Bertemu Jodoh Di Desa

****

Gaharu Raga Argantara, pria berusia 28 tahun itu baru saja di paksa pulang oleh Papinya saat ketahuan berada di Club malam dengan teman-temannya.

Ini baru pertamakali nya ia pergi kesana,dan itu juga terpaksa karena memang dari dulu orang tuanya dan keluarga yang lain tidak pernah menginjakkan kakinya ke tempat seperti itu.

Dan sekarang, Raga sudah berada di rumah. ia dan kedua orang tuanya berada di ruang tamu dengan Raga duduk berhadapan dengan orang tuanya.

Raga hanya bisa menunduk, ia siap kalau harus kena marah Papinya, saat di Club tadi Papinya cuma menarik kerah bajunya dan hanya mengatakan Pulang.

Maminya mendekat, membuat Raga menatap Maminya. “Aku gak minum, tadi cuma duduk doang. Serius.” ucapnya.

“Walaupun kamu gak minum, tapi kamu sudah berani datang ke tempat seperti itu.” Ucap Pak Bara dengan tegas.

Raga menghela nafasnya. “Kepaksa, soalnya itu acara ulang tahun teman Aku. Katanya mau pindah ke Singapura, jadi sengaja bikin pesta buat perpisahan.” Raga berusaha untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

Pak Bara menghela nafasnya.“Kayak gak ada tempat lain aja, kan bisa dirumah nya atau sewa gedung.”

Raga hanya bisa diam, mau mengelak pun tetap akan salah.

“Papi sama Mami sudah buat keputusan, besok kamu siap-siap berangkat ke Desa. Kamu akan tinggal bersama Kakek dan Nenek kamu selama 6 bulan.”

Raga langsung menatap Papi nya, “Gak mau, kalau aku ke desa nanti mau kerja apa?”

“Jangan pura-pura lupa kamu, Kakek disana banyak kebun sama sawahnya. Belum usaha ternak sapi nya, nanti kamu akan ikut bantu-bantu disana. Kalau bukan kamu mau siapa lagi yang bakalan lanjutin usaha nya.”

Raga kemudian beralih menatap Maminya dengan wajah memelas. “Mami, aku gak mau.” Rengek Raga.

Bu Lena mengelus kepala Putra Bungsu nya. “Harus mau, suatu saat kalau Kakek sudah gak ada, semuanya akan jadi milik kamu. Cucunya cuma kamu sama Abang, sementara Abang fokus di pabrik. bukan nya Mami sama Papi nggak sayang sama kamu, tapi menurut kami ini yang terbaik untuk kamu, kamu harus mulai belajar dari sekarang.”

“Terus kerjaan Aku gimana?” tanya Raga.

“Udah Papi urus, kamu sudah bukan dosen lagi.” jawab Pak Bara.

Raga baru jadi dosen selama 2 tahun di kampus milik Om nya, Raga sudah pernah diminta untuk ikut mengurusi usaha Pabrik Garmen milik Papi nya dengan sang Kakak, tapi Raga menolak dan lebih tertarik menjadi seorang Dosen.

“Sekarang mending kamu istirahat, pakaian kamu udah Mami packing.” ucap Bu Lena.

Raga hanya bisa pasrah, ia pamit naik ke lantai atas. Berjalan dengan gontai, rasanya ingin pergi tapi pasti akan percuma. Papi nya akan mudah menemukan nya.

Raga membuka pintu kamarnya, ia bisa melihat di dekat sofa sudah ada 2 koper besar. Sebelum membersihkan tubuhnya, Raga lebih tertarik melihat isi koper nya.

Raga membuka kedua koper tersebut, isinya tidak jauh dari pakaian dan beberapa barang Raga lainnya. ia menutup kembali setelah itu baru langkahnya menuju kamar mandi.

*

Pagi ini, Raga baru saja turun dari tangga berjalan menuju ruang makan. Terdengar suara Keponakan nya yang baru berusia 6 tahun.

“Pagi Om.” sapa Sasa. Keponakan nya.

“Pagi juga.” balas Raga duduk di samping Sasa.

Raga tidak melihat keberadaan keponakan nya yang kedua, tepatnya adik nya sasa yang baru berusia 2 tahun.

“Adik kamu gak diajak?” Tanya Raga.

“Lagi sama Mbak di belakang.” jawab Sasa.

“Dek, benar kamu mau pindah ke Desa nya Kakek?” tanya Raka. Abang nya Raga.

Raga mendelik, kesal sudah besar masih saja di panggil Adek. Raka hanya terkekeh melihat tatapan adik nya itu.

“Stop panggil Dek.”

“Ya ampun masih ada gak mau dipanggil Adek, padahal waktu kecil mau tuh.”

“Kan beda, sekarang aku sudah besar.”

“Iya udah besar, Abang percaya bukti nya semalam ke Klub.” Kekeh Raka.

“Di paksa ya itu.” ketus Raga.

“Udah ih jangan pada berantem, mending sarapan dulu.” lerai Bu Lena.

Setelah Sarapan, mereka tidak langsung beranjak dari tempat duduknya masing-masing.

“Kita berangkat satu jam lagi, jadi kamu. Raga masih ada waktu untuk memilih barang mana lagi yang mau di bawa.” ucap Pak Bara.

“Hemm, aku ke kamar dulu.” pamit Raga.

Dari semalam Raga tidak membuka ponsel nya, sudah pasti akan banyak notif dari teman-teman nya. Tapi ia berencana tidak akan menghidupkan ponsel nya selama beberapa hari kedepan.

.

Tepat di jam Sembilan Pagi, Raga dan orang tuanya serta keluarga kecil Abang nya mulai berangkat menuju salah satu desa yang ada di Bandung.

Mereka berangkat menggunakan dua mobil, orang tuanya sudah memberitahu Kakek dan Nenek nya kalau Raga akan tinggal bersamanya, dan tentunya disambut dengan senang hati.

Kakek Nenek nya ini dari pihak sang Mami, sementara dari pihak Papinya sudah meninggal keduanya.

Raga datang ke rumah Kakek Nenek nya hanya di saat hari Raya dan tahun Baru saja, selebihnya ia jarang berkunjung tidak seperti orang tuanya.

“Mih, kenapa gak 3 bulan aja sih?” tanya Raga duduk di kursi depan samping supir.

“Bentaran kalau cuma 3 bulan mah, udah gak apa-apa 6 bulan juga. Siapa tahu dalam waktu dekat ternyata kamu kepincut gadis sana, eh malah gak mau pulang lagi malah betah disana.” balas Bu Lena.

“Gak akan ya, paling perempuan disana masih kecil-kecil. Lulus sekolah juga sudah pasti pada langsung nikah.” bantah Raga.

“Sok tahu kamu, tuh anaknya Mang Sapri baru lulus kuliah belum nikah sampai sekarang. Iya gak mang?”

“Betul Bu, Putri saya usianya sudah 22 tahun baru lulus kuliah tahun kemarin. Belum menikah, kalau ditanya katanya mau fokus ngajar dulu.” jawab Mang Sapri. Supir keluarga mereka yang sudah lama bekerja.

“Ngajar apa, Mang?” tanya Raga.

“Jadi Guru SD, kalau hari Minggu ngajar anak-anak les di kecamatan. Pernah disuruh pilih salah satu, tapi malah gak mau, katanya udah keburu betah. Jadi guru les udah dari lama pas masih kuliah.”

“Masih Honorer?”

Mang Sapri menganggukan kepalanya. “Masih.”

“Gaji nya besaran mana?”

“Lebih besar ngajar les”

“Tuh apa kata Mami nya, gak semua anak perempuan baru lulus sekolah langsung nikah.”

“Di tempat tinggal Mamang mah kebanyakan bukan nikah muda, tapi pada kerja di pabrik. ada yang kuliah tapi gak banyak.” ucap Mang Sapri.

“Anak Mamang ya mana? Kok aku belum pernah lihat kalau ke sana?” tanya Raga.

“Masa sih Den? Perasaan tiga tahun lalu pernah ketemu deh pas tahun baru, itu loh yang antar Mbak Maya belanja.”

Raga terdiam. “Oh yang hidung nya mancung terus wajah nya kayak orang China”

“Nah iya yang itu, namanya Bulan.”

“Kok mukanya beda sama Mamang, sama Istri Mamang juga.”

Mang Sapri tertawa pelan. “Ya pasti beda lah, kan Bukan anak kandung Mamang. Bulan itu anak majikan Istri Mamang, orang tuanya meninggal tapi keluarga nya gak ada yang mau ngurus, meninggal nya pas Bulan baru umur 9 bulan, sama keluarga nya mau di bawa ke panti, tapi Istri Mamang gak tega, apalagi waktu itu kita belum di kasih anak, beruntung nya di kasih.” balas Mang Sapri.

“Keluarganya cindo?”

“Iya.”

Raga hanya ngangguk-ngangguk kepala.