Perjalanan hidup sebuah nyawa yang awalnya tidak diinginkan, tapi akhirnya ada yang merawatnya. Sayang, nyawa ini bahkan tidak berterimakasih, malah semakin menjadi-jadi. NPD biang kerok nya, tapi kelabilan jiwa juga mempengaruhinya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Osmanthus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keinginan Hati?
"Ini, ada seseorang yang perlu bantuan" ujar pak Randy tersengal- sengal karena berlari dengan perut buncit nya.
"Bantuan?" bu Tere mengernyitkan kening heran.
"Ya, sebaiknya kita segera ke rumah dia saja langsung" ujar pak Randy sambil menarik tangan bu Tere.
"Tapi aku mau ke pasar dulu mau berbelanja keperluan dapur dulu" Sahut bu Tere sambil memperlihatkan keranjang belanja anyaman bambu nya.
"Nanti juga bisa belanja, untuk makan siang kan? Beli sajalah dulu nasi bungkus. Ini penting sekali" ujar pak Randy lagi sedikit memaksa.
"Baiklah, aku akan ikut" ujar bu Tere sembari menarik nafas dan berjalan mengikuti pak Randy dari belakang.
"Ini kita mau ke mana sih?" tanya bu Tere sedikit heran, karena dia kenal betul arah jalan ini menuju ke rumah salah seorang kenalan jauh mereka.
"Ke rumah bapak Simon. Nanti sampai disana kamu paham ada apa." ujar pak Randy penuh teka-teki.
"Pak Simon yang ada anaknya 5 orang itu kan?" "Teman lama kita juga?" cecar bu Tere dengan penasaran.
"Ya, pak Simon yang itu. Yang perlu bantuan adalah anaknya Ema" sahut pak Randy.
"Ema masih sekolah di SMA kan? Kenapa dia? Apa kecelakaan?" Tanya bu Tere lagi sembari mempercepat langkah karena pak Randy juga berjalan dengan cepat, seakan sedang diburu waktu.
"Ya, ada sedikit masalah dengan Ema. Selebihnya kita bahas di rumah pak Simon saja" pak Randy memutuskan pertanyaan bu Tere.
"Baiklah" jawab bu Tere sembari manggut-manggut mencoba menerka-nerka ada masalah apa.
Tidak sampai 5 menit kemudian, mereka telah berdiri di depan pintu rumah pak Simon.
"Simon, ini aku Randy dan bu Tere" ujar pak Randy mengetuk pintu rumah pak Simon.
Tak lama pintu rumah terbuka dan muncul pak Simon mempersilahkan mereka masuk, setelah masuk, pak Simon kembali mengunci pintu.
Bu Tere sedikit heran dengan tindakan ini, seakan mereka memiliki suatu rahasia besar.
"Begini Tere, mungkin kamu sedikit terkejut dengan panggilan mendadak ini" Pak Simon membuka suara. "Kami hanya teringat akan dirimu saat ini." lanjut pak Simon lagi.
"Ada apa Simon? Kenapa seperti ada sesuatu yang besar?" selidik Tere.
"Anak kami Ema, mendapat musibah." Ujar pak Simon bergetar
"Musibah? Ada apa? Kecelakaan?" tanya bu Tere
"Bukan, Ema dihamili orang." Ujar pak Simon bergetar menahan tangis.
"Dia..." Bu Tere tidak melanjutkan lagi.
"Lebih tepatnya oleh pacarnya" Lanjut pak Simon.
"Jadi, anak ini tidak mungkin digugurkan, sedangkan dia masih sekolah Tere. Sebagai manusia yang tidak bersalah, anak ini pun tidak bisa memilih dia lahir di perut siapa. Tapi masa depan Ema juga taruhan nya." Sambung pak Simon sambil menahan air mata.
"Berdosa sekali kami rasanya jika menggugurkan anak ini. Tapi kami juga tidak sanggup membesarkan anak ini. Aib bagi Ema jika anak ini ada di sini. Kau tahu kan umur Ema baru 16 tahun" suara pak Simon bergetar hebat.
"Aku mengerti, jadi kalian ingin memberikan anak ini kepada orang lain kan?" Bu Tere langsung memperjelas maksud pak Simon.
"Seperti itulah kira-kira Tere. Kami tau engkau begitu merindukan anak perempuan, dan dari hasil USG dokter, anak ini adalah anak perempuan" Terang pak Randy kemudian.
"Anak perempuan?" Seulas senyum nampak di wajah bu Tere "Tapi, aku tidak bisa memutuskan sendiri" sambung bu Tere.
"Ya, kami paham. Kamu sendiri sudah berkeluarga, dan sudah memiliki 2 orang anak. Tapi cobalah untuk diskusikan dahulu. Memang harapan kami keluarga mu lah yang menolong anak ini" jelas pak Simon.
"Benar, keluarga kalian kami kenal dengan baik. Kami percaya kalian bisa membesarkan anak ini dengan baik. Dia akan berada di tangan yang tepat" timpal pak Randy.
"Biarlah aku bicarakan ini dahulu dengan suami ku. Semoga dia berkenan" jawab bu Tere. "Untuk sekarang aku akan kembali ke rumah dulu, karena sudah waktunya anak-anak pulang sekolah" sambungnya.
"Baiklah, semoga kami bisa mendapat kabar baik. Sehingga Ema kami juga bisa melanjutkan sekolahnya" jawab pak Simon.
"Ya, kami berharap juga begitu. Ini memang adalah jalan keluar paling baik. Semua orang tertolong dan tidak ada yang menderita" jawab pak Randy.
"Baiklah kalau begitu Simon, kami permisi dulu. Semoga Tere bisa mendapatkan jawaban secepatnya." ujar pak Randy.
"Kapan anak ini lahir?" tanya Tere tiba-tiba.
"Perkiraan dokter sekitar bulan Oktober" jelas pak Simon.
"Berarti masih ada sekitar 4 bulan lagi ya." Bu Tere mulai menghitung-hitung di tangannya.
"Ya, semoga ada kabar baik dari mu ya Tere." jawab pak Simon lagi penuh harap.
"Baiklah Simon. Secepatnya aku akan memberi kabar" timpal bu Tere sedikit bersemangat.
"Kami pamit dulu." pak Randy berpamitan dan berjalan bersama bu Tere kembali ke rumah bu Tere.
"Aku sedikit ragu, apakah suami ku mau anak ini?" mulai muncul keraguan di hati bu Tere. Tapi dia memang sangat menginginkan anak perempuan.
"Cobalah bicarakan dahulu. Kalian juga menolong 2 nyawa, Ema yang terbebas dari aib dan anak ini yg memiliki orangtua lengkap. Jika masih bersama Ema maka anak ini tidak memiliki ayah, karena pacar Ema tidak mau bertanggung jawab." jelas pak Rony.
"Hmmm...untung lah aku tidak bertanya perihal pacarnya itu." gumam bu Tere.
"Mereka hanya mengikuti nafsu masa muda. Tapi Ema yang jadi korban. Anak ini juga tidak salah apa-apa." sambung pak Rony.
"Ya, aku kasihan dengan anak di perut Ema itu, apalagi anak perempuan pasti perlu kehidupan yang aman. Baiklah, nanti aku akan bicarakan dengan suamiku. " ucap bu Tere sembari melangkah menuju jalan ke rumah nya.
"Aku akan pergi ke rumah teman ku di gang sebelah ini. Bisa sendiri?" tanya pak Rony.
"Aman. Ini kan jalan ke rumahku sendiri. Hari juga masih siang. Lanjutkan saja perjalanan mu." ucap bu Tere.
"Hati-Hati di jalan."
Mereka berpisah di persimpangan jalan. Dan bu Tere kembali ke rumah dengan senang hati. Dia bisa mempersiapkan keperluan bayi itu jika suaminya setuju untuk menyelamatkan bayi tak berdosa itu.
Bu Tere semakin bersemangat mempercepat langkahnya tak sabar menunggu sang suami kembali jam istirahat makan siang nanti ke rumah. Dia akan membicarakan keinginan hatinya ini. Dia sangat berharap suami nya juga akan setuju dengan keinginan hatinya ini.
...----------------...
Yah, bu Tere tidak tahu badai besar akan datang melanda kehidupan mereka. Kehidupan yang akan diporak porandakan, diputar balikkan dan ratap tangis menghiasi rumah tangga ini nantinya. kita lihat saja bagaimana kelanjutannya di bab berikut nya. Terimakasih atas waktunya untuk membaca cerita ini.