Suara Raja Bramasta terdengar tegas, namun ada nada putus asa di dalamnya
Raja Bramasta: "Sekar, apa yang kau lakukan di sini? Aku sudah bilang, jangan pernah menampakkan diri di hadapanku lagi!"
Suara Dayang Sekar terdengar lirih, penuh air mata
Dayang Sekar: "Yang Mulia, hamba mohon ampun. Hamba hanya ingin menjelaskan semuanya. Hamba tidak bermaksud menyakiti hati Yang Mulia."
Raja Bramasta: "Menjelaskan apa? Bahwa kau telah menghancurkan hidupku, menghancurkan keluargaku? Pergi! Jangan pernah kembali!"
Suara Ibu Suri terdengar dingin, penuh amarah
Ibu Suri: "Cukup, Bramasta! Cukup sandiwara ini! Aku sudah tahu semuanya. Aku tahu tentang hubunganmu dengan wanita ini!"
Bintang Senja terkejut mendengar suara ibunya. Ia tidak pernah melihat ibunya semarah ini sebelumnya.
Raja Bramasta: "Kandahar... dengarkan aku. Ini tidak seperti yang kau pikirkan."
Ibu Suri: "Tidak seperti yang kupikirkan? Jadi, apa? Kau ingin mengatakan bahwa kau tidak berselingkuh dengan dayangmu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainul hasmirati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Senja di Balik Jendela Istana)
Bintang Senja, seorang gadis yang tinggal di Istana Kencana Loka, melukis senja yang indah namun merasa sedih dan hampa. Lukisannya mencerminkan perasaannya yang merindukan sesuatu yang tak bisa ia jawab.
Tiba-tiba, suara lembut memecah keheningan. Lestari Berdiri di ambang pintu
"Kak Bintang, sedang apa? Lukisan senja lagi?"
Bintang menoleh, tersenyum tipis pada adik bungsunya.
"Hanya mengisi waktu, Lestari. Kau sendiri, kenapa belum tidur?"
"Aku tidak bisa tidur. Aku merasa ada sesuatu yang aneh malam ini."
Bintang Mengernyitkan dahi "Aneh bagaimana?"
"Entahlah. Seperti ada awan gelap yang menggantung di atas istana. Apa Kakak juga merasakannya?"
Bintang terdiam sejenak, menatap langit yang mulai gelap.
"Mungkin hanya perasaanmu saja, Lestari. Sebaiknya kau tidur sekarang. Besok kau harus bangun pagi untuk latihan menari."
Lestari Mendekat dan memeluk Bintang
"Kak, jangan sedih terus. Aku tahu Kakak tidak bahagia di sini."
Bintang Menghela napas huuftttt "Aku baik-baik saja, Lestari. Jangan khawatirkan aku."
"Aku selalu mengkhawatirkan Kakak. Kakak adalah satu-satunya orang yang benar-benar mengerti aku."
Bintang Mencium kening Lestari "Aku juga menyayangimu, Lestari. Sekarang, pergilah tidur. Mimpi indah."
Lestari mengangguk, lalu keluar dari kamar Bintang . Bintang kembali menatap lukisannya, hatinya semakin terasa berat. Kata-kata Lestari membuatnya semakin sadar bahwa ia memang tidak bahagia di istana ini. Ia merindukan sesuatu yang lebih, sesuatu yang tidak bisa ia temukan di Kencana Loka.
Bintang menghela napas panjang. Ia meletakkan kuasnya dan berjalan mendekati jendela. Pemandangan taman istana yang diterangi rembulan seharusnya menenangkan, tetapi malam ini terasa mencekam. Kata-kata Lestari terus terngiang di benaknya.
"Aku tidak bahagia di sini..."
Benarkah begitu? Apakah ia benar-benar tidak bahagia? Bintang Senja mencoba mengingat saat-saat bahagia yang pernah ia alami di istana ini. Saat-saat bermain bersama Kirana dan Aldguer di taman, saat-saat belajar melukis dari guru terbaik kerajaan, saat-saat mendengarkan cerita dari Ibu Suri di malam hari. Namun, ia terus-menerus kenangan demi kenangan itu terasa jauh dan lebih buram, seolah ada kabut tebal yang menutupi Nya. Yang tersisa hanyalah perasaan kosong, sepi, Sunyi dan gelap yang selalu menghantuinya. Ia merasa seperti burung dalam sangkar emas, memiliki segalanya tetapi tidak memiliki kebebasan.
Tiba-tiba, pintu kamarnya kembali terbuka. Kali ini, Putri Kirana yang muncul.
Kirana dengan nada khawatir "Bintang, kau belum tidur? Ibu mencari mu."
Bintang Senja menoleh, menatap kakaknya dengan tatapan kosong.
"Aku hanya sedang menikmati malam, Kirana. Ada apa?"
"Ibu ingin berbicara denganmu. Ini tentang perjodohanmu."
Mendengar kata "perjodohan", hati Bintang sakit . Ia sudah menduga hal ini akan terjadi. Sebagai seorang putri, ia memiliki tanggung jawab untuk menjaga kehormatan keluarga dan kerajaan. Salah satunya adalah dengan menikah dengan pria yang tepat, pria yang bisa memberikan keuntungan politik dan ekonomi bagi Kencana Loka.
Namun, Bintang tidak pernah memimpikan pernikahan seperti itu. Ia ingin menikah karena cinta, bukan karena kepentingan. Ia ingin menemukan seseorang yang bisa memahami dirinya, yang bisa menerima dirinya apa adanya, bukan hanya karena statusnya sebagai seorang putri.
Dengan nada dingin "Aku tidak tertarik dengan perjodohan itu, Kirana. Kau tahu itu."
Kirana Menghela napas "Aku tahu, Bintang. Tapi kau harus mengerti, ini demi kebaikan kerajaan. Kita tidak punya pilihan lain."
"Kenapa aku harus selalu berkorban demi kerajaan? Kenapa aku tidak bisa memilih jalan hidupku sendiri?"
Kirana Mendekat dan memegang tangan Bintang "Aku tahu ini berat bagimu, Bintang. Tapi percayalah, aku hanya ingin yang terbaik untukmu. Aku tidak ingin kau menyesal di kemudian hari."
Bintang menatap mata Kirana, dengan perasaan yang sulit di artikan. Namun ia melihat ada ketulusan dan kekhawatiran di sana. Ia tahu bahwa Kirana hanya ingin melindunginya, tetapi ia tidak bisa menerima perjodohan ini. Ia tidak bisa mengorbankan kebahagiaannya demi kepentingan kerajaan.
Bintang Dengan suara pelan "Aku tidak bisa, Kirana. Aku tidak bisa menikah dengan seseorang yang tidak aku cintai."
Kirana terdiam sejenak, lalu menghela napas panjang.
"Baiklah, Bintang. Aku mengerti. Aku akan bicara dengan Ibu. Tapi berjanjilah padaku, kau akan mempertimbangkan hal ini dengan serius."
Setelah Kirana pergi, Bintang kembali menatap lukisannya. Senja yang indah itu kini tampak semakin suram dan menyedihkan. Ia merasa seperti terperangkap dalam labirin tanpa jalan keluar, dan ia tidak tahu ke mana harus melarikan diri.
Dengan langkah berat, Bintang melanjutkan perjalanannya. Ia berjalan menuju gerbang istana, menuju kebebasan yang telah lama ia impikan. Jantungnya berdebar kencang, setiap langkah terasa seperti menantang maut. Ia tahu, jika tertangkap, nasibnya akan lebih buruk dari sekadar perjodohan paksa.
Saat melewati patung-patung pahlawan kerajaan, bayangan obor menari-nari, menciptakan ilusi seolah mereka mengawasi setiap gerakannya. Bintang menunduk, berusaha menyembunyikan wajahnya.
Tiba-tiba, ia mendengar suara langkah kaki mendekat. Ia membeku di tempat, bersembunyi di balik pilar besar. Jantungnya berdegup semakin kencang, napasnya tercekat.
Seorang penjaga lewat, bersenjatakan tombak dan mengenakan seragam kebesaran kerajaan. Ia tampak mengantuk, sesekali menguap lebar. Bintang menahan napas, menunggu penjaga itu berlalu.
Setelah penjaga itu menghilang di kejauhan, Bintang menghela napas lega. Ia melanjutkan perjalanannya, kali ini dengan lebih hati-hati.
Saat hampir mencapai gerbang istana, ia melihat sosok yang dikenalnya berdiri di sana. Itu adalah Arya, kepala pengawal kerajaan, yang juga merupakan teman masa kecilnya.
Arya tampak gelisah, mondar-mandir di depan gerbang. Ia memegang pedangnya erat-erat, seolah sedang menunggu sesuatu.
Bintang panik. Ia tahu, Arya adalah orang yang paling setia pada keluarga kerajaan. Jika Arya melihatnya, ia pasti akan ditangkap dan diseret kembali ke istana.
Namun, tidak ada jalan lain. Ia harus melewati Arya untuk bisa keluar dari istana.
Dengan keberanian yang tersisa, Bintang Senja mendekati Arya. Ia berusaha bersikap tenang, seolah tidak terjadi apa-apa. Bintang Dengan suara pelan
"Arya, apa yang kau lakukan di sini?"
Arya terkejut melihat putri Bintang . Ia menatapnya dengan tatapan bingung.
"Put.....Putri Bintang? Kenapa kau belum tidur? Apa yang kau lakukan di sini selarut ini?"
Bintang mencoba tersenyum, meskipun hatinya berdebar kencang.
"Aku hanya ingin menghirup udara segar, Arya. Aku tidak bisa tidur."
Arya Mengernyitkan dahi "Tapi, Putri... ini sudah sangat larut. Tidak aman bagi Putri untuk berkeliaran sendirian di luar sana."
"Aku tahu, Arya. Tapi aku hanya ingin sebentar saja. Aku janji, aku akan segera kembali."
Arya tampak ragu. Ia menatap Bintang dengan tatapan curiga.
"Putri... apa kau yakin baik-baik saja? Kau tampak pucat dan gelisah."
Bintang mencoba menenangkan dirinya. Ia tidak boleh terlihat mencurigakan di depan Arya.
"Aku baik-baik saja, Arya. Sungguh. Aku hanya sedikit lelah. Aku akan segera kembali ke kamar."
Arya masih tampak ragu, tetapi ia akhirnya mengangguk.
"Baiklah, Putri. Tapi berjanjilah padaku, kau akan berhati-hati. Jika terjadi sesuatu, segera panggil aku."
"Aku janji, Arya. Terima kasih."
Bintang berjalan melewati Arya, menuju gerbang istana. Ia bisa merasakan tatapan Arya mengikutinya. Ia tahu, Arya tidak sepenuhnya percaya padanya.
Saat melewati gerbang, Bintang menarik napas dalam-dalam. Ia akhirnya berhasil keluar dari istana. Ia bebas!
Namun, kebebasan itu juga terasa menakutkan. Ia tidak tahu apa yang menantinya di luar sana. Ia tidak tahu bagaimana cara bertahan hidup tanpa perlindungan istana.
Air mata kembali menggenang di pelupuk matanya. Ia merasa begitu kecil dan lemah di dunia yang luas ini.
Tiba-tiba, ia mendengar suara Arya memanggilnya.
"Putri Bintang! Tunggu!"
Bintang membeku di tempat. Ia tahu, Arya pasti menyadari sesuatu. Ia pasti tahu bahwa ia berbohong. Ia berbalik, menatap Arya dengan tatapan waspada, takut bahwa ia ketahuan dan di tangkap.
Bintang Dengan suara gemetar "Arya... aku..."
Arya berjalan mendekat, menatap Bintang dengan tatapan sedih.
"Putri... kembalilah ke istana. Ini bukan jalan yang benar. Kau tidak akan bahagia di luar sana."
Bintang menggelengkan kepalanya.
"Tidak, Arya. Aku tidak bisa kembali. Aku tidak bahagia di istana. Aku ingin mencari kebahagiaanku sendiri."
"Tapi, Putri... kau tidak tahu apa yang menantimu di luar sana. Dunia ini penuh dengan bahaya dan kejahatan."
"Aku tahu, Arya. Tapi aku siap menghadapinya. Aku tidak takut."
"Putri... kumohon, pikirkanlah lagi. Jangan lakukan ini."
Air mata mulai mengalir deras di pipi Bintang. Ia menatap Arya dengan tatapan memohon.
"Arya... biarkan aku pergi. Biarkan aku mencari jalanku sendiri. Aku mohon."
Arya terdiam sejenak, menatap Bintang dengan tatapan penuh pertimbangan. Dengan berat hati, Arya menghela napas panjang.
"Baiklah, Putri. Aku akan membiarkanmu pergi. Tapi berjanjilah padaku, kau akan berhati-hati. Jika kau membutuhkan bantuan, datanglah padaku. Aku akan selalu ada untukmu."
Bintang tersenyum, air matanya masih mengalir.
"Aku janji, Arya. Terima kasih. Aku tidak akan pernah melupakanmu."
Bintang berbalik, lalu berlari meninggalkan istana. Ia berlari menuju kebebasan, menuju masa depan yang tidak pasti.