Widowati perempuan cantik yang baru saja melahirkan bayinya yang mati. Langsung dicerai oleh Aditya suaminya, karena dianggap tidak bisa menjaga bayi yang sudah dinanti nantinya.
Widowati akhirnya memilih hidup mandiri dengan mengontrak rumah kecil di pinggir sungai, yang konon kabar beritanya banyak makluk makluk gaib di sepanjang sungai itu.
Di suatu hari, di rumah kontrakannya didapati dua bayi merah. Bayi Bayi itu ukuran nya lebih besar dari bayi bayi normal. Bulu bulu di tubuh bayi bayi itu pun lebih lebat dari bayi bayi pada umumnya.
Dan yang lebih mengherankan bayi bayi itu kadang kadang menghilang tidak kasat mata.
Bayi bayi siapa itu? Apakah bayi bayi itu akan membantu Widowati atau menambah masalah Widowati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arias Binerkah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 1.
Matahari mulai terbenam, warna jingga keemasan memenuhi langit di atas sebuah pemakaman umum.
Angin berembus menerpa kelopak kelopak bunga mawar, yang ada di atas makam kecil yang masih basah tanahnya.
Sebagian kelopak bunga mawar itu terbang, berpindah ke tanah kosong di sekitar makam kecil. Bahkan berpindah ke makam makam di dekatnya.
Seorang perempuan cantik, memakai pakaian hitam hitam, dan kerudung warna hitam. Duduk bersimpuh di dekat pusara kecil itu dengan wajah yang basah oleh air mata.
Air mata terus meleleh membasahi wajah cantiknya. Baru saja dia kehilangan bayi yang baru saja dilahirkan. Sudah mendapat talak tiga dari suaminya.
Widowati, perempuan cantik itu berusia 26 tahun. Dia telah 6 tahun menikah dengan Aditya. Mereka berdua sangat mengharapkan hadirnya momongan. Namun sayang setelah bertahun tahun menanti sang buah hati. Anak yang dilahirkan oleh Widowati meninggal.
Kesalahan dijatuhkan pada Widowati seorang. Dia dianggap tidak bisa menjaga bayi itu. Aditya pun langsung menceraikan Widowati sore hari setelah upacara pemakaman selesai.
“Ibu akan keluar kota Nak, tapi Ibu pasti akan mengunjungi kamu lagi.” Ucap lirih Widowati sambil menepuk nepuk tanah basah makam kecil itu.
Widowati merasa sangat berat meninggalkan makam kecil itu. Akan tetapi dia harus meninggalkan kota itu. Meninggalkan rumah suaminya yang juga ditempati oleh mertuanya.
Sesaat ada tangan yang menepuk pundak Widowati dengan pelan pelan..
“Ayo Wid, keburu malam agak jauh rumahku.” Ucap seorang perempuan cantik bernama Retno, yang usia nya lebih tua dari Widowati.
“Iya Mbak.” Ucap lirih Widowati sambil menghapus air mata yang membasahi wajahnya.
Dengan dibantu oleh Retno tubuh lemah Widowati pun pelan pelan bangkit berdiri.
Dua perempuan cantik beda usia itu, melangkah meninggalkan makam kecil itu. Mereka melangkah di jalan setapak di antara makam makam.
Retno adalah kakak sepupu Widowati dari Ibu kandungnya yang telah meninggal. Retno dan suaminya tadi datang untuk mengikuti acara pemakaman bayi yang baru saja dilahirkan oleh Widowati.
“Suami, mertua kamu dan juga ibu tiri kamu itu sangat keterlaluan. Memangnya hanya mereka yang merasa kehilangan bayi itu. Kamu sebagai Ibu nya pasti lebih sedih dan merasa kehilangan..” ucap Retno sambil melangkah di depan Widowati.
“Kok tega teganya Aditya langsung mencerai dan mengusir kamu.” Ucap Retno dengan nada kesal.
Widowati tidak berucap hanya terdengar suara isakan tangis nya. Tangan Widowati berkali kali menghapus air mata di pipinya.
“Untung aku dan suamiku belum pulang. Jadi bisa sekalian mengajak kamu.” Ucap Retno lagi, sambil terus melangkah menuju ke mobil yang berparkir di depan tempat pemakaman umum.
“Terima kasih Mbak, sudah mau memberiku tumpangan.” Ucap lirih Widowati.
“Sama sama Wid, saat aku kecil dulu. Aku ingat Bu Lik Laras dulu selalu membantu keluargaku.” Ucap Retno yang teringat akan kebaikan hati Ibu kandung Widowati.
Widowati dulu anak orang kaya. Akan tetapi saat Widowati masih kecil ibu kandungnya meninggal dunia. Bapak nya menikah lagi dan punya satu anak dengan istri barunya. Sejak saat itu Widowati diabaikan oleh orang tuanya.
Apalagi di saat Widowati duduk di bangku SMA, Bapak nya Widowati meninggal dunia. Dan sejak saat itu Widowati semakin sengsara hidupnya.
“Aku tidak menyangka Wid, kalau Aditya bisa sejahat itu. Aku kira kehidupan kamu membaik setelah menikah dengan Aditya.” Ucap Retno lagi.
“Mungkin dia sangat kecewa Mbak, dan dapat pengaruh dari Ibu...” ucap lirih Widowati.
“Iya sudah pasti itu, tapi sangat keterlaluan mereka itu.” ucap Retno yang terdengar sangat kesal nada bicaranya. Bukan kesal karena harus memberi tumpangan pada Widowati tapi kesal dengan sikap suami Widowati.
“Eh Mbak, tetapi aku mau cari kontrakan rumah yang murah murah Mbak. Aku tidak enak sama suami kamu Mbak..” ucap Widowati lirih sambil terus melangkah di samping Retno.
Tangan Widowati masih terus sibuk menghapus air mata yang terus meleleh di wajahnya.
“Ya terserah kamu sih Wid. Tapi sebaiknya malam ini kamu menginap di rumahku dulu. Mas Sigit sudah mengizinkan kok.”
“Besok besok baru cari kontrakan, kalau di desa memang banyak kontrakan rumah yang murah. Aku pernah dengar ada rumah di komplek di pinggir sungai dikontrakkan cuma tiga juta per tahun. Tapi cuma kamar 1.” Ucap Retno yang kini melangkah di samping Widowati, karena mereka berdua sudah keluar dari pintu gerbang makam.
“Wah mau aku itu Mbak, tabungan ku juga cuma lima juta. Sisanya kan bisa buat beli keperluan lainnya dan untuk modal jualan.” Ucap Widowati agak lega hatinya.
“Kamu santai saja Wid, kalau perlu apa apa bilang aku saja.” Ucap Retno dan segera membuka pintu mobil di bagian belakang untuk Widowati dan pintu depan untuk dirinya sendiri.
Mereka berdua pun segera masuk ke dalam mobil. Dan mobil yang dikemudikan oleh suaminya Retno segera melaju meninggalkan lokasi makam menuju ke dusun Argo Pura.
✨✨✨
Dua hari kemudian Widowati sudah menempati sebuah rumah kecil di komplek perumahan yang lokasinya berada di pinggir kali.
Rumah yang dikontrak oleh Widowati itu posisinya tepat yang paling pojok dan paling ujung. Benar benar sebelah kiri rumah itu sudah ada sungai.
Suara gemericik air sungai yang mengalir membentur batu batu terdengar di telinga Widowati. Semilir angin yang menerpa pohon pohon di pinggir sungai membelai kulit mulus Widowati.
“Wid, benar kamu berani tinggal sendirian di sini?” tanya Retno setelah selesai membantu Widowati beres beres rumah.
“Berani Mbak.” Ucap Widowati sambil tersenyum.
“Baiklah, aku pulang ya. Kalau ada apa apa hubungi aku atau Mas Sigit ya...” ucap Retno sambil menatap wajah Widowati .
“Iya Mbak, terima kasih..” ucap Widowati sambil tersenyum.
Mereka berdua melangkah keluar dari rumah. Retno melangkah menuju ke motor matic yang terparkir di pinggir jalan komplek.
“Hati hati ya Wid..” ucap Retno dan motor pun segera berlalu meninggalkan Widowati yang berdiri di depan pintu pagar.
Sesaat Widowati merasa payudara nya sakit, terasa keras dan penuh. Baju di bagian dadanya pun sudah basah oleh air asi yang menetes.
“Haduh bengkak, nyeri dan sudah basah ini..” gumam Widowati di dalam hati sambil kedua tangannya memegang payu dara nya yang bengkak.
Akan tetapi tiba tiba Widowati merasa ada sepasang mata yang melibatkan.
Widowati menoleh ke arah pohon besar yang tumbuh di pinggir sungai di samping rumah nya. Karena perasaan Wido wati sepasang mata yang menatap dari arah sana.
“Apa ada orang di atas pohon itu.” Gumam Wido Widowati di dalam hati. Namun bersamaan dengan itu bulu kuduk Widowati meremang..
“Hiii padahal sepertinya tidak ada orang.” Gumam Widowati dan segera berlari masuk ke dalam rumah.
Widowati menutup pintu rumah rapat rapat dan dia melangkah menuju ke kamar untuk berganti baju. Namun baru saja dia selesai berganti baju. Terdengar suara pintu diketuk ketuk.
TOK
TOK
TOK
Kapokk hancur lebur acaranya
ternyata ilmunya blm seberpaa mkne masih kalah sm om wowo
secara om wowo mah lg tmpil mode gamteng maksimal atuhh 😍😍😍
coba mode 👻👻👻
ngacir dehhh
makin seru g bksa di tebak dehh