Devandra pernah menjadi bagian dari kisah masa lalu Audrey. Pernah menjadi bahagia dan sedih hidupnya. Pernah menjadi luka yang sampai saat ini masih membekas.
Audrey sedang berusaha mengobati lukanya, menghilangkan sakitnya. Tapi disaat itu pula Devan hadir kembali.
Apakah Audrey akan menghilang kembali atau menghadapi lukanya agar ia tak lagi mengingat Devandra dihidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Renjana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
2
Audrey menghela napasnya lega. Akhirnya ia ada di dalam taksi online yang dipesannya beberapa saat yang lalu. Audrey tak lagi menatap ke belakang, ia fokus di jalanan.
Setengah jam ia menghabiskan waktu bersama Devandra tentu saja bersama Vivian. Audrey merutuk saat Vivian menawarkan meja mereka untuk Devan. Entahlah, saat ini meski ia tidak secara terang-terangan memusuhi Devan, tapi untuk bertemu kembali juga rasanya Audrey belum bisa.
Devan dan Vivian bisa leluasa mengobrol, tentu saja karena Vivian tidak merasakan bagaimana dirinya dulu dipermainkan Devan. Ya, Devan adalah luka lamanya. Entah takdir apa selanjutnya hingga ia dipertemukan lagi dengan pria itu saat ini tanpa disengaja.
Setelah hujan reda, Audrey tadi memutuskan untuk pulang. Tadinya ia akan pulang bersama Vivian tapi ternyata gadis itu ada keperluan dengan keluarganya sehingga terburu-buru pulang dan menitipkannya pada Devandra! Yang benar saja.
Audrey menggerutu dalam hati. Ia lebih senang memesan taksi online daripada semobil berdua dengan Devan. Devan berkali-kali memaksa ingin mengantar karena rumah mereka searah, Audrey tentu saja menolak.
Bahkan saat Audrey menunggu taksi online di teras kafe, Devan masih menungguinya. Membuat Audrey semakin kesal.
"Kamu pulang aja!" usir Audrey terang-terangan saat Devan mengatakan akan menemani Audrey menunggu taksi online. Ia tak mau terlalu memaksa Audrey untuk ikut dengannya karena berkali-kali Audrey menolak.
"Nggak apa, aku pastikan dulu kamu pulang," ucap Devan dengan senyuman yang dulu membuat Audrey luluh. Tapi sekarang tidak. Audrey segera membuang pandangannya ke jalan, menunggu.
Setelah mobil pesanannya datang, Audrey hanya mengangguk pada Devan dan berlalu dari sana. Dan masih didengarnya saat Devan mengatakan "hati-hati" sesaat sebelum pintu mobil ditutupnya dengan keras.
Audrey kembali menghela napasnya. Kenapa dia hrus bertemu Devan hari ini? Padahal selama ini ia berusaha melupakan nama itu.
"Sudah sampai mbak!" supir taksi mengingatkan. Audrey tersentak, selama diperjalanan ia melamun. Setelah membayar, Audrey turun dan masuk ke rumahnya.
"Sudah pulang? Mana Vivian?" tanya mama Rena saat melihat Audrey pulang.
"Vivian kirim salam, nggak jadi nginep di sini. Tadi di telpon sama om. Nggak tau ada apa," ucap Audrey. Mamanya mengangguk.
"Ya udah, mandi dulu," ucap mamanya. Audrey mengangguk dan berpamitan ke kamarnya.
Audrey membanting tubuhnya ke kasur. Mengingat pertemuannya dengan Devan. Sekuat apapun ia menolak tapi bayangan Devan selalu hadir. Senyumnya masih teringat jelas bahkan aroma parfum maskulinnya masih samar tercium. Audrey mengusap wajahnya dan memaksa dirinya bangkit menuju kamar mandi. Ia harus bisa sekali lagi melupakan Devan.
Audrey memakan makanannya dengan malas. Ia kehilangan selera makan.
"Kamu kenapa? ada masalah?" tanya mamanya. Audrey menggeleng.
"Masih kenyang ma, maaf. Tadi ngobrol sambil makan dengan Vivian sampai penuh perut Audrey," ucap Audrey.
"Padahal mama nungguin dia datang, jadi masak agak lebih. Nah ini makanannya mau digimanain?" ucap mamanya.
"Kasih ke tetangga aja ma," ucap Audrey.
"Nah benar! Kamu antarkan nanti ke rumah tante Oliv ya!" ucap mamanya senang.
"Tapi ma..."
"Bantuin yah! Mama capek loh abis masak tadi," Audrey akhirnya mengangguk saat melihat mamanya. Andai saja ia sanggup, ia lebih memilih menghabiskan makanan itu sendiri daripada harus ke rumah tetangganya.
Tante Oliv itu baik dan ramah. Audrey menyukainya tapi tidak dengan anaknya. Audrey kembali merutuk dalam hati. Setelah bertemu dengan Devan kini ia harus berhadapan dengan Egi tetangganya. Semoga anak itu tidak di rumah.
Audrey membawa baki berisi makanan yang masih hangat ke sebelah rumahnya sambil berdoa semoga anak itu tidak di rumah. Audrey mengetuk pintu dan mengucapkan salam. Pintu terbuka dan orang yang tidak diharapkan yang membuka pintu dengan tersenyum lebar.
"Audrey! Ayo masuk!" ucap Egi mempersilahkan Audrey masuk.
"Tidak usah! Aku hanya mengantar ini disuruh..."
"Siapa Gi?" tanya Oliv, ibu Egi.
"Calon mantu mama nih datang, bawain makanan," ucap Egi. Audrey melotot kesal.
"Ayo masuk dulu Drey!" ucap tante Oliv.
"Nggak usah tante, cuma mau antar ini aja," tolak Audrey.
"Udah sini! Ayo masuk sebentar! Tante ada perlu sama kamu kebetulan kamu datang," Oliv menarik tangan Audrey setelah menerima baki dari Audrey.
"Wah enak nih! Makanan calon mama mertua emang selalu enak," ucap Egi yang mencicipi makanan yang Audrey bawa. Audrey mengabaikan pria itu sambil duduk meja makan.
"Kamu udah makan? Mau aku suapin?" tanya Egi menyodorkan sesendok makanan.
"Nggak! Aku udah makan!"
"Dih ketus amat. Kamu kapan bisa masakin aku makanan lagi?" tanya Egi.
"Nggak akan lagi!" jawab Audrey.
"Kenapa calon istri?" tanya Egi sambil tersenyum jahil.
"Stop memanggilku seperti itu!"
"Seperti apa?"
"Ya itu, yang tadi.. " ucap Audrey.
"Iya, yang mana satu?" tanya Egi.
"Calon istri!"
"Ohhh jadi kamu maunya dipanggil apa? Sayang? Cinta? Istriku?"
"Egi!" Audrey memanggilnya dengan kesal. Egi hanya terkekeh.
"Kamu kenapa sih jutek gitu? Aku kan nanya baik-baik mau dipanggil apa," ucap Egi.
"Audrey aja bisa kan?"
"Nggaklah," jawabnya cuek.
"Audrey, coba lihat ini! Kemarin tante tu belanja liat dress ini lucu deh. Kan tante nggak punya anak perempuan cuma gemes aja liatnya. Terus keinget kamu. Kayaknya pas, cobain dulu," ucap Oliv menyodorkan sebuah dress berwarna biru.
"Cantik warnanya tante," ucap Audrey.
"Iya kan? Tante aja langsung naksir liatnya. Cobin dulu sana di kamar," ucap Oliv.
"Di kamar aku aja Drey!" ucap Egi, yang langsung meringis karena Oliv memukul bahunya dengan keras.
Audrey mencoba dress yang dibelikan Oliv. Memang pas dibadannya. Tidak terlalu pendek juga. Audrey menyukainya.
"Cantik banget kamu Drey," puji Oliv.
"Terimakasih tante," ucap Audrey malu-malu.
"Waaah aku nggak salah pilih kan ma," ucap Egi menerobos masuk ke kamar. Audrey mendengus.
"Sana keluar!" usir Audrey.
"Lah kenapa?" tanya Egi.
"Aku mau ganti baju!" ucap Audrey.
"Udah gitu aja lah!" ucap Egi santai.
"Nggak ah, aku mau pulang!" ucap Audrey. Egi menahan tangan Audrey.
"Ayolah, sesekali kita jalan. Mumpung dressnya udah kepake," ucap Egi.
"Nggak ah, aku capek!" ucap Audrey.
"Egi! Kamu ini ya. Udah sana keluar. Audrey capek itu, " ucap Oliv. Egi hanya tersenyum.
"Iya tapi janji ya kapan-kapan kita jalan, kamu pake dress ini," ucap Egi.
"Nggak janji ya," ucap Audrey.
"Hmmmh... Iya deh!" Egi pasrah mendengarnya. Oliv dan Audrey tersenyum melihat Egi.
Setelah melipat dressnya, Audrey pamit pulang diantar oleh Egi yang ngotot mengantar Audrey pulang.
"Drey... Aku serius. Tipe cowok kamu gimana?" tanya Egi.
"Laki-laki bertanggung jawab," ucap Audrey.
"Gitu aja?" tanya Egi. Audrey mengangguk.
"Nggak ada kriteria khusus Gi, udah males berekspektasi yang ujung-ujungnya nggak sesuai dengan hati. Biarin aja apa adanya," ucap Audrey.
"Kalo kita jalanin aja sampe aku lamar kamu gimana?" tanya Egi serius.
"Maksud kamu?"