NovelToon NovelToon
Jika Aku Dipelukmu

Jika Aku Dipelukmu

Status: tamat
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta / Cinta Murni / Enemy to Lovers / Rebirth For Love / Idola sekolah / Tamat
Popularitas:501
Nilai: 5
Nama Author: Miss Anonimity

Keinginan untuk dipeluk erat oleh seseorang yang dicintai dengan sepenuh jiwa, merasakan hangatnya pelukan yang membungkus seluruh keberadaan, menghilangkan rasa takut dan kesepian, serta memberikan rasa aman dan nyaman yang tak tergantikan, seperti pelukan yang dapat menyembuhkan luka hati dan menenangkan pikiran yang kacau, memberikan kesempatan untuk melepaskan semua beban dan menemukan kembali kebahagiaan dalam pelukan kasih sayang yang tulus.

Hal tersebut adalah sesuatu yang diinginkan setiap pasangan. Namun apalah daya, ketika maut menjemput sesuatu yang harusnya di peluk dengan erat. Memisahkan dalam jurang keputusasaan dan penyesalan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Anonimity, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 6 : Jadian

"Masuk!"

"Udah siap?" Aku baru ingat, kalau hari ini—aku harus berangkat pagi pagi. Alasannya, karena aku harus mengantarkan Fonix ke apartemen-nya Untuk mengambil Seragam sekolah. Salah ku juga, yang memaksa Fonix Untuk tetap menginap. Tapi tidak masalah, toh ini pertama kalinya juga, aku bangun sepagi ini.

Kulihat, Fonix sudah rapih dengan sweeter Hitam yang ku pinjamkan, karena bajunya masih basah. Dia terlihat tampan sehabis mandi. Disiplin sekali dia.

"Kamu ngelamun?"

"Eh, ng-nggk kok." Ucapku cengengesan. Tau aja kalau aku sedang memikirkan dia.

"Makasih yah, untuk sweater-nya. Nanti ku kembalikan."

"Iya, pakai aja. Gak papah."

"Ekhm, anak anak. Udah siap? Sarapan dulu yuk!" Ucap ibuku Tiba tiba dari dapur.

"Iya mah!" Seru ku.

...***...

"Kalian berangkat pagi-pagi, mau kemana dulu?" Tanya papah.

"Mau ngambil seragam sekolahnya Fonix pah, di apartemen-nya."

"Ouh, kamu tinggal di apartemen?"

"Iya, Om." Seperti biasa di sangat irit bicara.

"Om ingat, waktu itu kamu Baru pindah dari jepang ya, Kamu asli orang jepang?"

"Iya, saya lahir di jepang. Karena suatu alasan, saya memutuskan Untuk bersekolah di negara ini."

"Orang tua kamu kerja apa?" Kali ini ibuku yang bertanya. Aku juga cukup penasaran dengan asal usul keluarga Fonix. Lalu tentang alasan—apa yang membuat Fonix harus jauh-jauh sekolah di sini. Setahuku, sekolah di jepang lebih maju.

Kulihat Fonix sedikit tercekat dan terdiam. Apa sebegitu susahnya menjawab pertanyaan orang tuaku. Jika dia pindah dari jepang dan tinggal di apartemen—itu berarti dia anak orang kayak kan?

"Orang tua saya bekerja meneruskan bisnis keluarga." Ucap Fonix.

"Pasti mereka orang hebat ya, Apa ada orang yang kamu kenal di sini?"

"Om Agra adalah sahabat ayah saya. Beliau banyak membantu saya di sini?"

"Agra—pemilik Wijaya Group itu?"

"iya, apa om mengenalnya?" Papah sedikit terkekeh dengan pertanyaan Fonix. Aku sendiri tidak terlalu mengerti tentang dunia bisnis.

"Tentu saja kenal, Agra itu termasuk sahabat Om juga. Dia itu memang orang yang baik. Om sedikit terkejut, kalau kamu mengenalnya."

"Ngomong-ngomong, apa kalian berdua berpacaran?"

Seketika Aku menyemburkan air yang kuminum dari Mulutku. Pertanyaan papah membuatku terkejut. Aduh, pah. Ngapain nanyain itu sih...

"Freya, pelan-pelan dong minumnya." Ucap Ibuku.

Aku mau mengelap sudut bibirku dengan tangan kosong, tapi Fonix dengan tiba tiba, sudah mengelap bibirku dengan tisu. Aku sedikit tercekat dan menoleh ke arahnya. Romantis banget sih!!!

"Lain kali, pelan pelan saja." Ucapnya lembut.

Aku menunduk malu, sedangkan orang yang membuatku terkejut hanya terkekeh di seberang meja.

"Kalian belum jawab loh, pertanyaan papah."

"Papah apaan sih, nanyain kayak Gitu." Protesku. Aku hanya takut, Fonix tersinggung soal itu.

"Kenapa tidak, Fonix  juga kelihatan-nya suka sama kamu. Dari pada kamu Jomblo terus." Aku semakin sebal. Kenapa sih, papah terus ngeledekin aku. Aku menoleh pada Fonix, dia sepertinya tidak berniat menjawab pertanyaan papah.

Daripada terus di ledekin oleh papah, mending aku segera mengajak Fonix pergi.

"Mah, pah, aku sama Fonix duluan ya. Ntar keburu ke siangan." Ucapku.

Aku bersyukur, Fonix bisa peka dengan kode yang ku berikan. Dia menyelesaikan sarapannya dan berpamitan pada kedua orang tuaku.

...***...

Tidak banyak yang kami bicarakan di perjalanan. Fonix masih fokus mengemudi di sampingku. Aku harus mencari Topik untuk mencairkan suasana.

"Maaf ya, kalau kamu tidak nyaman dengan keluarga aku."

"Tidak masalah, Aku yang harusnya berterima kasih." Aku mengernyitkan kening, kenapa Fonix harus berterima kasih. Jika Karena pakaian yang di pinjamkan papah, itu tidak terlalu masalah.

"Tidak perlu berterima kasih soal pakaian, papah memang punya baju yang jarang di pakai."

"Bukan soal itu." Aku kembali tercengang. Jika bukan karena itu lalu apa?

"Keluarga kamu sangat hangat. Aku berterima kasih telah memberikanku kehangatan keluarga lagi. Sejak ibuku meninggal Aku—"

"I-ibu kamu sudah—" Aku benar- benar terkejut. Jadi Fonix itu, seorang 'piatu?'

"Iya, Ibuku sudah meninggal sejak aku kecil. Sejak saat itu, kehidupan keluargaku tidak sama lagi. Ayahku begitu keras mendidik-ku. Aku bahkan tidak di Izinkan bergaul seperti anak-anak yang lainnya. Itulah kenapa, aku tidak terbiasa berteman dengan orang banyak. Tapi berkat keluarga kamu, aku menemukan kembali arti dari Kehangatan keluarga."

Jadi seperti itu. Tidak heran Fonix begitu dingin dan cuek. Mungkin itu karena didikan keluarganya sejak kecil. Berbeda denganku, yang sejak kecil selalu di manja. Aku tidak pernah menyangka kehidupan orang yang kucintai begitu kelam.

"Maaf." Ucapku sendu. Aku sedikit merasa bersalah, karena sudah mengungkit hal yang menyakitkan Untuknya.

"Tidak perlu meminta maaf. Semuanya sudah berlalu. Sekarang aku hanya ingin Hidup mandiri di negara ini."

"Tunggu! Jangan Bilang kalau kamu—"

"Ya, aku kabur dari rumah. Berkat bantuan om Agra, aku bisa tiba di sini. Aku sudah muak dengan sikap ayahku yang berlebihan. Kemanapun aku pergi, anak buah ayahku selalu menguntitku. Aku seperti seorang tahanan yang sedang di awasi."

"Jadi begitu, Aku tidak tau bagaimana kamu bisa kuat menjalani kehidupan yang seperti itu. Tapi kamu Tidak perlu khawatir, di sini kamu pasti punya banyak teman."

"Semoga saja." Ucapnya.

...***...

"Masuk yuk." Aku mengamati Unit apartemen Fonix begitu rapi dan bersih. Aroma ruangannya juga sangat wangi. Fonix memang orang yang sangat disiplin.

"Aku mau ganti baju dulu, kamu istirahat dulu aja." Aku mengangguk.

Sembari menunggu Fonix berganti pakaian, Aku berkeliling ruangan. Apartemen-nya lumayan luas, dengan sudut balkon yang mengarah ke pusat kota. Sangat menakjubkan, apalagi saat pagi seperti ini.

Tok!

Tok!

Tok!

"Fonix, sudah selesai?"

Kulihat Fonix sudah rapi memakai seragamnya. Aroma tubuhnya juga sangat wangi. Aku menyukai setiap hal tentangnya.

"Masuklah." Ucapnya. Karena sudah mendapat ijin, aku melangkah masuk ke kamar Fonix. Ini pertama kalinya aku masuk ke kamar pria. Aroma di kamar ini berbau 'Lavender' sangat menenangkan. Banyak Buku-buku yang tertata rapi di rak yang menempel di tembok. Fonix memang tipe yang gemar membaca. Ketika Fonix sibuk membereskan peralatan-nya, perhatianku tertuju, pada sebuah Foto di atas nakas.

Aku mengambil Foto itu dan memperhatikannya dengan Cermat. Di Foto itu seorang anak laki-laki sedang di gendong Oleh seorang perempuan yang sangat cantik. Mereka tampak tersenyum bahagia.

"Itu adalah ibuku." Aku sedikit tercekat, Fonix menghampiri-ku dan ikut memperhatikan Foto yang ku pegang.

"Ibu kamu sangat cantik, dan Bayi ini—adalah kamu?" Tanyaku.

"Iya, saat itu keluargaku masih lengkap. Ini ketika kami berlibur di Osaka." Ucapnya. Aku hanya mengangguk mengerti. Pasti sangat menyenangkan. Tapi aku juga turut berduka-cita atas kehilangan ibunya.

Aku menaruh kembali foto itu di tempatnya dan menatap Fonix dengan Intens.

"Boleh aku tanya sesuatu?" Ucapku.

"Silahkan."

"Kita ini—sebenarnya apa?" Aku masih tidak melepaskan tatapanku dari mata Hitam Fonix. Seperti yang ibuku katakan tadi malam. Aku harus menyatakan perasaanku, Tidak perduli dengan jawaban yang Fonix berikan.

"Aku tau apa yang kamu maksud. Aku juga bingung. Sejujurnya aku memang suka sama kamu. Kamu gadis pertama yang bisa membuat aku jatuh cinta setelah sekian lama."

"Apa kamu belum pernah pacaran." Fonix menggeleng.

"Ciuman pada malam itu, adalah ciuman pertamaku. Dan aku senang karena kamu yang mengambilnya."

"Be-benarkah?" Fonix mengangguk.

"Aku tidak tau, apa aku juga yang mengambil ciuman pertama kamu atau bukan."

"Ternyata Kita sama."

"Sama?"

"Iya, kamu juga orang yang udah ngambil ciuman pertama aku. Dan kamu juga orang yang berhasil ngambil hati aku, setelah sekian banyak orang yang menyatakan perasaan sama aku."

"Aku tidak percaya, gadis cantik seperti kamu belum pernah pacaran."

"Memang belum, Itulah kenapa—aku tidak tau pacaran itu kayak Gimana."

"Kamu mau jadi pacar aku?"

Eh! Serius? Fonix yang nembak duluan?

"Ka-kamu serius?"

"Apa aku perlu membuktikannya?" Aku mengangguk.

Cup

Tubuhku ditarik dan sesuatu yang kenyal menempel di bibirku. Sangat hangat dan manis. Ini kedua kalinya aku dan Fonix kembali berciuman. Setelah beberapa saat, akhirnya ciuman kami terlepas. Aku masih belum bisa mencerna kejadian barusan.

"Apa itu cukup?" Tanya Fonix.

Aku sedikit mengulum bibirku sambil tersenyum dan mengangguk. "Aku mau." Ucapku. Tubuhku kembali di tarik, tapi kali ini, Fonix memelukku dengan erat. Aku membalas pelukan Fonix dengan tidak kalah erat. Akhirnya, aku pikir semuanya tidak akan semudah ini. Dari sekian banyak Gadis yang mengejar Fonix, aku bahagia Bisa menjadi orang pertama yang menempati Hatinya.

"Kayaknya kita bakal kesiangan kalau terus pelukan kayak Gini." Ucapku. Bukan aku ingin mengakhiri Moment romantis ini, Tapi waktu menuntut kami Untuk segera berangkat.

"Kita berangkat?" Aku menggeleng, dan itu sukses membuat Fonix mengernyitkan keningnya.

"Kenapa?" Tanyanya.

"Mau cium lagi." Ucapku.

Cup

Untuk ketiga kalinya, Kedua bibir kami kembali menempel. Kehangatan ini, Aku tidak Ingin melepasnya.

'I love you, Fonix Alverio Tantra '

1
Riding Storm
Boleh kasih saran?? /Applaud/
Riding Storm: Wkwk, sama aja. Kalau males ya gak bakal ada yang berubah. Semangat, Kak.
Miss Anonimity: Udah lama pengen di Revisi, tapi masih perang sama rasa males.
total 4 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!