NovelToon NovelToon
SABDA ARIMBI

SABDA ARIMBI

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Teen School/College / Diam-Diam Cinta
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: Lel

Bagaimana perasaan kamu kalau teman SMAmu melamar di akhir perkuliahan?
Itulah yang dialami Arimbi, selama ini menganggap Sabda hanya teman SMA, teman seperjuangan saat merantau untuk kuliah tiba-tiba Sabda melamarnya.
Dianggap bercanda, namun suatu sore Sabda benar-benar menemui Ibu Arimbi untuk mengutarakan niat baiknya?
Akankah Arimbi menerima Sabda?
Ikuti kisah cinta remaja ini semoga ada pembelajaran untuk kalian dalam menghadapi percintaan yang labil.
Happy Reading

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

DARI HATI

"Mbek, baju udah gue taruh di kasur!" teriak Sabda yang sudah berganti baju, dan meletakkan kaos serta celana training miliknya sebagai baju ganti Arimbi.

Sembari menunggu Arimbi, Sabda menuju dapur membuat dua mi rebus. Percayalah kondisi hujan deras, paling nikmat makan mi rebus pakai cabe dan telor serta sayur. Sabda membuka kulkas ternyata hanya sayur kol yang tersisa, mungkin Bik Asih belum belanja.

Di rumah ini, Sabda memang tinggal sendiri. Hanya saja untuk urusan kebersihan rumah, Sabda meminta tolong pada Bik Asih, tetangga gang sebelah perumahannya, yang biasa membersihkan dan mengisi telor, mi dan beberapa sayuran, bila Sabda akan pulang.

Mi ready bertepatan dengan Arimbi yang keluar kamar. Rambutnya ia tutup dengan handuk, wajahnya sudah tampak segar, tapi masih cemberut.

"Makan dulu!" Sabda santai saja toh dia gak berniat macam-macam, murni menghindari hujan deras saja.

"Gak dikasih racun kan?"

"Lo kok negatif terus sama gue sih, Mbek!"

"Eh Juned, ini rumah laki. Gue khawatir lah gue bakal lo apa-apain apalagi lewat makanan begini!"

"Lo belum bilang makasih, lo belum bayar bensin," Sabda perhitungan, dan bikin Arimbi melongo. "Ngapain gue ngeracunin lo kalau lo belum bayar semua!" balas Sabda tak kalah jutek.

"Pelit loh ah!" Sabda tertawa saja saat Arimbi tak bisa membalasnya, gadis itu kemudian menggeser mangkuk mi jatah untuknya. Keduanya makan dengan tenang tanpa ada obrolan, malah Sabda sudah membuka laptop entah apa yang sedang ia buka, berupa grafik yang Arimbi sendiri belum pernah tahu.

"Ngapain, Sap?" tanya Arimbi yang sudah selesai makan mi. Mangkunya bersih tinggal kuah saja.

"Kerja!"

"Lo udah kerja?"

"Udah! Sejak SMA malah."

"Masa' sih?"

Sabda hanya mengedikkan bahu tak mau memperjelas lebih detail. Hanya saja Arimbi yang kelewat cerewet, mau tak mau Sabda dengan sabar menjawab pertanyaan gadis itu.

"Emang kamu kerja apa saat SMA? Perasaan lo main futsal mulu."

"Ya masa' gue kerja harus siaran dulu ke semua orang!" Arimbi menahan kesal, beginilah kalau ngomong sama Sabda selalu ada emosi menyertai.

"Jadi kerja apa Tuan Sabda?" tanya Arimbi menahan kesal karena tak kunjung mendapat balasan.

"Kurir laundry!"

"Sumpah?" Arimbi tak percaya, bahkan badannya langsung menghadap kepada Sabda.

"Kenapa?"

"Kapan lo jadi kurirnya?"

"Malam, habis maghrib, tergantung callingan dari pemilik laundry juga. Intinya gue bisa stand by pulang sekolah, dan full kalau weekend.

"Kenapa lo kerja, Sap?" tanya Arimbi yang tak tahu menahu latar belakang keluarga temannya ini. Seingat Arimbi dulu, sang ayah meninggal saat Sabda kelas XI, dan teman sekolah ikut melayat di rumah ini.

"Kerja buat apa sih, Mbek. Kalau gak cari uang!"

"Iya maksud aku kenapa lo sekeras itu cari uang?" Arimbi mendesak terus hingga Sabda gemas.

"Sejak papa meninggal, mama sudah mencari pengganti papa setelah 100 hari beliau. Mama gue cantik, dan jadi istri kedua seorang pengusaha dan sekarang tinggal di Batam."

"Terus?"

"Nabrak lah Mbek!"

"Lo bisa gak sih serius, gue bakal dengar cerita lo!"

"Apa untungnya?"

"Ya gue habis ini juga lulus siapa tahu gue mau kerja kayak lo!"

"Mending jadi istri gue gak usah kerja, di rumah aja sama gue!" Arimbi langsung menggeplak lengan Sabda, cowok itu tertawa saja.

"Cepetan jawab napa si Sab!"

"Sejak mama gue nikah lagi, gue dipaksa untuk hidup mandiri dan kalau bisa mulai bekerja, karena belum tentu suami baru mama mau biayain gue!"

"Jangan-jangan yang di depan pos satpam dulu," Arimbi tiba-tiba ingat. Saat itu hari ekskul, namun Arimbi terpaksa pulang dulu karena nyeri haid, dan saat di depan pos ia melihat Sabda sedang dimarahi oleh seorang ibu-ibu di samping mobil sedan putih mewah.

Sabda mengerutkan dahi, mengingat moment yang diucapkan Arimbi memang pernah terjadi. "Oh itu, iya. Sejak hari itu gue mencari kerja."

"Terus biaya sekolah lo sampai kuliah?"

"Biaya sekolah sampai semester 2 papa tiri gue yang transfer uang ke gue, tanpa melalui mama. Tiba-tiba chat aja dan minta nomor rekening gue!"

"Terus?"

"Ya sebagai laki-laki yang pernah dibuang oleh ibu ya gue juga harus berdiri sendiri, Mbek. Gak mungkin gue mengharap uluran tangan papa tiri gue terus. Gue kerja apa aja yang penting halal, jaga game PS 5 pernah, kurir makanan pernah, cuma gue mulai banyak uang itu saat masuk semester 3 kayaknya. Gue diajak dosen bikin coding, dan gue dapat bayaran yang lebih gede ketimbang kurir."

Arimbi menangis, menepuk lengan Sabda seolah puk puk memberi kekuatan. "Lah kenapa lo nangis, Mbek?"

Arimbi masih menangis bahkan sampai sesenggukkan, "Gue gak nyangka lo sesuah itu, Sap! Terus lo makan gimana?" tanya Arimbi masih menangis, bahkan Sabda ikut mengusap pipi Arimbi pakai tisu.

"Ya pasti jarang makan lah, Mbek. Gue benar-benar harus menghemat uang saat itu. Udah ah jangan nangis, udah lewat juga. Sekarang gue udah lumayan kaya kok."

Arimbi kembali menggeplak lengan Sabda. "Sekaya-kayanya lo, jangan lupain perjuangan lo juga, Sap!"

"Gak bakal lah, Mbek. Gue gak bakal lupa jungkir baliknya hidup gue setelah papa meninggal."

"Papa lo gak ada warisan?" sebuah pertanyaan konyol dari Arimbi, sampai Sabda menonyor kening gadis itu. Bisa-bisanya di tengah acara menangis, bahas warisan. Ya Allah punya teman kok segesrek gini pikirannya.

"Mulut lo, Mbek!"

"Ya gue benar kan, papa lo kecelakaan pasti dapat jasa raharja juga kan? Belum lagi santunan dari perusahaan."

"Lo lupa mama gue mata duitan!"

"Terus lo gak disisain?"

"Di kasih rumah ini, sama tanah belakang!"

Arimbi langsung memeluk Sabda, menepuk lengan Sabda, seolah ikut merasakan kesedihan teman SMAnya itu. Tidak membayangkan bagaimana Sabda sangat terbatas uang yang ia punya, makannya gimana juga.

"Mbek, lo sejak tadi ngancam gue gak boleh macam-macam, tapi lo main peluk aja ah, minggir!" Sabda melepas paksa pelukan Arimbi.

"Gue tuh sedih, Sap. Ya Allah, umur 17 tahun lo harus kerja, sedangkan gue sampai umur segini masih minta sama ibu gue!"

Sabda mengusap kepala Arimbi yang masih tertutup handuk itu. "Emang cewek kan kodratnya minta-minta."

"Enak aja nanti gue juga pengen punya uang sendiri, gak ngandalin uang laki doang!"

Keduanya terdiam sebentar, Sabda meneruskan dengan laptop dan Arimbi membawa mangkuk ke dapur lalu mencucinya.

"Lo ingat gak, Mbek. Saat lo kasih nasi uduk sebelum ujian akhir kelas XII dulu sama beberapa anak termasuk gue?" Sabda mengingat moment ajaib itu.

"Gue pernah ya kasih nasi uduk?" Arimbi sendiri lupa kapan itu. Sabda pun berdecak sebal, biasanya perempuan itu daya ingatnya kuat sekali. Bahkan kalau punya dendam, bakal ingat sampai kiamat, tapi lihatlah Arimbi, ingatannya nol.

"Yang lo bilang heh rakyatku tuan putri membawa sebongkah harapan nasi uduk agar kita siap menghadapi ujian dunia yang fana ini," ucap Sabda menirukan ucapan Arimbi dan sangat persis. Sontak saja gadis cantik itu menutup mulutnya.

"Iya ingat gue sekarang!"

"Kamu tahu, pagi itu adalah pagi yang bermakna bagi gue, Mbek. Gue udah 2 hari gak makan, karena bos laundry gak calling, listrik rumah habis, bensin habis, akhirnya gue gak beli makan, gue mengganjal perut cuma sama air dan roti biskuit harga 1000an. Uang kiriman papa tiri udah gue pakai buat beli formulir masuk kampus, dan pegangan buat tes, gue gak berani ambil uang itu. Saat berangkat sekolah badan gue gemetar, di jalan gue kuat-kuatin, sambil mengadu ke Allah. Ya Allah saya lapar!"

"Sapiiiii!" Arimbi tak kuasa menahan air matanya lagi, sungguh ia tidak mengira nasi uduk yang dibawakan oleh Ibu Arimbi menjadi oase bagi Sabda.

"Makasih ya!" ucap Sabda sembari menepuk lengan Arimbi yang masih menangis.

1
Yunita Dwi Lestari
lanjut kakak
Yunita Dwi Lestari
suka suka /Kiss//Kiss/
lanjut kak
Sheva Linda
bagus bgt ceritanya, karakter Sabda keren, gentle, baik... paket komplit pokoknya
Yunita Dwi Lestari
/Heart//Heart//Heart//Heart/ lanjutt kak
Yunita Dwi Lestari
/Heart//Heart//Heart//Heart/
gojam Mariput
wkwkwk.....sabda gr tuh
gojam Mariput
seindah itu masa kuliah
gojam Mariput
kangen masa2 itu, udah puluhan tahun berlalu. kk othor bikin aku muda lagi nih
Lel: othornya juga sedang mengenang masa muda
total 1 replies
gojam Mariput
serunya masa remaja
Yunita Dwi Lestari
lanjut kak
Yunita Dwi Lestari
lanjut kak/Heart/
Yunita Dwi Lestari
lanjut kak /Heart/
Yunita Dwi Lestari
lanjut kak/Heart/
gojam Mariput
suka banget sama karakter sabda yg strong, manly , visioner
Yunita Dwi Lestari
lanjut kaaakkk /Heart//Heart/
Yunita Dwi Lestari
semangat kak
Yunita Dwi Lestari
kereeen kak
semangat terusss ya /Heart/
Yunita Dwi Lestari
bagus kak 😍😍
lanjut ya kak
semangat
Lel: terimakasih
total 1 replies
Yunita Dwi Lestari
bacaan ringan tp menarik. tidak melulu ttg org pemilik perusahaan n CEO.
Yunita Dwi Lestari
lanjut ya kak. cerita nya ringan tp asik bgt. dr segi bahasa jg menarik.
Lel: terimakasih
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!