Putri Kirana
Terbiasa hidup dalam kesederhanaan dan menjadi tulang punggung keluarga, membuatnya menjadi sosok gadis yang mandiri dan dewasa. Tak ada waktu untuk cinta. Ia harus fokus membantu ibu. Ada tiga adiknya yang masih sekolah dan butuh perhatiannya.
"Put, aku gak bisa menunggumu tanpa kepastian." Satu persatu pria yang menyukainya menyerah karena Puput tidak jua membuka hati. Hingga hadirnya sosok pria yang perlahan merubah hari dan suasana hati. Kesal, benci, sebal, dan entah rasa apa lagi yang hinggap.
Rama Adyatama
Ia gamang untuk melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan mengingat sikap tunangannya yang manja dan childish. Sangat jauh dari kriteria calon istri yang didambakannya. Menjadi mantap untuk mengakhiri hubungan usai bertemu gadis cuek yang membuat hati dan pikirannya terpaut. Dan ia akan berjuang untuk menyentuh hati gadis itu.
Kala Cinta Menggoda
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Me Nia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
2. Idam dan Bakso
Rambut panjangnya yang hitam disisir rapi lalu diikat ekor kuda. Sapuan bedak tipis di wajah dan lip cream warna soft pink menyapu bibirnya. Membuat tampilan gadis berkulit putih itu nampak fresh. Kepergiannya ke Padepokan bukan hanya untuk mengantar ketiga adiknya berlatih. Puput juga mempunyai tugas sebagai pelatih untuk kelas sabuk kuning atau murid tingka 2. Dan sang adik bungsu menjadi salah satu muridnya.
Keluar dari kamarnya dengan menenteng tas punggung berisi baju silat. Puput menuju garasi untuk memanaskan mobil tua peninggalan sang ayah.
"Nyapu udah beres, Teh." Zaky menghampiri sekaligus membantu mendorong pintu garasi sampai terbuka lebar.
Puput mengangguk. "Siap-siap! Kasih tahu Aul sama Rahmi!"
Mobil Carry keluaran tahun 2002 mulai dipanaskan. Kendaraan roda 4 satu-satunya itu selalu dirawat dengan baik demi keawetan mesin dan juga kebutuhan tentunya. Sembari menunggu mesin panas, Puput melakukan stretching di teras. Membiarkan tubuh diterpa hangatnya sinar mentari pagi.
Sebuah motor metik berhenti di depan pintu gerbang besi setinggi 130 cm. Pengemudinya turun untuk membuka selot pagar dan mendorongnya setengah, asal motor bisa masuk. Semua itu tak luput dari perhatian Puput yang masih melakukan peregangan. Ia sudah hafal siapa yang datang meski kepala si pemotor masih berbalut helm.
"Puuut-----" Dengan heboh, gadis sebaya Puput dengan rambut model shaggy berteriak kencang sembari merentangkan tangan. "Hepi bisdey, Put. Pokoknya semua do'a terbaik buat kesayanganku ini---" sambungnya dengan pelukan yang begitu erat.
"Lepas, bakpia---- aduh nyekek (kecekik) ih." Puput memukul-mukul punggung sahabatnya itu. Dan berhasil membuat pelukan terurai.
"Mau ke Padepokan ya? Aku mau ikut ah. Nanti pulangnya aku traktir bakso. Spesial kado ultah." Ujar si perusuh sembari menaik turunkan alisnya.
"Idih punya temen pelit. Bakso cuma 30ribu plus teh botol. Ngasih kado mah ngajak shoping ke mall kek---" Puput mencebik.
"Siap, Mbak Via. Kita mau kok ditraktir bakso."
Novia, sahabatnya Puput itu memutar badan mendengar suara yang ikut menimpali percakapannya. Ternyata ketiga adiknya Puput sudah berdiri, bersiap berangkat ke Padepokan.
"Nah bener. Gak apalah gak ke mall. Tapi harus traktir ngebakso semuanya. TITIK NO DEBAT!" Tegas Puput.
"Hadeuuuh....piye iki." Via menepuk jidat. Gadis cantik berkulit hitam manis itu buru-buru memasuki mobil agar tidak keduluan oleh Rahmi. Ingin berada di depan di samping Puput sang driver. Padahal yang lain belum pada naik.
"Zaky, tolong masukkin motor ke garasi!" Via melempar kunci yang sigap ditangkap Zaky.
"Bu, jangan lupa kunci pintu. Kalo ada tamu laki-laki jangan dibuka ya Bu. Apalagi Pak Zenal yang genit itu." Puput menggedikkan bahu mengingat juragan kambing yang menyukai sang ibu. Padahal pria tua itu sudah memiliki 2 istri.
"Tenang aja. Ibu pasti kunci semua pintu." Ibu mengingatkan Puput agar tidak ngebut. Sekaligus memberikan daftar belanja bahan masakan untuk besok.
Perjalanan menuju Padepokan membutuhkan waktu 15 menit. Menikmati semilir angin dari kaca jendela yang sedikit terbuka. Puput melajukan mobil yang tak memiliki AC itu dengan kecepatan sedang. Ketiga adiknya duduk di jok tengah sembari memainkan ponsel.
"Gak jalan sama Adi?" Puput menoleh sekilas ke arah penumpang di sampingnya. Sahabatnya itu masih belum selesai berkaca lewat layar ponsel.
"Nggak. Dia lagi manggung di wedding, baru aja berangkat. Nanti sore jadwal di cafe Sera." Via menjelaskan kegiatan sang pacar hari ini. Yang menjadi vokalis mini band beranggotakan 4 orang personel.
Puput tidak menyahut. Plang Padepokan Elang Jawa sudah nampak di depan mata. Anak-anak usia SD dan SMP nampak pula mulai berdatangan. Perlahan ia memasukkan mobil ke tempat parkir terbuka yang beratapkan canopy. Ketiga adiknya bergegas turun untuk berganti pakaian serba hitam yang merupakan seragam perguruan pencak silat.
"Bakpia--- nitip tasku ya. Biar adem duduknya di bangku pojok aja." Puput datang sudah berganti pakaian serba hitam dengan sabuk violet mengikat pinggang rampingnya. Memberikan tas punggungnya sama sahabatnya itu. "Kalo bete, di tas ada coklat. Barusan di kamar ganti dikasih kado sama anak-anak."
"Wuahh si teteh banyak penggemarnya." Via berbinar saat mengintip isi tas yang semuanya coklat panjang. Sampai dihitung jumlahnya ada 9 batang coklat chunky bar bermerk SQ.
Ucapan selamat ulang tahun juga datang dari Kang Aris, pelatih senior sekaligus pemilik padepokan. Juga dari 3 rekan sesama pelatih. Tak menyangka mereka menyiapkan surprise berupa black forest dengan hiasan cherry merah untuk Puput yang merupakan pelatih perempuan satu-satunya di padepokan.
"Aduh, kang....ngapain repot-repot nyiapin kue segala. Kan aku jadi enak---" Di dalam aula terbuka itu, Puput menerima kue tanpa lilin yang diserahkan Kang Aris. Sontak ucapannya membuat semua yang berkumpul tertawa lepas.
"Guys, nanti kuenya kita makan bersama usai latihan ya!" Puput menunjuk jam yang menempel di dinding. Lima menit lagi waktunya melatih. Ia meminta tolong Sony rekannya, untuk menyimpan kue di meja.
Puput mulai memimpin pemanasan di depan murid sabuk kuning berjumlah 16 orang. Latihan pemanasan pertama adalah lari di tempat. Untuk lari keliling lapangan tidak memungkinkan sebab arenanya dipakai juga oleh murid sabuk oren.
"Pukulkan tumit ke pantat, yuk!" Puput membelakangi muridnya. Memberi contoh gerakan yang harus diulang sebanyak 2x8 hitungan. Kemudian beralih gerakan angkat paha tinggi-tinggi dalam hitungan yang sama. Ditambah menahan nafas selama 8 gerakan dengan tujuan untuk menyokong bangkitnya saluran tenaga dalam.
Pemanasan berlanjut dengan peregangan otot leher dan lainnya. Sampai 15 menit lamanya sesi pemanasan berlangsung dari awal sampai akhir. Dan latihan jurus pun dimulai usai sesi pemanasan.
...***...
"Put, lulus sabuk kuning berapa lama sih?" Via memiringkan badan menatap Puput yang fokus menyetir. Tujuan selanjutnya adalah ke tempat bakso Dewala usai belanja ke pasar membeli bahan masakan seperti yang disuruh Ibu.
"6 bulan mbak Via. Itupun kalo latihannya rajin, gak bolong-bolong dan otaknya pinter." Rahmi menyambar memberi jawaban.
"Nah, asisten aku dah jawab." Puput terkekeh tanpa memalingkan wajah. Ia sedang fokus untuk menyebrang jalan menuju parkiran bakso.
"Begonoh toh." Via manggut-manggut. "Rahmi termasuk yang rajin dan otaknya pinter atau yang malas dan lola?!" Badannya diputar ke belakang menatap adik bungsu Puput itu.
"Aku mah anak rajin, smart, and beautiful dong mbak." Sahut Rahmi penuh percaya diri sembari menepuk dada.
"Hah---- maaf ya Mi...mbak gak punya receh. Yang lembaran belum diguntingin." Via, gadis keturunan Banyumas itu memeletkan lidah sebelum membuka pintu mobil. Ditertawakan oleh Aulia dan Zaky yang sama-sama bersiap turun.
Suasana tempat bakso ramai pengunjung. Tidak hanya hari minggu saja melihat pemandangan antri seperti itu. Hari-hari biasa pun selalu ramai pembeli. Sudah terkenal dengan rasanya yang enak serta sistem memesan bakso dengan mengambil sendiri secara prasmanan, membuat pembeli bebas memilih yang disuka.
"Put, ngebakso?" seorang pria mendekati Puput yang sedang antri sembari membaca jenis bakso yang tersedia.
"Bukan. Lagi ngebubur." Jawaban asalnya ditertawakan Via yang antri di belakang Puput.
"Ah kamu mah....kan basa basi atuh." Pria bernama Idam itu mesem-mesem mendengar jawaban sekenanya Puput. "Aku yang traktir ya. Plis jangan nolak. Kan kamu lagi ulang tahun," sambungnya dengan sorot mata memohon.
"Whua...si Aa tau aja. Benar-benar fans sejati ya. Eh tapi Puput bawa pasukan nih. Total 5 orang." Via lebih dulu menyahut. Mengabsen orang-orang yang ikut bersama Puput.
"Gak masalah." Idam mengangguk setuju.
"Gak usah repot-repot Idam. Makasih." Puput menggelengkan kepala. Semangkok baksonya sudah sampai di meja kasir. Bersiap dihitung menunggu pasukannya beres memilih.
"Put, rejeki jangan ditolak. Yang ultah mah diem bae kagak usah ngeluarin duit ya." Via malah mengompori Idam. Padahal harusnya dirinya yang membayar semuanya. Membuat Puput melotot sembari menginjak kaki Via.
Dan di meja paling ujung, 6 orang duduk bersama menikmati semangkok bakso dan teh botol dingin. Idam yang membayar semuanya. Pria yang sejak lama menyukai Puput itu nampak sumringah bisa bertemu tanpa sengaja dengan gadis pujaannya itu.
"Aku disuruh Mama bungkusin bakso. Eh beruntung bisa bertemu kalian semua." Idam berkata tulus. Ia lalu menerima 2 kantong bakso yang diantarkan pelayan. "Put, ini buat Ibu Sekar. Salam ya sama beliau." Ia pun menyodorkan satu kantong ke depan mangkok Puput yang duduk di hadapannya.
"Duh, jadi ngerepotin kamu lagi deh. Makasih, Dam." Puput menerima dengan memasang wajah sungkan.
"Santai aja. Kapan coba aku pernah traktir kamu. Kamu sukanya nolak."
"Iya, padahal nolak rejeki itu gak boleh ya, Dam." Lagi, Via mengompori. Namun kemudian mengaduh sebab di bawah meja pahanya dicubit oleh Puput.
Idam harus pamit duluan sebab mamanya menelpon. Membuat Puput menghembuskan nafas lega. Dari tadi ia merasa susah menelan baksonya sebab pria di hadapannya itu terus menatapnya.
"Dih tadi jaim sekarang jamrong." Via mengejek Puput yang berubah makan bakso dengan lahap sampai terdengar bunyi seruput saat mie masuk ke mulut setelah Idam pergi.
"Nah ini aslinya si Teteh kaluar." Aulia tertawa. Ikut meledek sang kakak yang cuek meski sedang diledek 2 orang.
"Alhamdulillah...kenyang." Puput mengelap bibirnya dengan tisu. "Si Idam natap terus sih...gimana bisa makan dengan bebas. Bisa-bisa keselek karena mata elangnya itu beuh---" Ia menggelengkan kepala. Diakui, Idam pria yang tampan dengan tatapan mata yang dalam menghanyutkan. Sayangnya, hatinya tidak bergetar sama sekali. Masih menutup hati untuk pria manapun. Belum waktunya untuk cinta.
"Teh, padahal A Idam ganteng. Pengen cari yang gimana sih." Zaky yang dari tadi menjadi pendengar, kini menimpali.
"Ssstt ah, anak kecil tahu apa. Kamu sekolah yang bener. Awas kalau pacaran!" Ancam Puput pada adik laki-laki satu-satunya itu yang duduk di bangku kelas X.