Tidak terpikirkan oleh Sabrina lulus kuliah kemudian menikah. Pertemuanya dengan Afina anak kecil yang membuat keduanya saling menyayangi. Lambat laun Afina ingin Sabrina menjadi ibu nya. Tentu Sabrina senang sekali bisa mempunyai anak lucu dan pintar seperti Afina. Namun tidak Sabrina sadari menjadi ibu Afina berarti harus menjadi istri Adnan papa Afina. Lalu bagaimana kisah selanjutnya? Mampukah Sabrina berperan menjadi istri Adnan dan menjadi ibu sambung Afina???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perkenalan Tokoh.
Nur Sabrina gadis 21 tahun, mahasiswi semester akhir, gadis cantik dan lembut, sayang dengan anak kecil. Selain kuliah, dia juga mengajar les privat. Sabrina awalnya anak orang kaya. Namun, karena sang ayah yang berprofesi sebagai pemborong partai besar seiring bertambahnya usia sudah jarang pengusaha properti yang memakai jasanya, kini Sabrina hidup sederhana.
Muhammad Adnan, adalah; Duda tampan. Ia adalah penerus usaha sang papa, yakni pemilik Kampus dan juga Yayasan pondok pesantren.
Afina Mawadah; anak berumur empat tahun cantik dan manja putri Adnan.
Sulastri adalah dosen cantik berusia 30 tahun memeliki satu putra. Dia istri Arman.
Arman Jaya Putra; Adalah dekan fakultas ekonomi dia adalah suami Sulastri.
Bobby sahabat Adnan.
Prily sahabat Sabrina.
Kevin teman Sabrina dan Prily.
Siti fatimah mama Adnan.
Rachmad papa Adnan.
Abdul: Ayah Sabrina.
Kamila; bunda Sabrina.
Suhaya; ART Adnan.
Isabella; mantan istri Adnan.
14 David suami Bella.
15 Djody teman SMP Adnan.
Andini mama Bella.
Wijaya papa Bella.
********
"Sebaik nya kita istirahat dulu sambil telepon tante Fatimah," saran Arman pada Adnan yang sudah tidak bisa berpikir sesuatu selain ingin segera menemukan Afina.
"Mari Pak," jawab Adnan kemudian mereka beristirahat di masjid yang masih di wilayah kampus.
"Sebaik nya kita shalat isya dulu, biar tenang Nan," saran Arman.
"Mari Pak," hanya itu jawaban yang keluar dari mulut Adnan. Mereka pun shalat isya berjamaah. Selesai shalat, Adnan sedikit lebih tenang kemudian menghubungi mama Fatimah.
"Assalamualaikum..." Fatimah mengucap salam.
"Waalaikumsallam..." jawab Adnan dengan suara bergetar.
"Adnan, kamu kenapa?"
"Ma, Afina ada sama Mama nggak?" lirih Adnan.
"Loh kamu ini bagaimana sih Nan? Afina bukanya sama kamu?" mama Fatimah suaranya tak kalah panik.
"Afina hilang Ma,"
"Apa?! makanya tadi Mama kan sudah kasih saran Nan, agar mengajak art! Kamu malah nggak dengerin!"
Tut.
Mama Adnan memutuskan telepon sepihak.
Adnan benar-benar prustasi, kemudian menjatuhkan dahinya di lantai, bersujud berdoa agar putrinya dimanapun berada diberikan keselamatan. Saat ini sudah jam delapan malam namun Adnan seperti kehilangan jejak putrinya.
"Nan kita cari lagi yuk," Kata Arman.
Mereka pun keluar dari masjid berlajan ke pos satpam menanyakan apakah ada anak kecil yang keluar sore tadi. Satpam bilang tidak ada.
"Nan, ikut saya kita cek cctv"
Adnan pun mengikuti Arman, ia bersyukur karena Arman telah banyak membantu.
********
"Ayah kenapa menjemputnya malam banget?" tanya Sabrina ketika ayahnya baru saja tiba.
"Haduuh... macet Na, padahal ayah sudah selap selip mencari jalan, tapi mana bisa? Macetnya total, karena ada kecelakaan." pak Abdul kelihatan lelah sekali.
"Maaf Yah, kenapa nggak putar balik saja sih? Kalau tahu begitu, aku naik ojek aja," Sabrina kasihan pada Ayahnya.
"Sudaah... kita shalat isya ke masjid dulu," pak Abdul sampai belum shalat magrib ingin sekalian magrib walaupun telat daripada tidak.
"Loh, ini siapa Na?" Abdul baru menyadari jika ada anak kecil. Afina hanya tersenyum menatap Abdul.
"Nanti aku ceritakan Yah," mereka pun berjalan ke masjid. Namun baru beberapa langkah.
"Meoooong..." Kucing hitam itu menatap Afina seolah tidak ingin berpisah.
"Tante... kucingnya bagaimana ini?" Afina pun tidak tega meninggalkan Kucing.
"Biarkan saja Dia disini, tidak boleh di ajak ke masjid, nanti dia ngompol," Sabrina menjelaskan. Keduanya terkikik.
Mereka lanjut ke masjid menjalankan shalat. Selesai shalat, Sabrina menceritakan tentang pertemuannya dengan Afina.
"Kamu ingat alamat kamu nggak Nak, kalau kalau tahu saya antar" kata Abdul.
"Saya lupa..." jawab Afina polos.
"Kalau nomer hp ingat?" pak Abdul mengulangi pertanyaan.
"Nggak..."
"Tadi juga sudah aku tanyakan Yah, oh gini aja Yah. Ayah umumkan di speaker masjid, siapa tahu ada yang kehilangan," ide Sabrina muncul.
"Baiklah," tanpa barpikir lagi pak Abdul mengumumkan jika merasa ada yang kehilangan anak. Walaupun kemungkinan orang mendengar sangat kecil, sebab masjid ini masih milik kampus, dan susana sangat sepi, jauh dari pemukiman penduduk.
Di waktu yang bersamaan, seorang wanita setengah baya bersama sang suami masih di dalam mobil dalam keadaan kaca terbuka. Beliau memantau jalanan yang menuju ke arah kampus, barang kali melihat sang cucu dengan pendar lampu mobil.
"Ya Allah... cucu kita Pa..." mama Fatimah menangis sepanjang jalan.
"Yang sabar Ma, mudah-mudahan Afina tidak terjadi apa-apa," papa Rachmad pun sebenarnya sangat panik tetapi beliau berusaha untuk tenang.
Keduanya saling diam, hanya terdengar derung mobil miliknya sendiri. Mama Fatimah sayup -sayup mendengar nama cucunya di sebut di speaker. "Pa kita ke masjid dulu," kata Fatimah memecah keheningan.
"Bukanya kita sudah shalat isya Ma," tolak papa Rachmad.
"Pokoknya kita kesana dulu, siapa tahu cucu kita disana Pa." kukuh Fatimah. Entah tadi hanya halusinasi karena terlalu memikirkan cucunya, atau memang benar-benar mendengar nama cucunya di sebut, toh tidak ada ruginya mendatangi arah suara. Batin Fatimah.
"Baiklah," Rachmad membelokkan mobil ke kanan dimana letak masjid, hanya dalam satu putaran pria yang masih gagah di usianya yang ke 57 tahun itu masih sangat gagah.
Sampai di depan masjid mobil berhenti, Fatimah segera turun setengah berlari masuk ke dalam masjid di susul papa Rachmad.
Fatimah masuk ke tempat shalat pria. Hanya ada satu pria yang sedang berdzikir.
"Hahaha... Tanteee... geliii... hahaha,"
"Pa, suara itu suara cucu kita Pa," Fatimah berbinar-binar kemudian berlari ke tempat shalat wanita. Sampai di dalam, netranya menangkap cucu nya sedang di gelitik lehernya oleh gadis cantik.
"Afina..." seru Fatimah membuat dua wanita berbeda usia itu menoleh serentak.
"Nenek..." Afina memekik kemudian berlari menubruk Fatimah.
Sabrina pun menyusul di belakang memandangi cucu dan nenek itu saling berangkulan. "Kamu kenapa pergi dari Papa sayang... Papa mencari kamu..." nenek memandangi cucu nya mengembun.
"Papa jahat! Ninggalin aku di kamar," adu Afina cemberut.
"Papa bukan ninggalin kamu sayang... tapi sedang rapat," papa Rachmad yang baru ada kesempatan bicara menjelaskan.
"Iya, Papa mencari-cari kamu kebingungan," sambung Fatimah.
"Selamat malam Tante... Om..." sejak tadi Sabrina di lupakan kemudian menyalami tangan Fatimah.
"Selamat malam," jawab Fatimah dan suaminya bersamaan. Fatimah menatap lekat wajah cantik Sabrina.
"Oh iya Nek, Afina lupa, ini Tante Sabrina yang menolong Afina loh," celoteh Afina menceritakan pada Fatimah.
"Oh ya Allah... terimakasih Sabrina, tanpa kamu entah apa yang terjadi pada cucu saya," kata Fatimah tulus.
"Sama-sama Tante," Sabrina tersenyum ramah.
"Alhamdulillah... Afina sudah bertemu dengan keluarga nya" kata Abdullah selesai berdzikir menghampiri Sabrina.
"Sudah Yah,"
"Loh, ini bukanya pak Abdullah?" tanya papa Rachmad.
"Pak Rachmat," Abdulah terkejut.
"Papa sudah mengenal ayahnya Sabrina?" tanya Fatimah dengan dahi berkerut.
"Pak Abdullah ini, yang membangun yayasan kita dulu Ma," tutur Rachmad. Mereka pun berbincang akrab.
*
lbh gk nyambung lg 🤣🤣🤣🤣
hajar bello