" Mau gimanapun kamu istriku Jea," ucap Leandra
Seorang gadis berusia 22 tahun itu hanya bisa memberengut. Ucapan yang terdengar asal dan mengandung rasa kesal itu memang sebuah fakta yang tidak bisa dipungkiri.
Jeanica Anisffa Reswoyo, saat ini dirinya sudah berstatus sebagai istri. Dan suaminya adalah dosen dimana tempatnya berkuliah.
Meksipun begitu, tidak ada satu orang pun yang tahu dengan status mereka.
Jadi bagaimana Jea bisa menjadi istri rahasia dari sang dosen?
Lalu bagaimana lika-liku pernikahan rahasia yang dijalani Jea dan dosennya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Istri Rahasia 02
" Alhamdulillah akhirnya sampe juga, euuughhh."
Adzan subuh berkumandang saling bersahut-sahutan, Lean sampai juga di kota yang memiliki salah satu tempat wisata Lawang Sewu. Dia tidak langsung menuju ke universitas dimana dirinya akan mengisi seminar. Lean memilih untuk mencari masjid demi menjalankan kewajibannya sekaligus numpang mandi dan bersiap. Lumayan, masih ada beberapa jam untuk beristirahat juga sebelum acara dimulai.
Ia keluar dari mobil, menghirup udara dalam-dalam dan membuangnya secara perlahan. Lean juga menggerakkan tubuhnya yang kaku karena berkendara berjam-jam.
Namun seketika Lean berhenti saat dia teringat sesuatu. Apalagi kalau bukan soal kedua orangtuanya. Dirinya yang tidak berpamitan pasti akan mendapat omelan yang tiada henti.
" Assalamu'alaikum, Ma ... ."
" Waalikumsalam, Lean kamu bener-bener ya, bisaaaa banget buat Mama selalu kepikiran. Kenapa sih Nak kalau mau pergi itu harus dadakan kayak begitu. Mana malem-malem lagi perginya, please kurangin jadwal. Kamu tuh dah kayak pejabat aja yang jumping ke tempat yang satu ke tempat yang lain nggak ingat waktu. Leandra anaknya Pak Rafandra, denger Mama nggak sih."
" Iya Mama ku sayang, denger kok, maaf ya Ma. Besok nggak lagi-lagi deh."
Serentetan omelan benar-benar diterima oleh Lean. Tapi dia terima-terima saja karena memang dirinya yang salah.
Tidak cukup dengan Zanita yang mengomelinya, kini Andra pun juga. Hanya saja kalau ayahnya itu, lebih kalem saat menasehatinya. Ya karena cara Andra menasehati kadang dibarengi dengan candaan.
Meskipun demikian Lean sangat senang, pasalnya kedua orangtuanya adalah orang tua yang peduli dengan putra-putrinya meskipun mereka berdua sudah dewasa. Zara yang usianya hanya terpaut satu tahun degan Lean pun juga diperlakukan sama. Tidak ada yang berubah atau berbeda dari dulu untuk keduanya.
Zanita yang banyak seriusnya dan Andra yang penuh dengan tingkah absurd nya, membuat suasana rumah menjadi ramai. Itulah mengapa Lean lebih suka tinggal di rumah ketimbang di apartemen.
" Ya udah, sekarang sana istirahat dulu, jangan lupa sarapan lho ya. Terus balik lagi kapan?"
" Iya Mama ku. Ehmm, abis acara kelar aku langung balik kok."
Terdengar helaan nafas panjang dari sebarang sana. Meskipun sedang bicara menggunakan telepon tapi Lean bisa melihat bagaimana saat ini ekspresi sang ibu.
" Ma, i'm oke. Jangan khawatir ya. Semua bakalan baik-baik aja. Nanti aku pulang dengan keadaan baaaikkk sekali. Ya udah ya Ma, aku mau subuhan dulu sekalian bersihin badan."
" Ya sayang, hati-hati pokoknya."
Zanita benar-benar merasa ada yang tidak nyaman dalam hatinya saat ini. Ia menjadi sedikit khawatir dengan kepergian luar kota Lean. Nalurinya sebagai seorang ibu berkata bahwa akan ada sesuatu.
Tapi dia berharap bahwa itu hanyalah perasaanya saja. Padahal selama ini Lean sering sekali berpindah kota hanya dalam waktu yang singkat, dan Zanita biasa saja. Namun kali ini sangat lain.
Greeb
Dua tangan membelit perut Zanita, sebuah ciuman lembut pada bahunya yang dilakukan sang suami lumayan menenangkan hatinya yang gundah. Andra tahu saat ini istrinya itu sedang memiliki banyak perasaan cemas yang tidak menentu terhadap si bungsu.
" Sayang, udah jangan mikir yang aneh-aneh terus. Dari semalem lho kamu itu nggak tenang. Kan bukannya sekali Lean begitu."
" Iya Bang aku tahu kok. Tapi aku beneran ngrasa nggak nyaman aja. Kayak ada ayang ngaganjel gitu lho bang di dada tuh."
Andra sebenarnya tidak bisa memungkiri bahwa perasaan tidak nyaman yang dirasakan oleh seorang ibu itu begitu kuat. Ia teringat oleh ibunya dulu Bunda Sekar, setiap ada kejadian yang tidak mengenakkan selalu ibunya yang lebih peka.
Ketika kakak keduanya ternyata menikah diam-diam, lalu dirinya menikah juga tanpa diketahui oleh Ayah Aryo dan Bunda Sekar, sang bunda juga merasa gelisah.
Andra lalu menggelengkan kepalanya erat. Dia mengusir pikirannya itu. Tidak mungkin Lean akan begitu, mengingat anak itu jarang melakukan hal yang mencurigakan atau pun pergi yang tiba-tiba tanpa keterangan.
" Udah ya, jangan begitu. Nanti Lean malah nggak tenang lho ngelakuin kegiatannya."
" Iya Bang, ya udah Abang kalau mau mandi. Aku siapin sarapan dulu. Zara katanya mau berangkat lebih awal karena ada jadwal operasi pagi ini."
Sebuah lengkungan senyum terbit di bibir Andra. Ia tahu istrinya akan cepat memutar perasaanya dan kembali beraktifitas normal. Tanpa Andra tahu, kali ini tidak seperti itu. Zanita masih kepikiran dengan anak bungsunya. Dia bahkan sampai tidak sadar bahwa Zara sudah ada di dapur.
" Ma?"
" Astaghfirullah, kaget Mama."
Rupanya selepas ibadah sholat subuh tadi Zara sudah sibuk dengan bahan-bahan makanan yang ia siapkan untuk dimasak. Ini adalah rutinitas yang ia lakukan jika berada di rumah. Zara memang seorang dokter, tapi dia memiliki hobi memasak.
( Guys jika ada yang komplen kok orang kaya nggak punya art. Jika teman-teman udah baca sebagian besar karyaku, memang kebanyakan mereka orang kaya tapi gaya hidupnya sederhana. Jarang sekali ada yang punya art, karena aku lebih suka konsep begitu. Semoga dimengerti).
" Mama pasti mikirin Lean kan? Ma, udah biasa juga Lean begitu, jangan dibikin pusing."
" Iya sayang, Papa mu juga bilang kayak gitu. Haah nggak tahu aja, kali ini Mama beneran ngerasa nggak nyaman Za. Semoga ini cuma kekhawatiran berlebih Mama. Nah sekarang kamu mau masak apa sayang?"
Apa yang dikatakan oleh suami dan anak pertamanya itu memang benar. Zanita merasa mungkin ini cuma rasa khawatir yang berlebih. Ia lalu mencoba meyakinkan diri bahwa tidak akan terjadi apa-apa dengan sang putra. Ia pun juga berdoa dalam hati agar putranya itu dilindungi dimanapun dia berada.
Beberapa saat kemudian, Zara sudah bersiap dan segera untuk berangkat. Dia tidak sarapan di rumah dan memilih untuk membawa bekal saja. Sedangkan Andra dan Zanita sarapan sebentar lalu berangkat ke kampus.
Andra bukan seorang dosen, dia merupakan seorang pengelola Universitas Nusantara. Andra melanjutkan kepemimpinan Ayah Aryo dalam memimpin Universitas Nusantara dibantu oleh sang istri.
Di klan Dwilaga, Kaka kedua Andra yang bernama Radika lebih fokus menjadi dokter, sedangkan anak pertama yang bernama Radian juga lebih fokus menjadi profesor dan enggan terlibat kepengurusan. Alhasil Andra lah sebagai putra ketiga yang mengambil tampuk kepemimpinan.
" Ndra, kenapa kok mukanya Zanita asem gitu?"
" Kak Radi, iya gara-gara si Lean tuh. Dia pergi ke Semarang malem-malem tanpa pamitan lagi."
Andra bertemu sang kakak, jika dihadapkan dengan saudaranya begini maka Andra akan bersikap seperti seorang adik yang manja. Sikap kepemimpinannya luntur seketika.
" Biarin aja, selagi itu kegiatan positif. Ku lihat Lean nggak yang aneh-aneh kok."
" Iya Kak, aku juga mikirnya gitu. Haaah, ternyata anak semakin gede bukannya semakin nambah tenang ya. Mungkin kayak gini juga ya dulu Ayah sama Bunda pas kita beranjak gede."
" Ohoo, Kakak mah enggak ya, kamu tuh yang selalu bikin Bunda sama Ayah pusing."
Tawa Radi meledak seketika. Itu memang fakta, dulu Andra lah yang paling usil dan si paling tidak bisa diam. Dia hobi mendaki jadi setiap akhir pekan selalu keluar dari rumah, dan tak jarang membuat Bunda Sekar pusing dibuatnya.
Andra hanya memberengut, pasalnya apa yang dikatakan sang kakak itu benar adanya. Ternyata sekarang dia merasakan apa yang dulunya ayah dan bundanya rasakan. Meksipun konteksnya berbeda.
" Lean, Papa harap kamu nggak aneh-aneh."
TBC