NovelToon NovelToon
HIGANBANA NO FUKUSHU

HIGANBANA NO FUKUSHU

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / CEO / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Dokter / Bullying dan Balas Dendam / Sugar daddy
Popularitas:190
Nilai: 5
Nama Author: IΠD

Setelah orang tuanya bunuh diri akibat penipuan kejam Agate, pemimpin mafia, hidup siswi SMA dan atlet kendo, Akari Otsuki, hancur. Merasa keadilan tak mungkin, Akari bersumpah membalas dendam. Ia mengambil Katana ayahnya dan meninggalkan shinai-nya. Akari mulai memburu setiap mafia dan yakuza di kota, mengupas jaringan kejahatan selapis demi selapis, demi menemukan Agate. Dendam ini adalah bunga Higanbana yang mematikan, menariknya menjauh dari dirinya yang dulu dan menuju kehancuran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IΠD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Poisonous Woman

Setelah menendang pasangan Otsuki, Haruna kembali duduk dengan tenang, menyilangkan kakinya. Ia menatap mereka dengan tatapan predator yang sedang bermain-main dengan mangsanya.

​"Baiklah. Karena Anda tampak sangat terikat dengan putri Anda dan enggan bekerja seumur hidup..." Haruna menjeda, suaranya kini terdengar seperti bisikan mematikan. "...Saya punya satu saran ekstrem, sebagai solusi terakhir yang cepat."

​Ia tersenyum manis, senyum yang kali ini membuat seluruh bulu kuduk Ayah dan Ibu Akari berdiri.

​"Organ," bisiknya. "Ginjal, sebagian hati. Anda bisa melunasi sebagian besar utang ini dengan menjualnya. AgateX punya koneksi. Ini akan menyakitkan, tapi Anda bisa membeli waktu dan menyelamatkan rumah Anda untuk putri Anda."

​Ayah dan Ibu Akari terkejut dan ketakutan luar biasa. Tawaran itu—menjual bagian tubuh mereka sendiri—adalah puncak dari kekejaman Agate. Mereka gemetar, menyadari bahwa mereka berhadapan dengan monster tanpa hati nurani.

​"Kami... kami tidak bisa..." bisik Ibu Akari, air matanya kini bercampur dengan rasa mual.

​Haruna menghela napas, gestur bosan.

​"Sayang sekali. Kalau begitu, nikmatilah sisa waktu Anda sebelum kami datang untuk menagih semuanya."

​Haruna bangkit berdiri dengan anggun, dan tanpa melihat ke belakang, ia keluar dari restoran diikuti oleh bodyguard-nya yang berwajah dingin.

​Saat itu juga, Akari sudah dekat dengan restoran. Ia berjalan dengan langkah riang, bersemangat untuk membantu orang tuanya. Ketika ia mencapai belokan jalan, Akari melihat Haruna—wanita cantik yang mencolok dengan pakaian mahal itu—keluar dari pintu restoran keluarganya. Akari terkejut melihat sosok semewah itu keluar dari tempat yang sederhana.

​Akari buru-buru masuk ke dalam, dan melihat Ayah dan Ibunya berdiri kaku di balik meja kasir.

​"Ayah! Ibu! Aku datang," sapa Akari dengan ramah, senyumnya cerah.

​Ayah dan Ibu Akari segera memaksakan senyum yang terlihat rapuh dan menyambut putri mereka, berusaha keras menyembunyikan trauma dan ketakutan yang baru saja mereka alami.

​Di luar, Haruna sudah berada di dalam mobil mewahnya. Sebelum mobil itu melaju, ia melirik ke arah Akari yang menyambut orang tuanya.

​Haruna menyimak dan mengerti—gadis yang baru saja ia lihat adalah putri yang menjadi alasan utama pasangan Otsuki itu berutang. Senyum licik terukir di bibirnya. Target telah teridentifikasi.

​Setelah memastikan Akari dan keluarganya terjerat, Haruna memberikan isyarat kepada sopirnya. Mobil mewah itu berangkat dari sana dan pergi

.

.

.

Akari melangkah melewati pintu restoran dan melihat orang tuanya berdiri kaku. Senyum paksa mereka terasa aneh, tetapi Akari mengabaikannya demi kebahagiaan mereka.

​"Ayah, Ibu, siapa wanita cantik yang barusan keluar? Pakaiannya mahal sekali, pasti bukan pelanggan biasa," tanya Akari, sedikit penasaran.

​Ayah Akari segera mengambil alih percakapan, suaranya sedikit terlalu keras, mencoba menutupi kegugupannya.

​"Oh, dia? Itu... pelanggan tetap kami, Nak. Dia suka sekali dengan shio ramen buatan Ayah," jawabnya, memberikan senyum palsu.

​Ibu Akari menambahkan dengan cepat, berusaha mendukung kebohongan itu.

​"Iya, Nak. Dia orang baik. Karena dia kaya, dia sesekali memberikan uang lebih kepada kami sebagai bonus. Katanya, kami pantas mendapatkannya. Anggap saja rezeki."

​Akari menatap mereka, mencoba mencari petunjuk kebohongan, tetapi cinta dan kelelahan yang terpancar dari wajah mereka mengalahkan kecurigaannya. Akari menyimpulkan bahwa orang tuanya terlalu beruntung memiliki pelanggan seperti itu.

​Akari menanggapinya mengerti dan mengangguk.

​"Syukurlah kalau begitu. Tapi jangan terlalu sering menerima uang lebih dari pelanggan, Bu, Yah. Nanti mereka jadi keenakan," kata Akari, kembali ke mode siswi yang bertanggung jawab.

​Setelah itu, Akari segera menaruh tasnya dan membantu orang tuanya membersihkan sisa-sisa pekerjaan. Restoran kembali dipenuhi oleh suara piring, air, dan obrolan kecil mereka bertiga.

​Meskipun kehangatan kembali terasa, Ayah dan Ibu Akari tidak bisa menghapus pandangan jijik Haruna atau tawaran organ yang kejam dari pikiran mereka. Di balik tawa dan obrolan mereka, ada kesepakatan diam-diam yang kini mereka pikirkan: Mereka harus melakukan sesuatu untuk melindungi Akari, sesuatu yang Agate tidak akan bisa ambil darinya.

.

.

Beberapa bulan berlalu sejak kunjungan terakhir Haruna, dan waktu berjalan dengan kejam menuju jatuh tempo berikutnya. Saat itu malam hari, dan Akari seperti biasa membantu orang tuanya di restoran setelah seharian penuh belajar untuk persiapan universitas.

​Tiba-tiba, pintu restoran terbuka, dan Haruna tiba.

​Kali ini, kedatangannya terasa berbeda—ia sengaja datang saat tahu Akari ada di sana. Haruna ingin melihat dan memastikan wajah yang akan menderita akibat kehancuran yang sebentar lagi ia ciptakan. Ia datang sendirian, tanpa pengawal, membuat kehadirannya terasa lebih menipu.

​Ayah dan Ibu Akari, meskipun masih trauma dengan pertemuan sebelumnya, menyambut Haruna dengan sangat lembut dan ramah. Mereka harus menjaga ketenangan dan kerahasiaan demi Akari.

​"Selamat datang kembali, Nona Haruna. Silakan, silakan duduk," sapa Ibu Akari dengan senyum yang dipaksakan.

​Haruna tersenyum mematikan, menyapa balik.

​Akari, yang sedang belajar dari kejauhan di meja kasir, memandang pemandangan itu. Ia melihat kedua orang tuanya berbincang dengan ramah dengan wanita cantik yang menurut mereka adalah pelanggan yang dermawan.

​Akari tersenyum melihat betapa baik hati dan hangatnya orang tuanya, bahkan kepada orang asing yang begitu berkelas. Pemandangan itu, bagi Akari, adalah gambaran dari kebahagiaan yang sempurna dan sederhana.

​Akari sama sekali tidak curiga. Ia mengira Haruna hanya memesan mie dan mengobrol ringan. Ia mengangguk kecil, lega melihat orang tuanya tampak tenang, lalu ia melanjutkan belajarnya di meja kasir, tenggelam dalam buku, mengabaikan percakapan yang ternyata adalah negosiasi terakhir atas nyawa orang tuanya sendiri.

Haruna duduk di kursi, menyesap teh yang dibuatkan Ibu Akari, sementara Ayah dan Ibu Akari berdiri gelisah di hadapannya.

​"Baiklah, mari kita bicara bisnis," ujar Haruna, suaranya tenang namun menusuk. "Jatuh tempo sudah terlampaui. Saya datang bukan untuk negosiasi. Saya datang untuk mengambil apa yang sudah menjadi milik Tuan Agate."

​Ayah Akari mencoba memohon lagi, "Nona Haruna, tolong berikan kami waktu! Kami sudah berusaha—"

​Haruna mengangkat tangan, memotongnya. Ia tidak lagi menatap mereka, melainkan mengarahkan pandangannya tajam ke meja kasir, tempat Akari sedang belajar.

​Haruna tersenyum manis, senyum yang tampak kejam.

​"Saya tahu ada putri Anda di sini," katanya dengan suara yang cukup keras sehingga Akari mungkin bisa mendengarnya. "Dia gadis yang cantik. Atlet kendo yang hebat, bukan? Dia pasti akan sangat bersinar di universitas impiannya."

​Ekspresi Ayah dan Ibu Akari seketika berubah menjadi horor. Haruna telah mengincar Akari.

​"Karena Anda berdua sangat memikirkan masa depannya, saya sarankan Anda panggil dia. Panggil putri Anda ke sini, sekarang. Saya ingin berbicara dengannya sebentar."

​Permintaan itu terasa seperti sengatan listrik. Ayah Akari maju selangkah, melindungi Ibunya.

​"Tidak! Jangan sentuh dia! Biarkan dia! Dia tidak tahu apa-apa soal ini!" teriak Ayah Akari, suaranya dipenuhi ketakutan yang sesungguhnya.

​Haruna hanya terkekeh pelan. "Ayolah, Tuan. Jika Anda bekerja sama, mungkin saja Tuan Agate bisa sedikit mempertimbangkan... bagaimana cara Anda melunasi utang ini. Ingat, utang Anda kini mencakup masa depan putri Anda juga."

​Ancaman itu jelas. Jika mereka tidak memanggil Akari, maka Agate akan mencari Akari di kemudian hari. Dalam dilema yang mengerikan itu, Ayah dan Ibu Akari hanya bisa terdiam, tubuh mereka gemetar, menyadari bahwa mereka telah membawa bahaya paling gelap ke dekat putri mereka.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!