"Patuhilah semua peraturan, hanya enam bulan, setelah itu kau bebas melakukan apapun."
"Nona, terimalah. Setidaknya Anda bisa sedikit berguna untuk keluarga, Anda."
Ariel dipaksa menikah dengan Tuan Muda yang selama bertahun-tahun menghabiskan waktunya di kursi roda. Enam bulan, inilah pernikahan yang sudah terencana.
Hingga waktunya tiba, Ariel benar-benar pergi dari kehidupan Tuan Muda Alfred.
Di masa depan, Ariel kembali dengan karakter yang berbeda.
"Kau, masih istriku, kan!"
"Tuan, maaf. Sepertinya Anda salah mengenali orang!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon acih Ningsih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 02. Dia Lumpuh, Tidak Sesempurna Dulu
Kediaman Smith, seketika sunyi senyap seperti tidak ada kehidupan yang mengisi. Padahal, baru beberapa jam yang lalu semua riang, tertawa dan bahagia, jutaan kata yang berisi pujian untuk calon Tuan Muda terpilih kini tidak lagi terdengar.
Lenyap dalam sekejap.
Juru bicara keluarga Smith, mengumumkan kabar memilukan yang menimpa Tuan Muda Alfred. Sedih sudah pasti dirasakan oleh orang-orang yang benar-benar menyayangi Alfred dengan tulus. Tapi tidak dengan penghuni yang bermuka dua, ucapan duka kesedihan, sesal dan berbagai kata iba diucapkan seolah menggambarkan isi hatinya yang benar-benar hancur. Tapi ini hanya ucapan yang terlahir dari hati yang berdusta. Nyatanya, kabar kecelakaan Alfred adalah hadiah paling indah dari Tuhan untuk mereka yang yang membenci pemuda itu.
“Kakak, sebagai seorang ibu aku sangat mengerti perasaanmu. Kenapa Tuhan memberikan kemalangan ini pada Alfred. Aku tidak bisa membayangkan apa anak tampan itu sanggup mendengar kabar mengerikan dirinya,” selir atau istri kedua Marion, memeluk wanita yang dia sebut kakak. Bermaksud menenangkan dan menghibur.
Tapi...tidak ada penghiburan apapun yang bisa menanggalkan kesedihan seorang Ibu, jika itu menyangkut nasib buruk anaknya.
“Aku tidak tau apa yang harus aku lakukan. Jika bisa, aku ingin menukar nyawaku asal Alfred bisa sembuh seperti sedia kala,” Ayunda tersedu dengan mata yang sudah sangat sembab di pelukan adik madunya, ini hari paling buruk dan meyakinkan baginya.
“Aku mengerti perasaanmu kak, kita akan sama-sama memberi pengertian pada Alfred, untuk dia bisa menerima takdir hidupnya. Karena biar bagaimanapun juga, ini kehendak Tuhan."
Di rumah sakit
Ruangan yang hanya terdengar suara dari alat medis yang terhubung di badan Alfred terdengar menyayat hati, ditambah, adanya seonggok tubuh yang terlihat sangat menyedihkan, tidak berdaya. Pemuda yang selalu dipuji tampan itu masih belum sadarkan diri, dia juga belum tahu apa yang sudah terjadi pada dirinya.
Milea, beberapa kali mengusap air mata di sudut matanya, ia terpukul sangat terpukul.
Pemuda itu sudah berjanji akan menemuinya tapi kini dia yang harus menemui Alfred di rumah sakit dalam keadaan yang menyedihkan.
“Milea, keluarlah, papa ingin bicara denganmu,” Paul, sudah meraih tangan anaknya yang terlihat sangat rapuh.
“Aku ingin menemani Alfred sampai bangun, Pa. Dia pasti sangat kesakitan dan ketakutan, aku harus selalu berada disisinya.” Milea kembali mengusap air matanya, menolak ajakan, Paul.
“Milea, apa kamu sudah mendengar apa yang terjadi pada Alfred, pasca kecelakaan ini?”
Milea menoleh, menatap penuh tanya pada Paul, ayahnya, “Maksud, Papa?”
“Ikutlah denganku, setelah itu kamu bisa putuskan sendiri untuk kedepannya.”
Kali ini Milea mengangguk patuh, sebelum pergi meninggalkan kekasihnya, gadis itu berbisik lembut di telinga Alfred, “Aku tinggal sebentar ya, aku berjanji akan segera kembali.”
Janji yang diucapkan gadis itu langsung diuji, sesaat setelah Paul menjelaskan jika Alfred tidak seistimewa dulu, dia tidak sehebat dulu. Di masa depan, lelaki itu hanya akan menjadi pecundang yang hanya bisa menghabiskan waktunya di kursi roda tanpa bisa melakukan apapun.
“Ti…tidak…tidak mungkin, itu pasti tidak benar,” dengan suara bergetar, Milea membantah apa yang Paul sampaikan, dia yakin kekasihnya akan baik-baik saja.
“Milea, Alfred lumpuh selamanya tanpa bisa disembuhkan dengan pengobatan apapun, ini fakta, bahkan dokter menyarankan untuk melakukan amputasi pada kedua kakinya. Selain itu, Alfred juga menjadi tidak berguna sebagai pria sejati, dia mandul tidak akan bisa memberikanmu keturunan.”
Bagai dihajar batu besar, Milea hancur berkeping-keping.
Paul merengkuh pundak anaknya, “Sayang, aku sudah mengatakan yang sejujur-jujurnya tentang kondisi Alfred, sekarang terserah padamu. Apa kamu masih ingin meneruskan perjodohan ini atau membatalkannya, kamu putriku satu-satunya yang sangat berharga, apa kamu bersedia hidup dengan lelaki yang tidak berdaya seperti, Alfred? Sementara diluar sana, banyak pemuda hebat yang menginginkanmu.”
Mata gadis itu berkaca-kaca, bibirnya terbuka ingin mengatakan sesuatu namun tidak terlepas karena pikiran dan jiwanya sedang berperang hingga Milea sulit untuk mengucapkan apa yang ada di hatinya.
Beberapa saat terdiam dengan hati hancur, Milea akhirnya memutuskan pergi dari sana. Meninggalkan Alfred dan janji yang sudah diucapkan. Sampai tiga Minggu lamanya, Milea tidak pernah lagi mengunjungi Alfred yang masih koma.
Puluhan kali Ayunda meminta gadis itu datang, guna memberi semangat untuk Alfred agar pemuda itu segera sadar dari komanya, tapi puluhan kali juga Milea menolak dengan berbagai alasan.
Hingga di minggu ke empat setelah kecelakaan, akhirnya Tuan Muda Alfred, terbangun. Wajahnya sangat pucat. Ayunda yang sudah satu bulan berada di rumah sakit menemani anaknya, bergegas memanggil Dokter dengan perasaan senang.
Alfred masih belum sadar sepenuhnya, dia masih belum memahami situasi saat ini.
“Alfred sayang, aku senang akhirnya kamu bersedia membuka mata untuk mamamu ini, mana yang sakit, nak?” Ayunda bertanya dengan menggenggam erat telapak tangan putranya, sesaat setelah Dokter melakukan pengecekan.
“Mama!” Panggil Alfred lirih, nyaris tidak terdengar.
“Iya sayang, mama disini.”
“Nyonya Ayunda, bisa ikut saya sebentar,” panggil Dokter.
Ayunda menoleh, “Tentu dok,” dan kembali pada anaknya, “Sayang tunggu disini. Suster akan menemanimu.”
Selepas kepergian Ayunda dan Dokter, Alfred yang mulai mengingat sedikit kecelakaan yang menimpanya, menyadari jika dia sedang tidak baik-baik saja.
Tapi…alih-alih mengkhawatirkan kondisinya sendiri, Alfred justru teringat akan janjinya yang ingin menemui Milea.
Pesta…Milea….
“Suster, ini jam berapa?” Tanya Alfred, khawatir. Dia takut kekasihnya marah jika dia sampai terlambat datang.
“Jam delapan pagi, Tuan. Apa Anda mengingat sesuatu?”
Jam delapan pagi....“Ya, saya harus bertemu seseorang!”
“Syukurlah jika Anda sudah banyak mengingat, tapi sekarang Anda harus beristirahat terlebih dahulu, setelah sehat Anda bisa menemui orang tersebut.”
“Tidak, saya harus bertemu dia sekarang,” tolak Alfred, dia juga membuka selimut yang menutupi kakinya. Tapi, saat ingin menurunkan kedua kakinya yang dulu sangat kokoh kini terasa sulit dan teramat berat.
Dan disaat itulah Alfred menyadari sesuatu yang sangat buruk terjadi pada kakinya.
….
Satu bulan….
Alfred nyaris tidak percaya saat Ayunda dan Dokter mengatakan jika dia sudah satu bulan terbaring di sana.
Dengan sangat berat hati juga air mata yang mengalir tanpa henti dari kedua mata, Ayunda dan Dokter, menyampaikan kondisi Alfred yang sesungguhnya pasca kecelakaan itu.
Ayunda langsung memeluk anaknya, “Jangan khawatir nak, bagaimanapun keadaanmu, di mataku kamu tetap Alfred yang dulu, tidak ada yang berubah.”
Dalam pelukan ibunya, Alfred diam membisu tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, telinganya kini berdengung setelah mendengar penjelasan Dokter.
Tatapan pemuda ini tiba-tiba kosong, dia tidak menunjukkan ekspresi apapun selain diam tak bergeming.
“Alfred! Percaya padaku, tidak akan ada yang berubah setelah ini.” Ayunda mengusap lembut wajah anaknya.
“Nyonya, sebaiknya biarkan Alfred, beristirahat,” saran Dokter yang melihat gelagat tidak baik dari pemuda itu.
“Iya, Anda benar Dok.”
....
Di rumah utama Keluarga Smith.
Semua keluarga besar berkumpul, juga para tetua Keluarga,ereka tengah membahas Alfred.