Cita-cita adalah hal mutlak yang harus dicapai. Sedangkan, prinsipnya dalam bekerja adalah mengabdi. Namun sebagai gadis miskin tanpa pendidikan penuh ini — pantaskah Meera menjadi sasaran orang-orang yang mengatakan bahwa 'menjadi simpanan adalah keberuntungan'?
Sungguh ... terlahir cantik dengan hidup sebagai kalangan bawah. Haruskah ... cara terbaik untuk lepas dari jeratan kemalangan serta menggapai apa yang diimpi-impikan — dirinya harus rela menjadi simpanan pria kaya raya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sintaprnms_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
2 : Membuat Kesalahan Lagi.
2 : Membuat Kesalahan Lagi.
“Bicara — yang jelas, Meera.”
Ya. Aku juga mau bicara jelas! Tapi — gimana caranya?! Meera menunduk dalam. Tangannya mencengkeram kuat apron yang masih digunakan. Tangan sudah basah, karena ia benar-benar panik. Di otaknya tersusun nominal ratusan dari harga vas bunga itu. Ya ampun, apa gajinya masih tersisa jika mengganti vas itu?
“Kamu mendadak bisu?”
Deg. Astaghfirullah. Bagaimana bisa ia lupa sejenak, bahwa dirinya sedang dihadapkan oleh Tuan Abhimana? “Saya — saya tidak akan minta maaf. Saya tahu, Tuan tidak suka mendengar itu. Maka saya meminta izin untuk digantikan saja dengan hukuman, supaya saya merasa jera.”
“Hukuman?” ulang Tuan Abhimana.
Meera mengangguk. “Ya, Tuan. Hukuman. Ka-rena saya rasa, saya tidak akan sanggup mengganti vas bunga yang tanpa sengaja saya pecahkan.”
“Vas bunga?” desis Tuan Abhimana. Meera pikir, sudah selesai bicara. Tetapi langkah kaki itu kian mendekat. Bahkan apa-apaan? Tuan menginjak serpihan vas yang pecah. Kaki itu, jelas saja akan terluka! “Kamu — ingin dihukum hanya karena vas bunga itu?”
Ya. Lalu apa?
“Kamu benar-benar nggak memikirkan kesalahanmu?”
Meera merasa dirinya sudah mengumpulkan keberanian. Maka ia langsung menatap pada mata Tuannya. “Kesalahan saya. Yang pertama, saya tidak sigap melakukan tugas untuk membersihkan kamar Tuan dan menyambut kepulangan Tuan. Lalu yang kedua, adalah memecahkan vas bunga. Saya … sangat sadar dengan segala kesalahan saya.”
“Bagus. Tapi apa yang kamu pikirkan?”
Pertanyaan macam apa ini? Meera tidak tahu harus menjawab apa?
“Jika vas bunga itu seharga dengan upah kerjamu satu bulan. Bukankah berarti kamu bersedia, dihukum seberapa berat seperti yang kamu pikirkan?” sambung Tuan Abhimana.
A ... pa? Beneran? Vas bunga aja seharga satu kali gajiku? Ya Allah … Meera memberanikan diri menjawab, lagi. Namun kali ini dengan menunduk. “Saya — siap dihukum dengan hukuman apa pun, Tuan. Tapi … untuk upah saya … saya mohon jangan mengambil seluruhnya untuk mengganti vas bunga. Tolong izin saya untuk membayarnya secara bertahap.”
“Bisa gila,” gumam Tuan Abhimana, yang melesat pergi melewati dirinya dengan telapak kaki yang jelas terluka.
“Tuan —“
Tuan Abhimana memotong, “Berhenti bicara. Bereskan itu semua.”
“Tapi kaki Tuan —“
“Peduli apa kamu?”
Tuan Abhimana benar-benar menuruni anak tangga dengan kaki yang terluka. Kenapa sih Tuan bersikap kayak gitu? Meskipun dia marah. Dia kelihatan canggung. Kayak … apa karena kita pernah satu sekolah? Tanda tanya besar memenuhi otak. Dan sebaiknya ia cepat membersihkan pecahan vas ini, lalu menghampiri Tuan demi memastikan bahwa kaki Tuan baik-baik saja.
Masalah dengan vas bunga sudah selesai, Meera tergesa-gesa turun. Saat dari atas ia dapat melihat Tuan Abhimana duduk di kursi kolam dengan kaki yang menggantung. Dan dengan berbekal P3K ditangan, Mesya menghampiri Tuannya, langsung duduk di bawah.
“Siapa yang suruh kamu ke sini?” Pertanyaan itu terlempar. “Saya nggak merasa memanggil kamu.”
“Tuan memang tidak memanggil saya. Tapi — saya tahu bahwa kaki Tuan terluka akibat ulah saya.” Meera dapat melihat jelas luka panjang di telapak kaki Tuan Abhimana.
Dengan cekatan Meera membalut luka sempurna menggunakan perban. Tuan Abhimana sama sekali tidak meringis sakit. Padahal dalam pandangannya, jelas saja ini sakit sekali. Setelah selesai, Meera masih meletakkan P3K di lantai, tetapi ia berdiri dan berkata, “Tuan … saya minta maaf.”
“Kalau kamu minta maaf hanya untuk perkara vas bunga. Pergi dari hadapan saya sekarang,” ungkap Tuan Abhimana.
Meera menggeleng. “Saya … meminta maaf untuk segala kesalahan saya, Tuan. Saya mohon — Anda memaklumi saya. Meskipun dirasa kurang sopan saya meminta seperti ini. Tapi saya rasa ini lebih baik, dibandingkan saya yang terus menerus melakukan kesalahan tanpa kejelasan yang Tuan tahu. Karena ini — masih kali pertama bagi saya, bekerja khusus melayani seseorang."
“Kamu sedang mengajak saya bernegosiasi?”
Meera menatap dengan menggeleng. “Saya tidak berani, Tuan. Saya ... hanya meminta sedikit pengertian saja dari Tuan, bukan bermaksud seperti itu.”
Tuan Abhimana berdiri tiba-tiba. “Negosiasi diterima. Asal kamu nggak melalaikan pekerjaan lagi, saya bisa menerima itu. Atau sebenarnya … tugasmu terlalu sulit sampai berat hati sekali kamu mengerjakan?”
Dengan cepat Meera menggeleng, lagi. “Tidak sama sekali, Tuan. Pekerjaan saya mudah. Namun saya yang lalai.”
Tuan Abhimana berjalan melewati diri ini. Namun belum lima detik berlalu langkah terhenti dan Tuan Abhimana berkata, “Saya dengar, kamu punya kesibukan setiap Minggu?”
Kesibukan? Maksudnya? Aku bingung. Tuan lagi bicara soal apa? Meera menunduk. Otaknya memproses, kesibukan apa yang sedang dibicarakan ini?
“Di Malang,” imbuh Tuan Abhimana.
Ah, Tuan tanya soal les ku? Meera menjawab, “Iya, Tuan. Saya harap Miss Ferdina sudah menjelaskan itu.”
“Sudah.” Tuan Abhimana tiba-tiba berbalik. “Kamu berangkat sore, kan? Sekitar jam lima?”
“Iya, Tuan.”
Langkah itu, terdengar mendekat. “Siapkan makan sore saya sekarang. Dan setelah itu, kamu siap-siap. Jam empat sekalian saya antar kamu ke Malang.”
Meera terkejut. Tidak-tidak. Semua bisa menjadi salah paham. “Tidak usah, Tuan. Saya –“
“Kamu berani menolak?”
Ya ampun. Semua serba salah. “Saya tidak berani, Tuan.”
“Yasudah. Siapkan makan. Dan standby jam 4,” titah Tuan Abhimana.
📍 Kebun Bunga.
Meera mendatangi Mah Lilin untuk meminta kembali bunga yang telah patah akibat kecerobohan diri. Dan ya … apa yang dikatakan Mah Lilin selain menasihati dirinya bahwa berhadapan dengan Tuan Muda Abhimana adalah dengan kesabaran?
Ya, kesabaran.
“Terus gimana, Nduk? Kamu disuruh ganti?”
Kursi pendek kayu itu — Meera gunakan untuk duduk. “Aku harap sih enggak ya, Mah. Soalnya vas itu kelihatan mahal, dari marmer kayaknya.”
“Meskipun kelihatan galak ya, Nduk. Tuan itu ndak tegaan sebenarnya. Cuma ya kamu jangan nguji kesabaran Tuan, bisa marah beneran Tuan,” ujar Mah Lilin.
“Astaghfirullah, Mah. Siapa yang niat nguji? Aku itu kaget, karena tiba-tiba pintunya ke buka. Belum lagi Tuan, dia tiba-tiba jalan nginjak bekas pecahan vas —"
Mah Lilin yang tadinya fokus memotongi daun bunga mawar, kini beralih menatap Meera dengan menyanggah, “Gimana, Nduk? Nginjak pecahan vas? Terus gimana kakinya Tuan? Apa ndak luka?”
“Ya … luka sih. Terus tadi sempat aku obatin, cuma … ya gitu, Mah.”
Keranjang rotan itu, yang dipegang Mah Lilin telah penuh dengan bunga baru. ”Gitu gimana, Nduk?”
“Masa tiba-tiba Tuan maksa antar aku ke tempat les.”
Kening Mah Lilin mengerut. “Maksa? Jangan ngada-ngada kamu. Tuan itu menawarkan, Nduk. Sebagai pelayan, kalau Tuan kita baik itu harusnya kamu bersyukur dan terima, ndak usah berpikir yang jelek-jelek. Mah Lilin ini — juga pernah diantar sama Tuan ke Malang, Nduk. Buat beli biji bunga. Sudah ta kamu terima, lumayan kan hemat ongkos berangkat.”
“Iya deh … yaudah Mah, aku masak dulu,” pamit Meera.
Saat Meera ingin pergi, Mah Lilin menahan. “Nduk - Nduk.”
“Ya, Mah?”
“Jangan lupa Kakakmu dikabarin.”
Ah, iya … Kak Seno. “Nggih, Mah. Nggak lupa kok.”
...[TBC]...
1050 kata, kak. Jangan lupa tekan like, Qaqaq 😭🤍
Nduk/Genduk/Cah Ayu : panggilan sayang ke anak perempuan.
Ndak : tidak.
• Latar cerita adalah Batu/Malang, Jawa Timur. Jadi ada beberapa Bahasa Jawa yang akan sering digunakan.
• Setelah membaca ulang WIYATI aku sudah menemukan nama Meera adalah Meera Pratiwi. Karena menurutku kurang cocok, maka diputuskan untuk mengunakan nama Meera Larasati saja. Tidak papa, kan? Tidak akan mengubah isi cerita, atau bahkan sifat juga perilaku Meera. (Lain kali sebagai penulis aku akan lebih teliti dan mencatat hal-hal penting. Nama panjang Meera di WIYATI juga sudah aku edit ulang diganti Meera Larasati)
btw abhimata kocak banget si😂, cocok nih iya sama lu nai, jodoin bhi mereka, btw lagi udah akrab banget lagi sama dahayu romannya🤭
pesannya, yg nerimah sama faham beda ya bi🤭
btw iya juga ya, gak mungkin juga kan langsung jatuh cinta, untuk yg setara juga gak selalu apalagi ini beda kasta,, selalu menarik cerita KA Sinta😊, ok KA Sinta lanjut, penarikan ini jalan cerita bakal gimana,
ini demam kecapean+liat Meera kembenan🤦🤣
btw bhi baju begitu malah lucu bagus Anggunly, estetik, dan syantik 🥰 KA Shinta banget ini mah🤭
Abhimana semangat makin susah ini romannya buat deketin kalo begini ceritanya 🤭
tapi kita liat KA Shinta suka ada aja jalannya🤭😅