Tidak ada yang menyangka bahwa dirinya masih hidup, semua orang menganggapnya sudah mati. Padahal dia telah tumbuh dewasa menjadi seorang pria yang berbahaya.
Adam Alvarez atau pria bernama asli Marvin Leonardo, pria berusia 28 tahun itu adalah seorang mafia berdarah dingin, karena kepiawaiannya dalam menaklukkan musuh membuat dia mendapatkan julukan A Dangerous Man. Namun, ada sebuah luka di masa lalu yang membuat dia bisa berbuat kejam seperti itu.
Saat dia masih kecil, dia dan ibunya diterlantarkan oleh sang ayah, hanya karena ayahnya sudah memiliki wanita lain, bahkan wanita itu membawa seorang anak perempuan dari hasil hubungan gelap mereka. Hingga berakhir dengan peristiwa pembunuhan sadis terhadap ibunya.
Karena itu Adam memanfaatkan Nadine Leonardo, putri tercinta ayahnya sebagai alat untuk membalaskan dendam terhadap ayahnya. Adam tidak akan memaafkan siapapun yang telah tega membunuh ibunya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DF_14, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hidup Miskin
Tiga bulan kemudian...
Sudah tiga bulan Marvin dan Bu Rena tinggal di kampung, bahkan untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka, Bu Rena harus berjualan keliling kampung, untuk mencari sesuap nasi.
Walaupun hidup sederhana, tinggal di rumah kumuh, mereka lebih bahagia, dibandingkan harus tinggal di Mansion Leonardo, disana hidup penuh penderitaan.
"Mama... mama..." Marvin berlari dengan penuh gembira, karena hari ini dia mendapatkan nilai ulangan matematika 100, dia ingin menunjukannya pada sang mama.
Namun rupanya di rumah telah kedatangan seorang tamu, Bu Rena memiliki seorang adik, pria itu bernama Om Theo. Hubungan kakak dan adik itu mulai merenggang karena Bu Rena tidak suka jika adiknya harus memiliki bisnis di dunia gemerlap.
"Kurang ajar sekali si bajingan Rama itu, beraninya dia mengusir mbak Rena dan Marvin. Akan aku beri pelajaran sama dia." Om Theo mengatakannya dengan emosi.
"Jangan Theo, mbak udah nyaman hidup seperti ini. Mbak udah gak peduli lagi tentang pria itu." Bu Rena mengatakannya dengan nada memohon.
"Tapi dia sudah keterlaluan, mbak. Bahkan mbak ikut andil dalam membangun perusahaan Leon Grup itu."
"Mbak gak peduli soal perusahaan, mbak mohon sama kamu untuk tidak ikut campur urusan mbak." Bu Rena hanya menginginkan hidup tenang dan nyaman bersama Marvin walaupun dalam keadaan yang sangat sederhana.
Om Theo hanya menghela nafas, dia terpaksa mengalah, "Ya udah, kalau begitu ayo mbak dan Marvin ikut sama aku, kita tinggal bareng di rumah aku."
"Maafkan mbak, Theo. Mbak sudah nyaman tinggal disini. Mbak hanya ingin hidup tenang bersama Marvin."
"Ayah sebenarnya sayang sama mbak, dulu dia hanya tidak suka dengan hubungan mbak sama mas Rama. Saya rasa mbak yang lebih berhak mendapatkan warisan ayah."
Bu Rena menggelengkan kepala, "Kamu simpan aja untuk Marvin dewasa nanti, saat ini mbak hanya ingin menenangkan diri disini."
Om Theo terpaksa menganggukkan kepalanya.
...****************...
Sementara itu di Mansion Leonardo, saat ini sedang diadakan pesta dengan begitu meriah, rupanya sang anak tersayang, Nadine Leonardo telah berulang tahun hari ini.
Banyak sekali para tamu undangan yang hadir disana, karena Tuan Rama mengundang kerabat dan rekan-rekan bisnisnya.
"Anak anda cantik sekali, Tuan Rama. Bagaimana kalau Nadine jodohkan saja dengan anakku, Damar." ucap Tuan Dafa kepada rekan bisnisnya itu.
Tuan Rama terkekeh, "Tentu saja, saya juga ingin besanan dengan anda."
Nadine, anak berusia 6 tahun itu belum mengerti apa-apa, dia hanya saja tidak nyaman dengan pesta hari ini, apalagi dia menggunakan gaun yang membuatnya gerah.
Sonya menyeringai mendengarnya, akhirnya impian dia tercapai, akhirnya dia menjadi nyonya Leonardo, dan dia akan menjadi besan dari pengusaha kaya raya.
"Ma, Nadine gerah. Nadine boleh ganti baju gak?" Nadine mengeluh pada Sonya.
Sonya menatap geram pada Nadine, dia mencubit punggung Nadine, "Anak bodoh. Sudah, jangan banyak protes, mau mama hukum heuh?"
"Shh.... arrrggghhh, ampun Ma, sakit Ma." Nadine meringis kesakitan merasakan sakit dibagian punggungnya.
"Kamu kenapa Nadine?"
Mereka dikejutkan dengan suara Tuan Rama, Tuan Rama pasti akan marah jika anak kesayangannya disakiti oleh siapapun.
"Oh ini mas, aku lagi membenarkan resleting di punggung Nadine." Sonya pura-pura membenarkan resleting di gaun Nadine bagian belakang. "iya kan sayang?" tanyanya pada Nadine.
"I-iya, benar Pa." Nadine terpaksa menganggukkan kepala.
Tuan Rama terkekeh, "Oh gitu, kirain kamu lagi kesakitan, sayang."
Kemudian mereka melihat ada Asisten Dareen datang ke pesta ulang tahun itu.
"Maaf Tuan, ada hal penting yang harus saya bicarakan dengan anda." ucap Asisten Dareen kepada Tuan Rama.
"Oke baiklah, kita berbicara di ruang kerja saja."
Sonya sangat penasaran sekali hal penting apa yang ingin dibicarakan oleh suaminya dengan Asisten Dareen, dia memilih untuk mengikuti mereka.
Sonya berdiri di depan ruang kerja, dia menempelkan kupingnya ke daun pintu untuk menguping pembicaraan mereka.
"Pengacara Dicky memberikan kabar pada saya, sebentar lagi anda akan resmi bercerai dengan Nyonya Rena, Tuan."
"Hm bagus lah kalau begitu, saya tidak membutuhkan dia lagi."
"Tapi Tuan, seperti yang anda ketahui, Leon Grup itu di bangun oleh anda dan istri pertama anda, itu artinya jika kalian bercerai, maka harus ada pembagian harta gono gini, Tuan." Asisten Dareen mencoba mengingatkan.
Tuan Rama menghela nafas mendengarnya, namun dia berpikir lagi bagaimanapun juga Marvin adalah anaknya, jadi dia rasa tidak ada salahnya dia memberikan sebagai hartanya untuk mantan istrinya, untuk mencukupi kebutuhan Bu Rena dan Marvin. Itung-itung untuk menebus kesalahannya pada mereka. "Ya sudah kamu atur saja sampai beres."
Sonya mencebik kesal, dia sangat tidak terima dengan keputusan suaminya, dia segera pergi dari sana, mencari tempat yang sepi.
"Shittt, gak bisa dibiarkan, aku harus bertindak." Sonya berdiri di depan kolam renang, di bagian belakang mansion. Dia terus berjalan mondar-mandir.
Kemudian Sonya teringat dengan seseorang, dia segera menelpon orang itu. "Halo Erza."
"Kenapa sayang?" tanya Erza begitu mengangkat telepon dari Sonya. "Kapan kita harus bertemu lagi? Aku sangat rindu sekali sama kamu."
"Nanti aku akan atur jadwal pertemuan kita, sekarang ini kita sedang berada di situasi genting."
"Maksud kamu?"
"Si tua bangka itu ingin memberikan sebagian hartanya untuk istri pertamanya, karena itu kita harus bertindak. Lebih baik kamu bunuh si Rena dan anaknya."
"Hm... oke sayang, kamu tenang saja, dalam urusan membunuh itu hal yang gampang."