Ibunya masuk rumah sakit jiwa
Ayahnya sedari dulu tidak pernah mengakuinya
dan kekasihnya malah berpaling pada Kaka tirinya.
Inilah kisah Naina, gadis sejuta luka tapi tetap tersenyum.
ketika usia Naina berusia 12 tahun, ibunya masuk ke dalam rumah sakit jiwa akibat ulah ayahnya, dia juga dibuang ke panti asuhan.
6 tahun berlalu ayahnya memanggilnya, Dia pikir ayahnya memanggilnya untuk meminta maaf tapi ternyata Naina salah.
ayahnya menyuruh dia datang, meminta dia melepaskan Gerald yang tak lain kekasihnya, yang juga sama-sama berasal dari panti asuhan. ayahnya melakukan ini karena ternyata, Kakak tirinya menyukai kekasihnya. yang paling membuat Naina sesak, ternyata kekasihnya juga menyetujui ucapan ayahnya.
Dan pada akhirnya Naina jatuh di luka paling dalam, tapi tanpa Naina sadari balik luka yang dia derita ada kebaha
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewi kim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pergilah Gerald
"Tuhan, kau menciptakan luka yang bertubi-tubi untukku, Akankah suatu saat nanti kau akan memberikanku bahagia yang bertubi-tubi juga."
Setelah beberapa saat berlalu, ketika Naina sudah bisa sedikit menghentikan tangisnya dan sudah bisa menguasai diri, gadis itu pun bangkit dari duduknya, lalu berjalan tertatih-tatih untuk keluar dari rumah ayahnya.
Dan tepat ketika keluar dari rumah ayahnya, Naina menghentikan langkahnya sejenak, kemudian dia mendudukan diri di anak tangga yang ada di halaman, rasa sesak yang barusan mereda kembali membuncah, terbayang Gerald akan pergi meninggalkannya sendirian, dia akan ketakutan dan kesepian.
"Gerald, kenapa kau begitu tega padaku,'' Naina berbicara dengan pelan, wanita itu langsung memukul-mukul dadanya sendiri karena merasa sesak. Rumahnya sebentar lagi akan roboh, dan dia tidak tau kemana lagi dia harus berteduh.
***
Naina turun dari taksi, dan setelah membayar dia langsung berjalan ke arah bangunan yang tak lain merupakan bangunan rumah sakit jiwa tempat ibunya di rawat.
Selama 6 tahun tinggal di panti asuhan, Naina hanya pergi ke rumah sakit jawa setahun sekali, itu pun setiap natal karena jika natal meraka akan merayakannya di gereja yang ada di kota, dan Naina selalu meminta di antar ke rumah sakit jiwa untuk melihat ibunya.
Keadaan Regina masih sama dari tahun ke tahun, tidak ada perubahan dari regina. Wanita itu masih kerap mengamuk, dan setiap Regina di jenguk oleh Naina, Regina selalu mengamuk dan berusaha mencelakai Naina.
Setelah mereka keluar dari panti, Naina mulai rutin untuk menjenguk ibunya, tapi sayangnya Naina hanya bisa melihat ibunya dari jauh, dan barusan setelah dia pulang dari rumah Mario, dia memutuskan untuk datang kemari, karena rasanya terlalu sakit untuk pulang, dan terlalu menyesakkan ketika dia melihat Gerald.
Naina duduk di kursi yang ada di luar taman, kemudian tatapan matanya menatap kedepan melihat ibunya yang sedang berada di taman, seperti biasa jika siang Regina akan diam di taman sambil memegang boneka bayi.
''Mom, apakah Mommy bisa sembuh. Jujur, aku lelah jika harus hidup seperti ini. Rasanya aku ingin menyerah, tapi aku tidak tega jika harus meninggalkan mommy di dunia ini. ."
Naina berucap dengan pelan, air mata kembali tumpah membanjiri pipi wanita itu. Jika di uji oleh ekonomi mungkin Naina masih bisa tahan, karena selama 6 tahun di panti dia sudah terbiasa hidup sederhana, tapi ketika di uji dengan Gerald tidak setia dan lebih memilih harta. Rasanya, Naina hancur berkeping-keping.
****
''Naina!' panggil Gerald ketika Naina masuk kedalam rumah. Hingga Naina langsung tersenyum, dia tidak akan pernah mengatakan bahwa dia sudah mengetahui tentang keputusan Gerald yang sudah sepakat dengan ayahnya, dia akan membiarkan Gerald pergi tanpa beban.
"Naina, kau kenapa?" tanya Gerald ketika dia melihat mata Naina yang tampak bengkak, pertanda Naina sudah menangis dalam waktu yang lama
''Aku habis menengok ibuku barusan, kalau begitu aku ingin beristirahat Gerald, nanti biar aku yang memasak untuk makan malam," jawab Naina, ia sudah tidak sanggup lagi untuk melihat Gerald, hingga dia memutuskan untuk langsung masuk kedalam kamar, karena walaupun mereka hidup satu rumah, keduanya tetap berbeda kamar.
Waktu menunjukan pukul 8 malam, seperti biasa Naina dan Gerald akan makan bersama. Biasanya acara makan malam mereka di selingi dengan canda dan tawa, keduanya selalu menceritakan aktivitas masing-masing ketika bekerja.
Tapi sekarang mereka sama-sama terdiam, sedari tadi, Gerald ingin mengatakan pada Naina bahwa dia akan bekerja d luar kota, tentu saja itu hanya alasan karena setelah dia pergi dia tidak akan kembali dan akan lebih memilih untuk menerima tawaran Mario.
pada akhirnya, inilah keputusan Gerald, dia akan meninggalkan Naina dan mendekati KIrea agar hidupnya membaik, awalanya dia sempat ragu karena dia tidak tega pada Naina, tapi jika di pikir jika dia tetap bersama Naina hidupnya tidak akan ada perubahan, dia yakin suatu saat ia akan bisa melupakan Naina, begitu pun Naina yang juga akan melupakannya.
"Ekhmm." pada akhirnya Gerald berdehem, hingga Naina yang sedang makan sambil melamun langsung menoleh.
"Ada apa? Apa ada yang ingin kau sampaikan?" tanya Naina dengan bibir yang sedikit gemetar. Mati-matian dia berusaha untuk tidak menangis karena dia yakin Gerald akan pamit.
"Hmm, aku akan mengambil pekerjaan di luar kota, bosku mengatakan tidak ada orang di cabang luar kota hingga aku setuju untuk pergi, gajihnya juga akan dobel, maaf jika aku tidak meminta ijin dulu, kau tidak keberatan kan aku pergi keluar kota dan kau sendiri di sini.''
Gerald berucap dengan meyakinkan, seolah ucapannya benar dan tentu saja Naina langsung tersenyum getir, seraya menahan tangisnya agar tidak tumpah.
"Hmm, Gerald pergilah, aku tidak apa-apa di sini sendiri, semoga pekerjaanmu di luar kota lebih baik dan membuatmu bahagia." Naina mengucapkan itu dengan nafas tercekat, wanita itu berusaha untuk terus tersenyum, walaupun sekarang matanya sudah berkaca-kaca.
Mata Gerald membulat ketika melihat reaksi Naina, dia pikir Naina akan menolak keinginannya dan akan mencegahnya untuk pergi, karena selama ini Naina paling tidak bisa ditinggalkan apalagi Naina penakut, bahkan jika Gerald belum pulang ketika malam hari, Naina akan menunggu diluar karena takut menunggu di dalam, dan sekarang Gerald di buat heran dengan reaksi Naina yang tampak pasrah ketika dia mengatakan akan pergi, bukankah ini aneh.
''Naina, apa kau tidak keberatan aku pergi?" tanya Gerald yang penasaran dengan reaksi Naina, hingga Naina menggeleng.
"Pergilah Gerald, kejar mimpimu. Jangan khawatirkan aku, Aku yakin ketika kau di luar kota hidupmu akan lebih baik," jawab Naina, hatinya terluka tapi di berusaha untuk tersenyum.
Wanita itu menatap wajah Gerald dengan lekat mengabadikan wajah kekasihnya kaena dia tau setelah Gerald keluar dari rumah ini, Gerald tidak akan kembali.
Jawaban Naina begitu ambigu di telinga Gerald, ini bukan seperti dia yang akan mengucapkan salam perpisahan, melainkan seperti Naina yang akan melepaskannya.
Namun tak lama, Gerald menggeleng-gelengkan kepalanya dia tidak ingin repot-repot berpikir, yang terpenting Naina tidak mencurigainya bahwa dia pamit dan tidak akan kembali.
dua hari kemudian
Akhirnya detik-detik yang menyakitkan untuk Naina pun tiba, di mana sekarang Gerald akan pergi dari rumah sewaan mereka. Sedari tadi, Naina terus memperhatikan Gerald yang sedang bersiap, wanita itu menangis dalam diam, merasakan rasa pedih yang luar biasa.
''Semua sudah selesai?" tanya Naina, hingga Gerald yang baru saja memakai jaket mengangguk.
''Hmm, sudah.''
Naina pun bangkit dari duduknya kemudian di langsung maju kemudian memeluk Gerald, dan kali ini Naina tidak sanggup lagi menahan tangisnya, padahal sedari tadi dia bertekad untuk tidak menangis di hadapan Gerald.
Tapi, sekuat apa pun Naina menahannya, akhirnya tangis wanita itu luruh juga karena tentu saja ini terakhir kalinya dia memeluk lelaki yang dia cintai.
Aaa nyesek pollll