NovelToon NovelToon
KISAH CINTA YASMIN DAN ZIYAD

KISAH CINTA YASMIN DAN ZIYAD

Status: tamat
Genre:Cinta Terlarang / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Dokter Genius / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Tamat
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Babah Elfathar

Kisah Seorang Gadis bernama Yasmin yang baru pindah ke desa, setelah coba tinggal di kota dan tidak nyaman, dia tinggal di rumah sang nenek, Yasmin seorang gadis yang mandiri, ceria diluar, namun menyimpan sebuah duka, bertemu dengan Ziyad seorang dokter muda yang aslinya pendiam, tidak mudah bergaul, terlihat dingin, berhati lembut, namun punya trauma masa lalu. bagaimana kisahnya.. sedikit contekan ya.. kita buat bahasa seni yang efik dan buat kita ikut merasakan tulisan demi tulisan..

yda langsung gaskeun aja deh.. hehehe

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Babah Elfathar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 1

Bab 1

Langit senja sore itu di Desa Tembung menggantung berat. Awan kelabu menutup biru, menyisakan cahaya kekuningan samar yang meresap ke hamparan sawah. Angin membawa aroma tanah kering yang sebentar lagi akan tersentuh hujan. Dari kejauhan, terdengar kokok ayam yang terlambat, bercampur riuh suara anak-anak berlarian di jalan kampung meski langit mulai muram.

Yasmin menarik napas panjang. Ia merapatkan selendang, berusaha menghalau dingin yang menyusup. Langkahnya cepat menapak jalan tanah yang membelah sawah, pulang dari rumah sahabat lamanya. Sudah hampir sebulan ia tinggal di rumah neneknya setelah pindah dari Medan. Meski semasa kecil pernah beberapa kali berlibur, suasana desa tetap terasa asing, sepi, sekaligus berbeda.

Di kota, lampu jalan akan segera menyala, kendaraan bersahut klakson. Di sini, hanya bunyi dedaunan pisang bergesekan dengan angin. Saat senja tiba, kampung perlahan menutup diri dalam kesunyian.

“Ya Allah, semoga sempat sampai rumah sebelum hujan…” bisiknya resah.

Namun harapan itu runtuh. Tetes pertama jatuh, lalu dua, lalu rapat mengguyur. Suara hujan memukul atap seng pondok kosong di pinggir jalan. Yasmin menoleh cepat, lalu berlari kecil ke arah pondok itu. Tanah becek menodai kakinya, tapi ia tak peduli.

Begitu sampai, ia berdiri di bawah atap kayu sederhana, menepuk selendang dan lengan bajunya yang basah. Pandangannya menembus tirai hujan di depan sawah. Kabut tipis mulai naik dari tanah. Indah, tapi menyisakan rasa sepi.

Ternyata, ia tidak sendirian.

Seseorang sudah berdiri di sana, memegang payung hitam yang masih terlipat. Sosok itu tinggi, tegap, dengan wajah serius. Yasmin hampir terlonjak—ia tak menyadari keberadaannya sejak tadi.

Mata mereka bertemu. Yasmin mengenalnya. Hampir semua orang di kampung mengenal lelaki itu—Ziyad.

Dokter muda yang pulang dari kota untuk merawat ibunya yang sakit. Ia sering terlihat di jalan, menyapa sekadarnya, lalu pergi. Dingin, nyaris tak tersentuh. Ada jarak tak kasat mata yang membuat orang segan, meski diam-diam penasaran.

“Sendiri?” suara Ziyad berat dan tenang, tapi tegas.

Yasmin menegakkan tubuh, sedikit gugup. Ia tak menyangka pria itu akan menyapanya lebih dulu.

“Iya… hujannya datang tiba-tiba,” sahutnya pelan, disertai senyum ragu.

Ziyad mengangguk singkat. Pandangannya sebentar ke arah sawah, lalu kembali ke hujan. “Pulang ke mana?” tanyanya datar.

“Rumah Nek Wan… dekat pohon rambutan besar itu,” jawab Yasmin, sedikit hati-hati.

Ziyad tampak berpikir sejenak, lalu kembali mengangguk. “Searah. Jalan ini licin kalau hujan deras. Aku antar,” ucapnya pendek.

Kata-katanya sederhana, tanpa basa-basi, tapi terasa tulus. Yasmin mematung sebentar. Ia bisa saja menolak. Namun ada sesuatu dalam tatapan mata Ziyad—tenang tapi dalam—yang membuatnya tak bisa berkata tidak.

“Baiklah…” bisiknya lirih.

Ziyad membuka payung hitam. Gerakannya sederhana, mantap. Ia berjalan mendekat, menunggu Yasmin bergeser ke sisinya. Dengan hati-hati, Yasmin melangkah masuk ke bawah naungan payung itu.

Jarak mereka menyusut drastis.

Langkah pertama terasa kaku. Yasmin menangkap aroma hujan yang menempel di baju Ziyad—dingin bercampur hangat. Bahunya hampir menyentuh lengan pria itu. Napasnya teratur, berlawanan dengan jantung Yasmin yang berdegup cepat.

Hanya suara hujan yang mengisi keheningan. Sesekali sepatu mereka terperosok ke lumpur, menimbulkan cipratan kecil. Ziyad mencondongkan payung sedikit ke arah Yasmin, memastikan ia tak kehujanan. Gerakan kecil itu justru membuat dada Yasmin hangat.

Ia menoleh sekilas, menatap wajah samping Ziyad. Rahang tegas, mata lurus menatap jalan. Dingin, tapi seakan menyimpan sesuatu yang rapuh.

“Terima kasih… sudah repot-repot,” ucap Yasmin pelan, mencoba memecah hening.

Ziyad menoleh sebentar. “Bukan repot. Hujan bisa bikin sakit,” balasnya singkat.

Yasmin tersenyum samar. Kata-katanya jujur, tanpa manis-manis berlebih.

Mereka melangkah lagi di jalan kampung yang becek. Motor sesekali melintas, pengendara menunduk agar tak terlalu basah. Anak-anak yang tadi berlarian sudah menghilang.

“Kenapa pulang jalan kaki? Jauh dari rumah sahabatmu?” tanya Ziyad tiba-tiba.

Yasmin terkejut, tapi juga lega. “Tidak terlalu jauh. Lagipula aku suka jalan kaki. Bisa lihat sawah, dengar suara angin. Rasanya… lebih tenang daripada di kota,” jawabnya jujur.

Ziyad terdiam sejenak. Ada kilatan tipis di matanya, seperti mengerti. “Tenang, ya…” gumamnya rendah, lebih kepada dirinya sendiri.

Yasmin menunduk, tersenyum tanpa sadar. Percakapan singkat itu justru membuka pintu kecil ke dalam diri Ziyad.

Tak lama, mereka sampai di depan rumah kayu sederhana dengan halaman luas dan pohon rambutan tua menjulang di sampingnya. Lampu minyak di teras sudah menyala, temaram menembus hujan.

“Sudah sampai. Terima kasih, Ziyad,” tutur Yasmin lembut.

Ziyad menutup payungnya, menatap rumah itu sejenak. “Hati-hati. Kalau hujan masih turun besok, jangan jalan jauh sendiri,” pesannya tegas.

Yasmin tersenyum, kali ini lebih tulus. “Baik, dokter,” balasnya ringan.

Sejenak mata mereka beradu. Suara hujan lenyap di telinga Yasmin, menyisakan keheningan penuh arti.

Ziyad akhirnya menoleh, lalu melangkah pergi. Payung hitam kembali terbuka, menjauh di bawah tirai hujan. Yasmin menatap punggungnya yang makin samar. Jantungnya masih berdegup cepat. Pertemuan singkat itu meninggalkan jejak yang tak mudah dihapus.

Tiba-tiba suara neneknya memanggil dari teras.

“Min… cepat masuk. Jangan lama di luar. Orang itu… lebih baik jangan terlalu dekat dengannya.”

Yasmin menoleh, kaget. “Kenapa, Nek?” tanyanya ingin tahu.

Nek Wan hanya menggeleng, wajahnya muram. “Sebenarnya Ziyad anak baik, tapi dia menyimpan rahasia besar. Bisa menyeret siapa pun ke dalam masalah. Ingat pesan Nenek.” Ujar Nek Wan singkat penuh tanya.

Yasmin tertegun di depan pintu, memandang jalan yang kosong. Payung hitam itu sudah hilang dalam gelap.

Dadanya sesak. Kata-kata Nek Wan bergema di kepalanya.

Rahasia besar? Masalah apa?

Dan dalam hatinya, tumbuh rasa ingin tahu yang tak terbendung—tentang Ziyad, tentang hujan, tentang sesuatu yang baru saja dimulai.

Bersambung…

1
Nadhira💦
endingnya bikin mewek thorrr...
Babah Elfathar: Biar ga sesuai sangkaan, hehehe
total 1 replies
Amiura Yuu
suka dg bahasa nya yg gak saya temukan dinovel lain nya
Babah Elfathar: mkasi jangan lupa vote, like dan subscribe ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!