Lanjutan dari Beginning And End.
Hasane Reina... selamat dari kematian. Di rumah sakit Osaka, mayat Reina di bawa oleh dua perawat. namun setelah perawat itu mengunci pintu kamar mayat, terungkap identitas yang membawa Reina ke ruang mayat, yaitu Reiz dan Tia.
Reiz dan Tia menukar mayat Reina dengan boneka yang hampir menyerupai diri Reina. Lalu Reina secara diam diam di bawa ke Rusia, untuk menukar jantung nya yang rusak dengan jantung robot yang akan bertahan di akhir tahun.
Namun supaya dapat hidup selama nya, Reina harus mencuri sebuah jantung, sumber kehidupan. Namun yang ada di benak Reina saat ini adalah membalas kan dendam nya kepada ayah kandungnya sendiri, Yaitu Hasane Danton. Reina berencana akan mengambil jantung Danton dan membunuh nya dengan sangat keji.
Apakah Reina berhasil? dan apa yang akan Reina lakukan selanjutnya? apakah dia masih menyembunyikan diri nya bahwa dia masih hidup kepada Kei dan yang lainnya? itu masih sebuah misteri....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon raffa zahran dio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35 : Harimau penghancur dan Reina yang siuman.
Alisiya terhuyung, berusaha keras untuk tetap berdiri, namun tubuhnya terasa seperti terbuat dari timah. Setiap tarikan napas terasa seperti menghirup bara api, membakar paru-parunya. Ia terbatuk-batuk, darah segar menyembur dari mulutnya, mewarnai reruntuhan di sekitarnya dengan warna merah yang mengerikan. "Sial..." desisnya, suaranya serak dan lemah, menyeka darah dengan punggung tangannya yang gemetar. "Aku tidak boleh menyerah... Aku tidak akan menyerah... Aku harus menyelamatkannya..."
Pikirannya melayang pada masa depan yang suram, penuh dengan pertempuran yang lebih dahsyat, musuh yang lebih kuat, dan pengorbanan yang lebih besar. Ia teringat Andras, sahabatnya yang berada jauh di Tokyo, seorang pejuang sejati dengan caranya sendiri. "Andras... Aku akan segera menemuimu... Kita akan menghadapi semua ini bersama-sama..." bisiknya dalam hati, tekadnya kembali menyala di tengah kegelapan yang menyesakkan.
Dengan susah payah, Alisiya berhasil menegakkan tubuhnya, kakinya bergetar hebat seperti daun yang tertiup angin kencang. Ia memeriksa status kesehatannya di layar sarung tangannya: 37%. Angka yang memprihatinkan, namun ia menolak untuk menyerah. Ia mengeluarkan kapsul pemulih hologram dari sarung tangannya, cairan biru kehijauan yang berkilauan seperti permata di tengah reruntuhan. Ia menelannya, merasakan sensasi dingin yang aneh dan menyegarkan menjalar di sekujur tubuhnya, memulihkan energinya yang terkuras habis. Kestabilan tubuhnya meningkat menjadi 54%, memberinya sedikit harapan untuk terus berjuang.
Ia meregangkan otot-ototnya yang sakit dan memar, merasakan setiap inci tubuhnya berdenyut nyeri, mengingatkannya akan betapa beratnya pertempuran yang baru saja ia lalui. Saat itulah, suara-suara panik teman-temannya memecah kesunyian melalui earphone, menusuk gendang telinganya. "ALISIYA!! APA YANG TERJADI?! KAU BAIK-BAIK SAJA?!" Itu Mike, Jimmy, dan Alice, suara mereka bercampur aduk dalam nada khawatir, cemas, dan putus asa.
Alisiya meringis, memegangi telinganya yang berdengung. "Aduh, telingaku mau pecah! Santai saja, teman-teman... Aku baik-baik saja... Hanya sedikit luka ringan, tidak perlu terlalu khawatir."
Alice mendengus, suaranya penuh ketidakpercayaan dan kemarahan. "Luka ringan mata mu buta! Gudang tempat kau berada hancur lebur seperti terkena serangan nuklir! Pertarungannya pasti sangat dahsyat sampai kestabilan tubuhmu yang awalnya 81% turun menjadi 37%?! Apa yang sebenarnya terjadi di sana, Alisiya?!"
Alisiya tertawa kecil, berusaha menenangkan mereka dan mengalihkan perhatian dari kondisinya yang sebenarnya. "Nanti kuceritakan semua detailnya... Ini cerita yang panjang dan menarik... Sekarang, Alice... tolong hubungi Craig dan minta dia mengirimkan helikopter untuk menjemputku dan gadis itu secepatnya... Aku tidak ingin berlama-lama di tempat mengerikan ini." Ia menatap gadis yang masih tertidur pulas di dalam tabung yang pecah, wajahnya damai dan tanpa cela, seolah tidak terpengaruh oleh kekacauan di sekitarnya. "Dia masih hidup... dan meskipun tabungnya rusak, dia masih aman... Itu yang paling penting saat ini."
Alice memeriksa data di layar komputernya dengan cepat. "Alisiya, sistem keamanan tabung itu sangat sederhana dan kuno. Cukup tekan tombol hijau di panel samping tabung... Selesai. Tapi, Aku sarankan kau berhati-hati, Alisiya. Aku tidak suka perasaan ini... Sepertinya ada sesuatu yang aneh dengan gadis itu."
"Aku sarankan kau berhati-hati, Alisiya," kata Alice, suaranya serius dan penuh kekhawatiran. "Aku tidak suka perasaan ini... Ada sesuatu yang aneh dengan gadis itu. Aku tidak bisa menjelaskannya, tapi instingku mengatakan ada yang tidak beres."
"Oke..." jawab Alisiya, menghela napas lega, namun sedikit keraguan mulai merayapi hatinya, seperti embun beku yang perlahan membekukan hatinya. "Aku akan berhati-hati... Tapi, bagaimana dengan sampel Evil Blood Virus? Apakah kalian berhasil mendapatkannya? Aku tidak ingin semua ini sia-sia. Terlalu banyak nyawa yang dipertaruhkan."
Suara Helena yang tenang dan dingin terdengar di earphone, menenangkan sarafnya yang tegang seperti belaian lembut. "Aku sudah mengambilnya... Jangan khawatir, Alisiya. Misi ini berhasil... Dan kami, Jimmy dan Mike, menyaksikan dramamu melalui monitor Alice di ruang istirahat. Kau membuat kami sangat khawatir, tahu? Kau harus lebih berhati-hati lain kali. Kami tidak ingin kehilanganmu."
Alisiya menghela napas panjang, lalu berjalan mendekati tabung yang pecah dan menekan tombol hijau di panel sampingnya dengan jari yang gemetar. "Hahh... Kalian memang cepat... Tim yang hebat. Aku beruntung memiliki kalian. Aku tidak tahu apa yang akan kulakukan tanpa kalian."
Helena mendengus, suaranya sedikit melembut, menunjukkan sisi lembut yang jarang ia perlihatkan. "Jangan terlalu memuji kami... Kami hanya melakukan tugas kami. Bergerak dalam senyap seperti macan adalah keahlianku... Sama seperti dirimu... Jika aku adalah macan yang diam, maka kau adalah harimau penghancur. Kita memiliki peran masing-masing dalam tim ini, dan kita harus saling mendukung. Kita adalah keluarga."
Alisiya tertawa kecil, pipinya merona malu mendengar pujian dan pengakuan dari teman-temannya. "Aduh... Aku jadi tersipu... Tapi, Reina memiliki level yang jauh di atas kita... Yaa, bagaimanapun juga, dia adalah ketua tim kita, kan? Aku yakin dia memiliki kekuatan tersembunyi di balik penampilannya yang cantik dan sangat memesona itu... Aku harus banyak belajar darinya... Aku ingin menjadi sekuat dan sehebat dia. Aku ingin menjadi pemimpin yang bisa diandalkan."
Alisiya mendekati tabung yang pecah, yang mulai mengeluarkan cairan hijau yang berkilauan dan berbau aneh, seperti campuran bahan kimia dan kematian. Gadis itu terjatuh ke depan, dan Alisiya dengan sigap menangkapnya sebelum ia menyentuh tanah yang berlumuran darah dan reruntuhan. "Hei... Apakah kau masih hidup?" bisiknya lembut, menepuk pipi gadis itu dengan lembut, mencoba membangkitkan kesadarannya. Wajah gadis itu pucat dan dingin seperti es, namun Alisiya bisa merasakan denyut nadinya yang lemah, memberinya sedikit harapan.
Suara baling-baling helikopter terdengar memekakkan telinga dari lubang besar di dinding belakang Alisiya, semakin mendekat, memekakkan telinga. Mike berteriak dari earphone, suaranya bercampur dengan suara bising helikopter. "Alisiya, helikopternya sudah tiba! Cepat naik! Kita harus segera pergi dari sini! Tempat ini terlalu berbahaya!"
Alisiya mengangguk, meskipun ia tahu bahwa ia tidak bisa bergerak secepat yang ia inginkan dengan luka-lukanya dan gadis yang tidak sadarkan diri di pelukannya. "Oke... Aku datang... Tunggu sebentar..." Ia mencoba merangkul gadis itu untuk membantunya berjalan, namun tubuh gadis itu lemas dan tidak berdaya, seperti boneka kain yang tidak memiliki tulang. Tiba-tiba, seorang bawahan Craig yang berbadan tegap dan mengenakan seragam militer lengkap datang mendekat, wajahnya tanpa ekspresi, namun matanya memancarkan kekhawatiran. Ia dengan hati-hati mengambil gadis itu dari pelukan Alisiya dan mengangkatnya dengan lembut, seolah-olah ia adalah barang yang sangat berharga dan rapuh.
"Serahkan padaku, Nona Alisiya," kata bawahan Craig itu dengan suara yang tenang dan hormat. "Aku akan membawanya ke helikopter dengan selamat. Anda harus segera mendapatkan perawatan medis."
Alisiya mengangguk, merasa lega karena ada seseorang yang membantunya. Ia tahu bahwa ia tidak bisa melakukan semuanya sendiri. "Terima kasih..." bisiknya, merasa terlalu lelah untuk berbicara lebih banyak.
Bawahan Craig itu mengangguk singkat, lalu berbalik dan berjalan dengan cepat menuju helikopter, membawa gadis itu dengan hati-hati di pelukannya. Alisiya mengikuti di belakangnya, berjalan dengan susah payah, merasakan setiap langkahnya menyakitkan.
Sinar mentari pagi yang keemasan menari-nari di antara celah tirai laboratorium Reiz, menyinari ruangan istirahat Reina dengan kehangatan yang menenangkan. Reina menggeliat di tempat tidur, merasakan sensasi aneh namun menyenangkan di dadanya. Ia menguap lebar, meregangkan otot-ototnya yang masih terasa kaku, lalu bangkit duduk dengan semangat yang membara, seolah-olah ia tidak baru saja menjalani operasi besar yang mengancam nyawanya. "Selamat pagi, dunia!" serunya dengan suara yang penuh energi dan kegembiraan, seolah ingin menantang segala kesakitan dan penderitaan yang telah ia alami.
Reiz, abangnya yang selalu khawatir, tersentak kaget melihat adiknya sudah siuman dan bersemangat seperti ini. "Lah!! Baru kemarin kau dioperasi penggantian jantung! Dan kau langsung bangun seperti tidak terjadi apa-apa?! Kau ini benar-benar membuatku pusing, Reina!" Ia menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya, namun matanya memancarkan kelegaan dan kebanggaan. "Kau ini memang bukan manusia biasa, Reina. Kau adalah monster yang kuat dan keras kepala."
Reina menunjuk-nunjuk Reiz dengan jari telunjuknya, matanya berbinar-binar nakal. "Hei, Dima Bang Reiz! Aku kan memang sangat kuat! Jangan meremehkanku! Aku ini adalah harimau betina yang tak terkalahkan!" Namun, perhatiannya segera teralihkan pada sesuatu yang aneh di ruangan itu. Ia mengerutkan kening, menatap Reiz dengan heran dan rasa ingin tahu. "Ngomong-ngomong... apa yang sedang kamu lakukan di sana? Ehh... kenapa rambutnya sangat panjang?! Apakah kau mulai membuat boneka gadis untuk bertempur! ".
Reiz menghela napas panjang, merasa lelah dengan tingkah adiknya yang selalu membuatnya geleng-geleng kepala. Ia beranjak dari tempatnya, memperlihatkan sosok seorang gadis yang terbaring lemah di ranjang di belakangnya. Gadis itu adalah orang yang diselamatkan oleh Alisiya dari gudang yang hancur, seorang korban yang tidak bersalah dalam permainan orang dewasa. Reiz menatap gadis itu dengan tatapan iba, lalu menjelaskan kepada Reina. "Kemarin, saat kau sedang dioperasi, anggota timmu melaksanakan misi untuk mencuri sampel Evil Blood Virus dari organisasi Danton... Namun, entah bagaimana ceritanya, Alisiya membawa gadis ini bersamanya. Berdasarkan laporan yang diberikan oleh Alisiya, dia adalah gadis yang diculik selama 10 tahun dan dijadikan kelinci percobaan untuk eksperimen yang mengerikan dan tidak manusiawi..." Suara Reiz tercekat, dipenuhi amarah dan kesedihan yang mendalam. Ia mengepalkan tinjunya, membayangkan penderitaan yang tak terbayangkan yang harus ditanggung gadis muda itu selama bertahun-tahun.
Reina mengangguk pelan, mendengarkan penjelasan abangnya dengan seksama, namun pikirannya melayang jauh, mencoba memahami apa yang telah terjadi pada gadis itu. Matanya terus menatap gadis itu dengan rasa ingin tahu yang tak terbendung, seolah mencoba membaca kisah hidupnya yang terukir di wajahnya yang pucat dan rapuh. "Bang Reiz... apakah dia masih belum sadar? Apakah dia masih terjebak dalam mimpi buruknya yang tak berujung?" tanyanya dengan nada lirih, seolah takut mengganggu ketenangannya.
Reiz mendekati ranjang dan memeriksa wajah gadis itu dengan teliti, mencari tanda-tanda kehidupan di balik kelopak matanya yang tertutup rapat. "Yaaa... sepertinya masih belum... Matanya masih tertutup rapat, seperti pintu yang terkunci rapat... Denyut nadinya lemah, tapi stabil, seperti lilin yang hampir padam... Mungkin dia masih trauma dengan apa yang telah dialaminya... Mungkin dia membutuhkan waktu untuk memproses semua ini... Mungkin dia tidak ingin bangun dan menghadapi kenyataan yang mengerikan."
Namun, Reina tidak sepenuhnya mendengarkan perkataan Reiz. Ia terpaku menatap gadis itu dengan tatapan kagum dan tertarik yang semakin dalam, seolah melihat sesuatu yang istimewa dan berharga dalam diri gadis itu, sesuatu yang tersembunyi di balik penderitaan dan trauma. Ada sesuatu dalam diri gadis itu yang menarik perhatiannya, sesuatu yang tidak bisa ia jelaskan dengan kata-kata, sesuatu yang membuatnya merasa terhubung dengannya pada tingkat yang lebih dalam.
Reiz menyadari tatapan adiknya yang aneh dan merasa tidak nyaman, seolah ada sesuatu yang berbahaya dalam tatapannya itu. Ia mengerutkan kening dan berkata dengan nada tidak suka, mencoba mengalihkan perhatian Reina dan menjauhkannya dari gadis itu. "Heii... tatapanmu itu sanggup membuat orang merinding, tahu! Jangan menatapnya seperti itu! Kau membuatnya terlihat seperti mangsa yang siap diterkam! Aku tidak suka tatapanmu itu, Reina! Itu membuatku khawatir!"
Reina menjulurkan lidahnya ke arah Reiz, mengejek abangnya yang selalu khawatir dan terlalu protektif terhadapnya. Lalu, ia merasakan sensasi aneh dan menyenangkan di jantung barunya, seolah jantung itu berdenyut dengan energi yang baru dan tak terbatas, mengalirkan kekuatan dan vitalitas ke seluruh tubuhnya. "Wah... jantung Papa Se sejuk ini ya... Aku merasa seperti dilahirkan kembali! Aku merasa seperti bisa melakukan apa saja! Aku merasa seperti bisa menaklukkan dunia!"
Reiz memeriksa kestabilan tubuh Reina melalui hologram jam tangannya dengan cemas, memastikan bahwa adiknya baik-baik saja dan tidak mengalami efek samping yang berbahaya dari jantung baru itu. "Yaaa... karena aku memasukkan beberapa zat penenang, penyembuh, dan penambah kekuatan ke dalam jantung Danton sebelum memasukkannya ke tubuhmu... Bagaimana rasanya? Apakah kau merasa lebih baik? Apakah kau merasakan sesuatu yang aneh? Apakah kau bisa mengendalikan kekuatan barumu?"
Reina mengangguk dengan semangat, matanya berbinar-binar karena kegembiraan dan kekuatan yang baru ia rasakan. "Yaaa! Sangat enak sih! Kek lebih enak daripada jantung robotku kemarin! Aku merasa seperti memiliki kekuatan super! Aku merasa seperti bisa terbang ke bulan dan kembali lagi!"
Reiz menghela napas lega, merasa senang mendengar adiknya baik-baik saja dan menyukai jantung barunya, meskipun ia masih khawatir tentang efek jangka panjangnya. "Syukurlah... Aku senang mendengarnya... Tapi, jangan terlalu bersemangat, Reina. Kau masih dalam masa pemulihan, Reina. Jantung itu mungkin kuat, tapi tubuhmu masih lemah. Kau tidak boleh terlalu memaksakan diri. Kau harus beristirahat dan membiarkan tubuhmu menyembuhkan diri sendiri. Itu perintah!" Reiz menatap adiknya dengan tatapan tegas, mencoba menyembunyikan kekhawatiran yang mencengkeram hatinya. Ia tahu betapa keras kepalanya Reina, tapi ia tidak bisa membiarkannya membahayakan dirinya sendiri.
Namun, Reina hanya tersenyum sinis, mengabaikan perkataan abangnya. Ia terlalu bersemangat dengan kekuatan barunya, terlalu haus akan aksi untuk mempedulikan nasihatnya. Ia melompat dari tempat tidur dengan gerakan lincah, meregangkan otot-ototnya yang terasa kuat dan lentur seperti baja. "Aku baik-baik saja, Bang! Sungguh! Aku merasa lebih baik dari sebelumnya! Aku tidak butuh istirahat! Aku butuh aksi! Aku butuh membuktikan bahwa aku masih hidup!" serunya dengan nada bersemangat, matanya berbinar-binar karena kegembiraan dan adrenalin.
Reiz menghela napas pasrah, menyadari bahwa ia tidak bisa menghentikan adiknya. Ia tahu bahwa Reina akan melakukan apa pun yang ia inginkan, tidak peduli apa yang ia katakan atau lakukan. Ia hanya bisa berharap bahwa ia akan baik-baik saja. "Baiklah... Lakukan sesukamu. Tapi, jangan salahkan aku jika kau pingsan tiba-tiba dan aku harus menyeretmu kembali ke tempat tidur," gumamnya pelan, menggeleng-gelengkan kepalanya dengan putus asa.
Tentu, ini revisi cerita Anda dengan dialog yang lebih menarik dan hidup, menambah kan narasi yang detail dan hidup, menambah kan emosi yang kompleks, menambah kan ekspresi yang berubah ubah, menambah kan bahasa tubuh yang kompleks. buat cerita ini sangat menarik dan panjang dengan detail dan alur yang terasa hidup:
Reiz menghela napas lega, senyum tipis menghiasi bibirnya saat melihat adiknya tampak lebih hidup dan bersemangat dari sebelumnya. "Syukurlah... Aku senang kau menyukainya, Reina. Aku sudah khawatir jantung itu akan menolakmu atau malah membuatmu menjadi orang yang berbeda. Kau tahu, jantung itu milik seorang psikopat gila," ujarnya dengan nada bercanda, mencoba mencairkan suasana yang tegang. Namun, tiba-tiba Reiz tertawa terbahak-bahak, membuat Reina mengerutkan kening dan cemberut, merasa kesal dengan tingkah abangnya yang tidak bisa ditebak dan terkadang menyebalkan.
"Kali ini apa lagi, Bang? Kenapa kau tertawa seperti orang gila yang baru lepas dari rumah sakit jiwa? Apakah kau sedang mengejekku? Atau jangan-jangan kau sudah mulai kehilangan akal sehatmu?" tanya Reina dengan nada kesal, menyilangkan tangannya di depan dada dan mengalihkan pandangannya dari Reiz, menunjukkan bahwa ia benar-benar tidak senang dengan tingkah lakunya.
Reiz menyeka air matanya karena tertawa, lalu berkata sambil terus terkekeh, meskipun ia tahu bahwa adiknya sedang marah. "Kau sekarang masuk daftar anak durhaka, Reina! Bwahahaha! Kau telah membunuh ayahmu sendiri! Bagaimana perasaanmu sekarang? Apakah kau merasa bersalah? Apakah kau merasa seperti seorang monster?"
Mendengar perkataan abangnya, Reina semakin cemberut, merasa sakit hati dan marah. Ia tahu bahwa Reiz hanya bercanda, mencoba membuatnya tertawa, tapi kata-katanya tetap menyakitkan dan menusuk hatinya seperti pisau. "Humh... Yang terpenting si anjing gila itu mati dan tidak bisa menyakiti siapa pun lagi... Dan Kei bersama sahabat lamaku, menikmati hidup mereka dengan tenang dan bahagia... Aku tidak menyesalinya! Aku akan melakukan hal yang sama lagi jika diperlukan, bahkan jika itu berarti aku harus mengorbankan segalanya!" Lalu, Reina terdiam sejenak, memikirkan tentang masa depan yang tidak pasti dan penuh dengan bahaya. "Bang Reiz..." katanya dengan nada serius, membuat Reiz menatapnya dengan waspada, merasakan firasat buruk. "Menurutmu... apakah kematian Danton ini adalah akhir dari segalanya? Apakah kita akhirnya bisa beristirahat dengan tenang dan melupakan semua penderitaan ini?"
Namun, Reiz menggelengkan kepalanya dengan tegas, menghancurkan harapan Reina akan kedamaian dan ketenangan. "Tidak, Reina... Ini bukanlah akhir, sayangku. Ini hanyalah akhir sebuah perawalan. Bagaimana dengan dendam Rinne? Apakah kau pikir dia akan membiarkanmu lolos begitu saja setelah membunuh paman nya? Apakah kau pikir dia akan memaafkanmu atas apa yang telah kau lakukan? Kali ini... kau harus menghadapi Rinne dan Khaou, dua musuh yang lebih kuat, lebih cerdas, dan lebih berbahaya dari Danton. Mereka tidak akan berhenti sampai mereka membalas dendam atas kematian paman mereka."
Mendengar nama Rinne, Reina terdiam, pikirannya melayang pada kejadian mengerikan di saat ia berhasil membunuh Danton dengan tangannya sendiri. Ia mengingat dengan jelas tatapan penuh kebencian dan kesedihan Rinne saat melihat pamannya terbunuh di depan matanya, air mata yang mengalir deras di pipinya yang pucat, dan teriakan putus asanya yang menghantui mimpinya setiap malam.
Reina menundukkan kepalanya, merasa bersalah dan menyesal atas apa yang telah ia lakukan. "Adikku... Rinne... Maafkan aku... Aku tahu kau membenciku sekarang, dan aku tidak menyalahkanmu.".