Seorang dosen mengalami gangguan aneh bersama dengan mahasiswi baru.
Kampus yang terkenal cukup banyak penunggunya itu memang jarang mengganggu penghuni sekitar. Tapi tidak untuk kali ini. Teror semakin hari justru semakin kencang dan memanas.
Apa yang sebenarnya telah di lakukan dosen tersebut? Mengapa teror tiba tiba muncul dalam waktu satu hari?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 𝖨'𝗆 𝖱𝗂𝗌, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1 (Pembukaan/Bunga Tulip)
Sore hari ini langit begitu gelap, angin bertiup kencang sekali. Seorang dosen baru saja keluar dari ruangannya, ia memandang jendela kaca dan melihat ke arah luar. Matanya menerawang, raut mukanya seperti sedang memikirkan hal yang menimpa dirinya beberapa tahun lalu, "gelap sekali, sama seperti gelapnya pengalaman yang telah terjadi di hari yang sama."
"Pak, belum pulang?" sapa seorang mahasiswa dari kejauhan.
"Belum, sebentar lagi 𝖡apak pulang," jawabnya.
"Kalau begitu saya duluan ya, 𝖯ak," mahasiswa itu kemudian berlalu meninggalkannya. Ia hanya menatap anak itu menjauh. Sembari menatap, ia ingat sesuatu.
"Ah iya, sudah sore, aku harus segera pulang sebelum hujan."
Waktu menunjukkan pukul 17.13 sore, pria itu bergegas membereskan barang barangnya untuk segera pulang. Suasana kampus sudah sepi dan hening, hanya ada beberapa petugas yang berjaga.
Sesampainya di parkiran, ia menyalakan mobilnya dan bergegas pulang. Tepat setelah ia memasuki mobil, hujan turun dengan lebat.
"Ah, hujan..." keluhnya sambil menyetir. Dengan kecepatan lumayan tinggi ia mengendarai mobilnya. Seiring dengan pria itu melajukan mobilnya, sosok perempuan berbaju kuning menatap mobil pria itu di jendela lantai 5. Sosok itu menatap sembari tersenyum.
Sampai rumah, pria itu memetik beberapa tangkai bunga tulip yang ada di depan halaman rumahnya. Ia memetik dan kemudian mendesainnya sebaik mungkin menjadi sebuah buket. Setelah itu ia mengganti bajunya, tak lupa membawa payung dan kunci mobil.
Pria itu mengarahkan mobilnya menuju ke TPU (tempat pemakaman umum), dengan hujan yang masih turun sama derasnya, ia keluar dari mobilnya, membuka payung dan membawa bunga tulip yang ia sediakan tadi. Dengan langkah cepat ia berjalan memasuki area pemakaman.
Hujan terlalu deras, tak bisa melindungi tubuh sang pria untuk tetap kering walaupun ia sudah menggunakan payung. Ia berhenti di salah satu makam dengan gagar mayang di sekitarnya.
Istilah dari gagar mayang ini sendiri adalah rangkaian bunga dan janur yang digunakan dalam upacara adat Jawa sebagai simbol duka cita atas meninggalnya keluarga yang belum menikah (lajang atau perjaka).
Pria itu berjongkok di depan makam tersebut sambil meletakkan buket tulip di depan batu nisan. Ia melirik nama yang tertera di batu nisan, "𝘴𝘢𝘮𝘱𝘢𝘪 𝘴𝘢𝘢𝘵 𝘪𝘯𝘪 𝘱𝘶𝘯 𝘢𝘬𝘶 𝘮𝘢𝘴𝘪𝘩 𝘵𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘦𝘳𝘵𝘪... 𝘔𝘦𝘯𝘨𝘢𝘱𝘢 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢𝘭𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘶𝘯𝘪𝘢 𝘪𝘯𝘪 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘤𝘢𝘳𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘦𝘯𝘢𝘴𝘬𝘢𝘯?" lirih pria itu dalam hati, tangannya meraba batu nisan yang basah kuyup karena hujan. Baginya, sulit sekali untuk mengucapkan sepatah kata seiring ia mengingat hal kelam yang menimpa seseorang yang ia kunjungi sore ini.
"Aku harap kamu tenang disana..." ucap pria itu lirih.
Berdirilah ia untuk kembali pulang.
Setiap setahun sekali, pria itu menyempatkan diri pergi ke TPU guna untuk mengirim bunga ke makam itu. Iya, setahun sekali, pria itu sendiri yang berjanji akan selalu mengingat kepergian sang wanita dan akan selalu memberinya bunga sebagai tanda duka cita yang pria itu alami. Ia selalu mendatangi makam wanita itu setiap tahun, tak peduli sesibuk apapun dan suasana seperti apa, ia akan selalu melakukannya.
Suasana sore itu begitu muram dan buruk, seolah seperti mendefinisikan hari yang kelam yang di alami si pria sekaligus wanita yang sudah pergi itu. Semuanya tampak kebetulan. Tidak, ini tidak mungkin hanya sebuah kebetulan. Ada arti kemungkinan besar akan ada sesuatu buruk yang terjadi? Ataukah duka dunia atas kepergian sang wanita? Tidak ada yang tau apa yang akan terjadi selanjutnya. Dunia ini penuh dengan kejutan, baik maupun buruk. Kita tidak bisa menduga apa yang akan terjadi, karena takdir terkadang berkata lain, bertolak belakang dengan apa yang kita harapkan.
Hari yang murung dengan isinya yang kelam, hari dimana seorang wanita telah menutup usia... 𝖽engan cara yang tidak wajar.... 𝗍entunya.
...****************...
...****************...
...****************...