak sengaja mendengar seorang pertapa tua memiliki pil penawar segala racun. Aku akan memintakanmu besok,” ucap Chen Li berjanji.

Rona mata istri kepala desa berbinar. Setelah enam bulan dia menahan sakitnya, akhirnya memliki peluang sembuh melalui Chen Li. Selama ini, kalau bukan Chen Li yang rutin menyalurkan energi qi dan memberikannya Pil tiap hari, wanita itu sebenarnya telah meninggal lima bulan lalu.

“Terima kasih banyak, Tuan Chen. Wanita Tua ini harus merepotkanmu lagi.” Tak kuasa dia menahan air matanya, kedua tangannya terkepal keras saking terharunya mendengar kabar tersebut.

Malam itu, Chen Li duduk di atas atap, memandangi bulan perak yang sedikit lagi akan mengalami lingkar sempurna. Cahaya hangatnya memberi sensasi tenang, di tambah angin malam yang bertiup searah, membawakan sensasi damai pada laki-laki itu.

“Bulan seperti biasa menenangkan.” Chen Li menyunggingkan senyum kecil di dua sudut bibirnya. Laki-laki itu tidak menutup kedua mata seperti biasanya, demi tidak ingin melewatkan barang sedetik saja keindahan dari bulan malam ini. Dia kemudian teringat sebuah kata-kata mutiara dari petua gunung melalui tulisannya di buku Tak Berbentuk. “Jika kamu lelah, cobalah untuk keluar sebentar, rasakan hembusan angin malam menyapa kulitmu, biarkan rasa lelahmu hanyut terbawa angin. Bulan sebenarnya bisa memberimu esensi murni yang benar-benar membuatmu damai,” dan itu semua benar-benar dirasakan oleh Chen Li saat ini.

Setelah menghela napas panjang, Chen Li kemudian bangkit dari tempatnya. Laki-laki itu merasakan pergerakan besar mengarah ke arahnya. Di bawah cahaya perak rembulan malam, tampak bayang-bayang hitam berkeliaran dari atap ke atap dan berhenti persis mengelilinginya.

“Sepertinya akan berakhir malam ini.’’ Chen Li tersenyum kecut. Kedamaian yang dia rasakan selama lima bulan di desa Fengli tidak akan lama lagi.

1
AR
suka sekali dengan ceritanya. tiap bagian dari perjalanan Chen Li adalah Isi.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!