NovelToon NovelToon
Istri Muda Paman

Istri Muda Paman

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta Terlarang / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Hasri Ani

Kecelakaan yang menimpa kedua orang tua Mala, membuat gadis itu menjadi rebutan para saudara yang ingin menjadi orang tua asuhnya. Apa lagi yang mereka incar selain harta Pak Subagja? Salah satunya Erina, saudara dari ayahnya yang akhirnya berhasil menjadi orang tua asuh gadis itu. Dibalik sikap lembutnya, Erina tentu punya rencana jahat untuk menguasai seluruh harta peninggalan orang tua Mala. Namun keputusannya untuk membawa Mala bersamanya adalah kesalahan besar. Dan pada akhirnya, ia sendiri yang kehilangan harta paling berharga.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasri Ani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

MAKIN BERANI

Keesokan pagi.

Kemala keluar dari kamarnya. Masih terasa mengantuk setelah kemarin jalan-jalan dan nonton bersama Tama hingga pulang larut.

Setelah memastikan Kemala tidur, Tama pun keluar rumah dan memutuskan untuk tidur di cafe. Ia bersandiwara seolah dirinya ada di luar kota karena yakin, esok pagi istrinya pulang.

Benar saja, Erina pagi itu sudah di rumah dan sedang menyiapkan sarapan.

"Hai, Mala. Selamat pagi, Sayang!" sapa Erina yang begitu cekatan menyiapkan sarapan.

Kemala memaksakan senyumnya. "Pagi Tante. Kapan pulang?" tanyanya seraya mengambil gelas kemudian menuang air dingin untuk melepas dahaganya.

"Jangan minum air dingin, Sayang. Ini masih pagi, nanti pilek lho. Ehm, Tante dari semalam udah pulang. Maaf ya, Tante tinggal kemarin. Kamu gak apa-apa kan di rumah sendirian? Gak nyuruh teman kamu nginep?"

Erina berbicara dengan begitu santai, ia benar-benar pemain ulung. Pandai bersandiwara.

Kemala tersenyum kecut. Dalam hati membatin. 'Pulang malam katanya? Dia pikir aku bodoh? Aku saja

Sama Om pulang jam 12 malam.'

Meskipun sebal, namun Kemala tetap tersenyum. Jika tantenya itu pandai bersandiwara, maka dirinya juga harus lebih pandai dari wanita itu.

"Gak apa-apa kok, Tan. Teman-teman kamarin main, cuman gak nginep aja."

"Oh gitu." Kedua mata wanita itu tertuju pada paha Kemala yang kemerahan. "Eh, paha kamu kenapa, Mala?"

"Oh ini, gak apa-apa kok, Tan. Ini aku ceroboh aja.

Kemarin bikin teh manis terus tumpah. Jadi kena deh," ujarnya santai.

"Ya ampun, Mala. Tante benar-benar minta maaf ya. Coba aja Tante nggak ada urusan, pasti Tante gak bakal ninggalin kamu di rumah dan kamu nggak bakal mengalami musibah ini," tuturnya dengan wajah sendu yang begitu meyakinkan.

Meskipun muak, namun Kemala tetap tersenyum.

"Santai aja, Tante. Udah mendingan kok," ucap Mala.

"Yaudah, aku mandi dulu ya, Tan. Hari ini ada kelas."

"Oke, Sayang. Cepetan ya mandinya, keburu dingin ini sarapannya."

Kemala mengangguk. Ia pun kembali ke kamarnya dan memutuskan untuk mandi. Ia juga baru saja mendapatkan pesan dari Om Tama bahwa pria itu akan segera pulang pagi ini. Om Tama akan bersandiwara seolah dirinya baru saja tiba dari Bandung.

[See you, Om. Akting yang bagus ya. Dia licik dan manipulatif, kita bisa lebih licik dari dia]

Jam menunjukkan pukul tujuh pagi, Kemala sudah siap dengan pakaian casual nya. Rambutnya yang kini dicat kecokelatan itu digelung asal. Ia juga membubuhkan make-up tipis, membuat gadis kampung itu terlihat lebih cantik dan terawat. Belum lagi barang-barang mahal yang dipakainya seperti tas dan sepatu kets. Ia benar-benar menunjukkan siapa dirinya, anak semata wayang dari seorang juragan.

Melihat penampilan keponakannya yang berbeda dan menunjukkan aura yang begitu berkelas, entah mengapa Erina terlihat tidak senang. Namun ia tidak menunjukkan secara langsung. Ia tetap tersenyum, seolah mensupport, padahal dalam hatinya dipenuhi rasa dengki.

"Penampilanmu keren, Mala. Kamu juga potong rambut dan ngewarnain rambut, sepertinya teman-teman barumu membuatmu berubah ya," ucap Erina di tengah sarapan mereka.

"Ya, begitulah. Makanya nanti aku mau minta uang langsung ke mang Asep ya, Tan. Takutnya nanti kalau lewat Tante, mang Asep gak percaya kalau aku banyak kebutuhan."

Mendengar itu, Erina yang saat ini mengontrol keuangan Kemala dibuat terhenyak.

"Eh, kok gitu? Gak usah, Mala. Tante masih bisa

Ngehandle kok. Kamu fokus aja belajar, fokus sama urusan kampus dan senang-senang aja. Urusan duit, biar tetap melalui Tante. Kalau butuh apa-apa, kamu tinggal minta," ucap Erina menolak keinginan gadis itu. Jika keuangan langsung diminta oleh Kemala tanpa melalui dirinya orang tua asuh, ia khawatir tidak bisa lagi menyalip uang itu. Nanti gimana dia bisa bersenang-senang dengan Yudha jika tak ada uang?

Kemala terdiam, namun dalam hatinya tersenyum sinis. Ia pun hanya mengangguk, enggan berdebat lebih jauh. Untuk sekarang, ia iyakan dulu saja. Toh tak lama lagi, Erina akan terbuang bagai sampah. Erina tidak akan mendapatkan apa-apa, bahkan dia akan kehilangan harta yang paling berharga yaitu pasangan yang tulus.

"Om Tama belum pulang?" tanya Kemala pura-pura.

"Belum. Mungkin siang atau sore ini," jawab Erina.

Kemala mangut-mangut. Suasana hening kembali, sebelum akhirnya Erina yang bertanya.

"Ehm, Oh iya... Kamu berangkat naik apa, Sayang?"

tanya Erina saat Kemala selesai sarapan.

"Taksi online paling. Kemarin sih Yola jemput, tapi sepertinya sekarang dia gak masuk. Katanya ibunya sakit," ucap Kemala santai.

Erina menggigit bibir bawahnya, nampak ragu untuk berbicara. Namun ia pun memberanikan diri mengatakan apa yang dia ingin. "Dari pada naik taksi online yang belum tentu aman, bukankah lebih baik beli mobil saja,Mala."

Kemala mengerutkan keningnya. "Beli mobil?"

"Iya, beli mobil. Dengan begitu, Tante bisa antar jemput kamu. Gimana?"

Kemala terdiam. Ia tahu jika antar jemput hanya dijadikan alasan saja. Pada kenyataannya, tantenya itu ingin punya mobil baru untuk dirinya sendiri, atau untuk dipake bersenang-senang dengan selingkuhannya.

"Aku pikirkan nanti, Tante. Ya sudah, aku berangkat ya, Tan. Taksi online nya sudah datang."

Erina mengangguk. Ia menatap kepergian keponakannya dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Ckkk, gadis itu... Sombong sekali dia! Penampilannya juga berubah. Sok kaya, sok ngota. Sial, mana dia hampir aja mau mengelola keuangannya sendiri. Gawat kalau gini terus, aku harus bisa merayunya supaya mengalihkan aset asetnya miliknya itu."

Erina bermonolog sendiri. Pagi itu, kemala sebenarnya tidak diantar ke kampus oleh taksi online, melainkan oleh Tama.

Sebelumnya, Tama ke rumah temannya dulu untuk tukar mobilnya. Dari pada pulang ke rumah dan bertemu dengan Erina yang wajahnya enggan ia lihat itu, mending menjemput Kemala dan mengantarnya ke kampus.

"Ya ampun, Om. Sampai tukar mobil? Niat banget sih," ucap Kemala sambil geleng-geleng kepala.

Tama tersenyum, sebelah tangan menyentuh tangan Kemala lalu mengelusnya dengan lembut. Sentuhan yang membuat jantung gadis itu berdebar gak karuan. Apalagi saat Tama mengatakan sesuatu yang membuatnya makin tersipu, dua sejoli itu benar-benar sedang sekarang.

"Apapun buat kamu, Sayang."

Kemala tersenyum malu-malu, wajahnya merona. Ia tahu ini salah, namun ia tak memungkiri jika dirinya jatuh cinta.

Jam menunjukkan pukul 08.30.

Tama membuka pintu rumah pelan-pelan. Wajahnya dibuat lelah, langkahnya dibuat berat, dan koper kecil di tangan itu seolah jadi bukti bahwa ia baru saja menempuh perjalanan panjang dari luar kota. Tak lama, Erina muncul dari dapur, mengenakan daster hijau toska dan apron kecil. Rambutnya dikuncir, wajahnya dihias senyum hangat.

"Mas!" serunya sambil menghampiri. "Akhirnya kamu pulang. Eummhh, aku kangen," ucap Erina seraya merentangkan kedua tangannya, hendak memeluk sang suami. Namun reaksi Tama sungguh diluar dugaan, pria itu menolak pelukan Erina.

Tama tersenyum tipis. "Aku lelah banget, aku tidur dulu ya," ucapnya lembut kemudian berlalu begitu saja, meninggalkan Erina yang mematung antara bingung dan kecewa.

'Mas Tama pasti capek banget. Gak biasanya dia cuek,' gumamnya.

Di dalam kamar, Tama tersenyum miring menatap pantulan dirinya di cermin. "Dasar wanita penuh drama. Dia pikir bisa menipuku dengan kata-kata manis itu? Memuakkan!"

Tama terdiam sejenak. Ia tersenyum, ternyata Erina percaya begitu saja jika dirinya habis dari luar kota. Andai wanita itu tahu ia justru tidur nyenyak di sofa cafe semalam dan bukan di hotel manapun di Bandung. Tapi ia hanya mengangguk lemah, memainkan perannya seperti aktor kawakan.

Benar kata Kemala, wanita licik itu harus dilawan dengan lebih licik.

Erina beres-beres rumah seharian. Ia tak mau mengganggu suaminya yang sedang tidur. Hingga saat jam menunjukkan pukul satu siang, Tama keluar dari kamarnya. Ia sudah mandi dan rapi dengan setelan celana jeans hitam dan kemeja denim yang membuatnya terlihat lebih muda.

"Mas, mau makan siang?" tanya Erina yang sudah menyiapkan makanan di meja makan.

Tama menggelengkan kepalanya, ia hanya menyeruput tehnya perlahan. "Mas buru-buru. Mau jemput Kemala," ujarnya.

"Lho, tapi Mas kan baru sampai. Mas istirahat aja ya. Nanti biar aku yang jemput Kemala."

Tama menggeleng lembut. "Gak usah, Rin. Kamu juga belum benar-benar pulih. Istirahatlah. Aku sekalian mau cek cafe. Kata si Idoy, ada beberapa bahan yang habis."

Erina berpura-pura kecewa, tapi tetap tersenyum.

"Iya deh... Hati-hati ya, Mas."

Tama menyambar kunci mobilnya, kemudian keluar begitu saja tanpa pamit atau mengecup kening istrinya seperti biasa. Sikapnya memang masih lembut, senyumnya pun manis, namun Erina merasa jika suaminya mulai berubah.

"Ahh, mungkin cuman perasaan aku aja," gumam Erina mencoba berpikir positif.

Siang itu, Kemala duduk di bangku halte dekat kampus. Penampilannya modis, rambut cokelatnya digelung asal, dan raut wajahnya berseri saat mobil hitam berhenti di depannya. Kaca jendela turun perlahan, memperlihatkan wajah Tama yang langsung tersenyum.

"Princess-nya udah nunggu lama?"

Kemala masuk ke mobil dengan langkah ringan.

"Baru aja kok, Om."

Mereka tertawa kecil. Mobil melaju, dan sebelum kembali ke rumah, mereka mampir ke cafe. Tama memeriksa stok dan mengecek laporan keuangan. Setelah selesai, bukannya langsung pulang, ia membawa Kemala ke taman kota yang rindang dan tidak terlalu ramai.

Kemala duduk di bangku taman, menikmati semilir angin yang menyapu lembut rambutnya. Tama datang membawa dua cone es krim cokelat dan vanila.

"Buat kamu," ucapnya sambil menyerahkan satu cone.

"Om tahu aja apa yang aku suka," jawab Kemala,

mencolek es krim dan mencicipinya dengan senyum ceria. "Makasih ya..."

Beberapa menit mereka mengobrol, tertawa kecil membicarakan betapa lucunya Erina dengan segala sandiwaranya. Hingga sebuah momen sederhana berubah begitu in-tim saat Tama menyentuh ujung bibir Kemala dengan ibu jarinya, menghapus noda es krim yang menempel.

"Kamu manis banget," bisik Tama.

Kemala tersenyum malu-malu, kemudian menyenderkan kepalanya di bahu pria itu. "Aku tahu ini salah, tapi aku bahagia, Om..."

Tama mengecup pucuk kepalanya. "Kadang... balas dendam adalah bentuk cinta paling jujur. Karena kita tahu rasanya disakiti."

Sore yang tenang itu menjadi semakin dalam. Bukan hanya karena kemesraan, tapi karena keduanya tahu, hubungan ini bukan sekadar cinta terlarang-ini adalah perang diam-diam yang mereka menangkan bersama.

Dan semakin hari, mereka semakin berani menunjukkan kemesraan. Bahkan tak takut jika nanti

Ketahuan.

Menjelang maghrib, mereka masuk kembali ke mobil.

Dalam perjalanan pulang, Kemala melantunkan lagu pelan dari playlist-nya. Suaranya merdu, membuat suasana makin lembut. Di lampu merah, Tama menoleh.

"Kemala..."

"Hm?"

Tama mendekat, satu tangannya menyentuh dagu gadis itu dan mengangkat wajahnya perlahan. Tanpa banyak kata, bibir mereka bertemu dalam ciu-man lembut dan penuh rasa. Tidak terburu-buru, tidak pula liar-hanya rasa yang ingin dinikmati lebih lama.

Saat ciu-man usai, Kemala tersenyum malu. "Om selalu saja cari kesempatan dalam kesempitan."

Tama membalas dengan tatapan teduh. "Aku ingin kamu tahu... kalau aku bukan hanya ingin balas dendam. Aku juga ingin kamu."

Kemala terdiam, lalu mengangguk pelan. Dalam hatinya, rasa cinta tumbuh bersamaan dengan tekad. Ia tidak akan membiarkan Erina terus berkuasa atas hidupnya.

"Inikah rasanya jatuh cinta. Ya Tuhan, pria dewasa ini benar-benar membuatku makin terlena. Tante Erina... Kamu telah membuang sesuatu yang paling berharga. Aku tidak merebutnya, tapi kau sendiri yang membuangnya."

Sudah seminggu lebih sejak sandiwara itu dimulai.

Tama dan Kemala memainkan peran mereka dengan sangat baik-terlalu baik bahkan. Di hadapan Erina, mereka bertingkah seperti dua orang yang canggung, hanya bertukar kata jika perlu, seolah hubungan mereka tak lebih dari sekadar paman dan keponakan.

Padahal di balik layar, mereka bersekongkol dalam diam.

"Jangan tatap aku terlalu lama," bisik Tama pada Kemala di dapur saat Erina sedang mandi. Tangannya menggenggam gelas, mengisi air putih, tapi matanya menyapu wajah Kemala yang berdiri tak jauh darinya.

Kemala tersenyum samar, matanya tak kalah tajam.

"Om juga jangan terlalu sering keluar kamar tengah malam. Takut ketahuan Tante Erina," gumamnya, pelan namun penuh peringatan.

"Biar saja," balas Tama dengan senyum miring.

Tangannya mencubit kecil pinggang Kemala, membuat gadis itu memekik pelan.

Keduanya selalu seperti itu. Bermesraan dan saling melemparkan godaan di belakang Erina yang merasa semua baik-baik saja. Erina selalu saja merasa jika suaminya setia. Ia juga merasa telah mengelabui suami dan keponakannya itu.

Perselingkuhannya terus berjalan, Erina sering keluar di siang hari Jika Kemala kuliah demi bertemu dengan Yudha. Tanpa Erina sadari, bahwa Kemala dan Tama pun sama-sama sering janjian untuk jalan-jalan bersama. Keduanya tambah dekat, hubungan mereka makin tidak bisa di terima akal sehat. Jika pun nanti ketahuan, mereka gak peduli.

Sambil menyelam minum air, Tama serta Kemala menjalin hubungan dekat dan memiliki misi yang sama. Mereka satu suara: membalas dendam, bukan dengan kemarahan, tapi dengan permainan yang lebih licik.

Hari demi hari berlalu.

Erina tak menyadari betapa dirinya sedang dijebak perlahan. Ia merasa di atas angin. Tama tak pernah bertanya ke mana ia pergi, tak pernah

mempermasalahkan kalau ia pulang larut malam dengan alasan 'arisan', 'teman sakit', atau 'kumpul sama teman'.

Bahkan Tama tak pernah meminta jatah pada Erina.

Hal tersebut membuat Erina terheran-heran. Bahkan saat Erina sendiri yang meminta dan memancingnya dengan mengenakan pakaian sek-si, Tama sama sekali tidak tergoda. Pria itu selalu saja beralasan capek atau sakit kepala.

Namun, sebagaimana biasanya, kebohongan tak akan pernah bisa tidur lama. Ia akan bangun-dan mengamuk.

Malam itu, saat hujan turun pelan-pelan dan angin membuat jendela berderit pelan, Erina terbangun. Ia

Merasa resah. Matanya menyapu sisi ranjang kosong di sebelahnya. Tama tidak ada.

Ia duduk, mendengus pelan. Mungkin ke kamar mandi, pikirnya. Tapi lima menit berlalu. Sepuluh. Lalu lima belas.

Akhirnya ia turun dari ranjang, melangkah pelan keluar kamar.

Langkahnya terhenti di tangga lantai dua. Samar, ia mendengar bisikan. Suara laki-laki. Dan... perempuan.

Napas Erina tercekat. Ia menahan diri untuk tidak buru-buru turun. Dengan langkah hati-hati, ia mengendap ke tepi tangga, mengintip ke ruang tamu yang gelap namun cukup diterangi lampu dapur.

Tama berdiri membelakangi tangga. Di depannya, Kemala. Jarak mereka hanya sejengkal.

Erina menggigit bibir. Suaranya tercekat. Tapi belum cukup bukti. Belum ada yang pasti.

"Oh, ini sih gampang. Kamu tinggal cocokan saja seperti ini," ucap Tama, suaranya rendah namun mantap.

Kemala mengangguk. "Tapi susah, Om. Pelajaran ini yang membuatku pusing tiap hari," ucapnya manja.

Erina langsung berbalik, menahan napasnya agar tak tercekat. Ia kembali ke kamar, tubuhnya gemetar.

Kemala sepertinya hanya bertanya soal pelajaran, namun entah mengapa membuat Erina curiga dan

Terbakar cemburu? Mereka terlalu dekat, Kemala terlalu manja. Untuk pertama kalinya, Erina merasa tidak suka suaminya memperhatikan Kemala seperti itu.

'Apa yang sedang terjadi? Kenapa sakit sekali? Aku memang meminta Tama untuk memperhatikan Kemala, tapi tidak seperti itu.'

Pagi harinya, ia mencoba bertingkah biasa. Memasak sarapan, menyapa Tama dengan senyum seperti biasanya. Tapi matanya tak bisa bohong. Ia mengamati setiap gerak-gerik suaminya. Ia juga mengamati Kemala, yang terlihat sangat kalem pagi itu, bahkan lebih dari biasanya.

"Tumben bangun pagi, Dek?" tanya Tama sambil menyeruput kopi buatan Kemala.

"Aku tidak bisa tidur. Tadi malam... kayaknya dengar suara orang ngobrol di ruang tamu," ucap Erina hati-hati, matanya menelisik wajah suaminya.

Tama menoleh sambil tersenyum tipis. "Oh, itu kan aku sama Kemala. Biasa lah, Kemala dapat tugas di kampusnya. Kenapa, Rin? Kamu terganggu?" tanya Tama dengan santainya.

Kemala ikut tertawa kecil. "Jangan-jangan Tante cemburu? Hahhaa... Aduh, Tante... Aku kan cuman minta bantuan sama Om Tama. Aku bukan tipe cewek yang suka selingkuh loh."

Kemala dan Tama tertawa, seolah kata-kata itu adalah candaan yang menghibur di pagi hari. Namun jawaban itu membuat dada Erina makin panas. Entah mengapa, ia merasa Kemala sedang menyindirnya.

"Mana mungkin Tante cemburu, Neng. Tante cuman bilang semalam gak bisa tidur. Tante senang kamu makin betah disini. Ehm, oh iya, gimana, apa kamu sudah mempertimbangkan soal mobil itu?" tanya Erina mencoba mengalihkan pembicaraan.

Kemala mengangguk mantap. "Oh itu, iya, Tan. Aku sudah mempertimbangkannya. Aku akan segera membeli mobil baru," ucap Kemala yang membuat Erina tersenyum lebar.

Kemala juga tersenyum, namun dalam hatinya bergumam. 'Emangnya Tante pikir mobil itu buat Tante? Enak aja, ya buat aku lah.'

Gadis itu diam-diam membuat SIM. Ia nekat, meskipun sebelumnya masih takut membawa mobil ke jalan raya. Sebelumnya dia sendiri sudah bisa mengendarai mobil, ayahnya yang mengajarkan waktu SMA dulu. Namun Kemala dulu begitu penakut. Tapi sekarang, ia memberanikan diri. Dukungan teman-temannya dan juga Tama tentu menjadi faktor penentu dirinya bisa seberani ini.

Dan lusa, mobil barunya itu akan datang. Kemala ingin melihat reaksi Erina nanti jika tahu mobil tersebut akan Kemala bawa sendiri. Tantenya tidak bisa memakai seenak jidat.

"Tunggu kejutan besok ya, Tan. Ini belum sebanding dengan niatmu yang ingin merebut harta warisan

Peninggalan bapak dan ibu."

***

1
Towa_sama
Wah, cerita ini seru banget, bikin ketagihan!
✨HUEVITOSDEITACHI✨🍳
Ngakak banget!
im_soHaPpy
Datang ke platform ini cuma buat satu cerita, tapi ternyata ketemu harta karun!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!