Setelah berhasil kabur dari Ayah angkatnya, Iyuna Marge memutuskan untuk bersekolah di sekolah elite school of all things Dengan Bantuan Pak kepala yayasan. Ia dengan sengaja mengatur nilainya menjadi 50 lalu mendapat kelas F. Di kelas F ia berusaha untuk tidak terlihat mencolok, ia bertemu dengan Eid dan mencoba untuk memerasnya. Begitu juga beberapa siswa lainnya yang memiliki masa lalu kelam
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggara The Blukutuk³, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permainan dan Panggilan Misterius
"Hiyah" Gumam Sherin sambil menekuk kedua lututnya, tubuhnya condong ke depan dengan kedua lengan terentang lurus membentuk platform yang kokoh, melakukan passing bawah ke bola yang mengarah kepadanya dengan gerakan yang terlatih dan presisi sempurna.
Yeah, mereka saat ini sedang bermain voli di tepi pantai dengan net yang terpasang tegak di atas pasir putih yang hangat.
Rakha melompat tinggi dengan kaki kiri yang menolak keras ke pasir, tubuhnya melayang sesaat di udara sebelum tangannya mengayun dengan kekuatan penuh dan men-smash bola itu ke arah Iyuna dengan kecepatan tinggi, "terima ini!" teriaknya sambil mendarat dengan kedua kaki yang menghentakkan pasir.
Iyuna dengan santai mengangkat kedua tangannya ke atas, jari-jarinya membentuk cekungan sempurna di atas kepala, melakukan passing atas dengan gerakan yang halus dan mengarahkannya ke Sherin dengan akurasi yang mengagumkan. Sherin langsung berlari mundur beberapa langkah, kemudian melompat dengan kekuatan penuh sambil mengayunkan lengan kanannya, mensmash bola itu dengan keras, "Nah!" Teriaknya sambil tubuhnya turun kembali ke pasir.
Bola itu alhasil melewati Rakha dan Eid dengan kecepatan tinggi hingga membentur keras tanah di belakang mereka, menciptakan jejak bulat kecil di pasir yang padat.
"Hworray! Kami menang!" Ucap Sherin antusias sambil melompat-lompat kecil dengan kedua tangan terangkat ke atas, tubuhnya berputar setengah lingkaran dengan rambut yang berkibar terkena angin laut.
"hah—hah—hah" suara Eid ngos ngosan sambil membungkuk dengan kedua tangan bertumpu di lutut, dadanya naik turun mencari oksigen, keringat mengucur dari pelipis hingga menetes ke pasir.
"Baiklah, kalau begitu kita istirahat dulu saja" Ucap Rakha sambil mengusap keringat di dahinya dengan punggung tangan, kemudian berjalan dengan langkah pelan menuju karpet biru yang mereka gelar tadi dengan kaki yang sedikit goyah karena lelah.
Sesampainya disana, mereka duduk bersila di atas karpet yang nyaman sembari mengambil sandwich yang Sherin bawa dari rumah, tangannya meraih kotak bekal dengan gerakan hati-hati lalu membuka tutupnya yang berbunyi klik pelan.
Iyuna bangkit dari duduknya dengan gerakan tenang, lalu berjalan dengan langkah mantap ke arah tasnya yang terletak agak jauh, kemudian berjongkok sambil membuka ritsleting tas dengan suara decit halus, mengambil senar pancingnya lagi sekaligus memasang sarung tangan kain tipis dengan gerakan terlatih yang melibatkan setiap jari.
Menyadari itu, Rakha meletakkan sandwichnya di atas karpet, lalu bangkit dan berjalan mendekat dengan langkah penasaran, "Apa yang sedang kau lakukan?" Tanyanya sambil memiringkan kepala dengan alis terangkat.
"Aku ingin memancing" jawab Iyuna sambil memeriksa kondisi senar dengan jari-jarinya yang bergerak lincah menelusuri setiap bagian.
"kau bilang kau akan memancing bersamaku?" Tanya Iyuna datar sambil mengangkat wajahnya menatap Rakha dengan mata yang menatap lurus tanpa ekspresi.
"E—eh? Oh iya juga, baiklah sebentar" Jawab Rakha gugup sambil menggaruk belakang kepalanya, pipinya sedikit memerah karena lupa janji.
Rakha kemudian berbalik dengan gerakan cepat, berlari kecil menuju tasnya sendiri, lalu kembali dengan alat pancing modern ditangannya yang terdiri dari joran panjang dan reel yang berkilau terkena sinar matahari.
"Hei Iyuna, apa kau yakin bisa mendapat ikan dengan itu?" Tanya Rakha sambil mengangkat jari telunjuknya menunjuk ke seutas senar tipis yang dipegang Iyuna, matanya menyipit dengan ekspresi ragu.
"Tentu saja, mengapa tidak bisa?" Tanya Iyuna heran sambil memiringkan kepalanya ke kanan, alisnya berkerut menunjukkan kebingungan yang tulus.
"E—eh? Ti—tidak begitu kok" Elak Rakha sambil melirik ke arah lain, tangannya menggaruk pipi dengan gerakan gugup, matanya menghindar dari tatapan Iyuna.
"Lalu? Dimana kita akan memancing? Kita perlu menyewa perahu untuk memancing loh" Ucap Rakha sambil mengangkat tangannya membayangi mata, menatap kejauhan laut yang luas dengan ombak yang bergulung-gulung pelan.
Iyuna kemudian melihat sekeliling dengan kepala yang berputar perlahan, matanya menyapu area pantai hingga berhenti pada satu titik, ia kemudian mengangkat tangan kanannya menunjuk ke belakang Rakha yang merupakan bebatuan seperti tebing yang dangkal di atas permukaan laut dengan formasi yang menjulang kokoh.
"disana" Gumam Iyuna dengan nada yakin.
Rakha berbalik dengan seluruh tubuhnya mengikuti arah pandangan Iyuna, "bebatuan itu? Bener sih, disana ada ikan" Gumam Rakha sambil mengangguk pelan, tangannya menepuk dagu dengan gerakan berpikir.
Iyuna kemudian berlari dengan langkah ringan namun cepat ke arah bebatuan itu, kakinya melangkah dengan irama yang stabil di atas pasir, "Tu—tunggu!" Panggil Rakha sambil mengangkat tangannya ke atas, kemudian berlari menyusul Iyuna dengan langkah yang terburu-buru.
"Hei! Kalian mau kemana?" Panggil Eid dari karpet tempat mereka beristirahat, tangannya melambai dengan gerakan lebar untuk menarik perhatian.
"Memancing disana" Jawab Rakha lantang sambil menunjuk ke arah bebatuan tanpa menghentikan larinya, kemudian mempercepat langkah menyusul Iyuna yang sudah sampai terlebih dahulu.
Sherin kemudian merangkak mendekat ke Eid dengan gerakan nakal, lalu mendorong tubuh Eid dengan kedua tangannya hingga pemuda itu jatuh terlentang ke belakang, "hihi" Sherin menyeringai sambil menutupi mulutnya dengan punggung tangan.
"sekarang, hanya tersisa kita berdua disini" Ucap Sherin sembari mengelus dada telanjang Eid dengan jari-jarinya yang bergerak lembut, matanya menatap dengan pandangan menggoda.
Kembali ke Iyuna, mereka saat ini ada di sisi lain pantai setelah berjalan menyusuri tepi air selama beberapa menit. Lebih tepatnya di tebing berbatu yang terjal, Iyuna berjalan mendekati tepi sambil berjinjit dengan hati-hati, lalu menengok ke bawah dengan tubuh sedikit condong, "Wah, kalau jatuh dari sini pasti bahaya yah" Gumamnya sambil menelan ludah melihat tingginya.
"huh—huh—huh" napas Rakha terengah-engah, dadanya naik turun dengan ritme cepat, ia ngos ngosan mengejar Iyuna sambil meletakkan kedua tangan di lutut untuk menyangga tubuh.
Iyuna berbalik dengan gerakan tenang untuk menghadap Rakha, "disini sepi yah" gumamnya sambil melihat sekeliling dengan mata yang menyapu area bebatuan yang hanya dihuni burung-burung laut yang terbang rendah.
"Iya lah, pengunjung mah milih di tepi pantai berpasir" Jawab Rakha sambil mengatur napasnya yang masih tersengal, ikut memandang sekitar dengan tangan yang masih bertumpu di pinggang.
Iyuna kemudian duduk bersila di tepi bebatuan dengan gerakan hati-hati, kakinya menggantung di atas air laut yang jernih, lalu melempar lure yang terikat di senarnya dengan ayunan tangan yang luwes, "yeah, kurasa hanya ada kita berdua" Gumam Iyuna sambil menatap lurus ke depan.
Mendengar itu, Rakha terdiam seketika dengan tubuh yang menegang, pipinya merona merah seperti tomat matang, kata kata Iyuna, "Berdua~" — "Berdua~" — "Berdua~" itu terus berdengung di kepalanya dengan gema yang berulang-ulang.
"Ekhem" Deham Rakha sambil meletakkan kepalan tangan di mulut, ia kemudian duduk perlahan di samping Iyuna dengan jarak yang tidak terlalu dekat, lalu melempar pancingnya ke air dengan gerakan yang agak kaku karena nervous.
Setelah 1 jam berlalu dengan keheningan yang hanya dipecah suara ombak, "huh~" keluh Rakha sambil menghela napas panjang, "mana nih? Nggak ada satupun ikan yang kita dapatkan" sambil menyandarkan tubuhnya kebelakang dengan gerakan lelah, punggungnya bersandar ke batu yang dingin.
"sabar, temanku dulu bilang kalau memancing itu memang butuh kesabaran tinggi" Ucap Iyuna dengan nada datar sambil tetap fokus menatap ujung senarnya yang mengapung di permukaan air.
"huh~" hela napas Rakha sekali lagi, "memangnya siapa sih temanmu yang kamu maksud itu?" Tanya Rakha sambil memiringkan tubuhnya ke arah Iyuna, matanya menyipit curiga dengan alis yang berkerut.
Iyuna menundukkan kepalanya perlahan, matanya menyorot sedih dengan kilat nostalgia yang menyakitkan, ia kemudian menghela napas panjang dengan bahu yang turun, "aku tidak ingin membahasnya" Jawab Iyuna datar sambil mengalihkan pandangan ke arah laut.
Setelah menunggu 30 menit lagi dalam kesunyian yang canggung, "Hei, ini sudah cukup lama" Keluh Rakha sambil meregangkan lengannya ke atas dengan gerakan bosan.
"Kau sedang apasih? Dari tadi main hp mulu" Tanya Rakha kesal sambil menoleh menatap Iyuna yang sedang mengetik di ponselnya dengan jari-jari yang bergerak cepat di layar, matanya fokus pada layar yang menyala terang.
"Oh, ini?" Iyuna mengangkat ponselnya sedikit sambil melihat layar yang menampilkan panggilan masuk.
"aku ada telpon, aku pergi dulu" Ucap Iyuna sambil bangkit dari tempat ia duduk dengan gerakan tergesa, tangannya memegang erat ponsel yang bergetar.
"tunggu! Mengapa tidak telpon disini saja?" Tanya Rakha curiga sambil ikut berdiri, tangannya terangkat seolah ingin menahan kepergian Iyuna.
"Tidak bisa, ada kamu" Jawab Iyuna datar sambil melangkah mundur, matanya menatap Rakha dengan ekspresi yang sulit dibaca.
"Ish, memang kenapa kalau ada aku?" Monolog Rakha kesal sambil mengepalkan tangannya di sisi tubuh, alisnya berkerut dengan perasaan tidak terima.
"Baiklah baiklah, silahkan" Ucap Rakha pasrah sambil mengangkat kedua tangannya ke atas dengan gerakan menyerah, bahunya turun dengan helaan napas berat.
Iyuna kemudian pergi dengan langkah cepat menuju kamar mandi umum yang tak jauh dari sana, kakinya melangkah dengan tergesa di atas bebatuan yang licin.
Iyuna mengangkat telpon dengan jari yang menekan tombol hijau, dering senyap yang tak lain dari nomor Reza tertera di layar dengan nama yang familiar.
"Halo! Halo!" terdengar suara seorang gadis tergesa gesa dari speaker ponsel dengan nada yang panik dan napas yang tersengal.
"Apa?" Jawab datar Iyuna sambil meletakkan ponsel di telinga, tubuhnya bersandar ke dinding kamar mandi yang dingin.
"Kau? Ada apa? Dan, dimana Reza?" Tanya Iyuna dengan alis berkerut bingung. Benar, yang menelponnya adalah Alta menggunakan ponsel Reza dengan suara yang terdengar familiar namun aneh.
"Itu, ano—" suara Alta terbata-bata dari ujung telepon dengan napas yang tidak teratur.
"Reza sedang bersama Jovan Dan dia menyuruhku menelponmu" Ucap Alta dengan nada serius yang jarang terdengar dari gadis ceria itu.
"lalu?" Tanya Iyuna datar sambil menaikkan sebelah alis, tangannya memegang ponsel lebih erat.
"Sampaikan kepada Sherin—" suara Alta terpotong sejenak dengan jeda yang menegangkan.
"—untuk datang kesekolah" Ucap Alta serius dengan nada yang tidak biasa, suaranya terdengar khawatir dan mendesak melalui sambungan telepon.