NovelToon NovelToon
Valdris Academy : Rise Of The Fallen

Valdris Academy : Rise Of The Fallen

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Reinkarnasi / Romansa Fantasi / Teen School/College / Fantasi Wanita / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:933
Nilai: 5
Nama Author: Seojinni_

Akademi Valdris. Medan perang bagi calon jenderal, penasihat, dan penguasa.

Selene d’Aragon melangkah santai ke gerbang, hingga sekelompok murid menghadangnya.

"Kau pikir tempat ini untuk orang sepertimu?"

Selene tersenyum. Manis. Lalu tinjunya melayang. Satu tumbang, dua jatuh, jeritan kesakitan menggema.

Ia menepis debu, menatap gerbang Valdris dengan mata berkilat.

"Sudah lama... tempat ini belum berubah."

Lalu ia melangkah masuk. Jika Valdris masih sama, maka sekali lagi, ia akan menaklukkannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seojinni_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

#1 - Malam Kematian Sang Legenda

Malam itu, langit mengamuk. Petir menyambar bertubi-tubi, menerangi istana megah yang kini diselimuti kabar duka. Hujan turun seperti ratapan para dewa, meratapi kejatuhan sang legenda. Di aula megah, suara lonceng kematian menggema, mengumumkan takdir yang tak dapat dihindari—Selene Everhart telah gugur.

Mereka menyebutnya pilar terkuat kekaisaran.

Tetapi bahkan pilar pun bisa runtuh.

Mayatnya tak pernah ditemukan—hanya genangan darah yang mengering di medan pertempuran, saksi bisu dari kepergiannya.

Namun, di saat dunia berkabung atas kepergiannya, jauh di pelosok kekaisaran, sebuah tangisan bayi memecah kesunyian malam.

Di tengah badai, di hutan yang sunyi, seorang bayi mungil tergeletak di tanah basah. Kulitnya seputih porselen, matanya keemasan, tetapi tubuhnya menggigil kedinginan. Tangisannya menggema di antara dedaunan yang basah, menusuk malam seolah menuntut dunia untuk mengakuinya.

Dua sosok menunggang kuda menerobos hujan—Gideon d’Aragon dan istrinya, Isolde d’Aragon. Mereka baru saja kehilangan bayi mereka sendiri. Kesedihan masih mencengkeram hati mereka, seperti lubang yang tak bisa diisi. Namun, tangisan itu menarik perhatian mereka.

Isolde turun dari kudanya, berlari menuju sumber suara, lalu membeku. Matanya yang penuh air mata melebar.

Bayi itu menatapnya—bukan dengan mata polos yang penuh ketakutan, tetapi dengan sorot yang tajam dan berani, seolah dia mengerti sesuatu yang lebih besar dari dunianya.

Seolah takdir mempertemukan mereka.

"Gideon… dia cantik sekali," bisik Isolde, suaranya penuh duka dan harapan yang bercampur menjadi satu. "Seolah Tuhan mengirimnya untuk kita."

Gideon menatap bayi itu dengan ekspresi rumit. Hujan terus mengguyur, tetapi tangan kasarnya meraih tubuh mungil itu dengan kelembutan yang tak biasa.

"Kau tahu siapa yang selalu sekuat baja?" tanyanya lirih. "Selene Everhart."

Isolde menutup mulutnya, air mata mengalir di pipinya. Dia menarik napas dalam dan tersenyum tipis di tengah tangisannya.

"Maka kita akan menamainya Selene."

Dan malam itu, Selene d’Aragon dilahirkan kembali.

***

Lima Pilar yang Terpecah

Pagi harinya, langit cerah seolah badai semalam tak pernah ada.

Namun, bagi kekaisaran, badai baru saja dimulai.

Sejak kematian Selene, kelima pilar kekaisaran tak lagi utuh.

Selene Everhart, Pilar Terkuat, telah gugur.

Magnus Ignis—putra mahkota—naik takhta, mengenakan mahkota dengan bayangan sosoknya yang masih menghantui.

Cassian Rosenthal mengambil alih gelar Duke, tetapi tak ada yang bisa menggantikan kehadiran Selene.

Regis Vermillion, pria yang paling dihormati dalam urusan pendidikan dan strategi, menarik diri ke Akademi Valdris, menghindari kekacauan yang terjadi di istana.

Dan yang paling mengejutkan—Gideon d’Aragon, "Tangan Baja" yang selalu setia di sisi Selene, menghilang bersama istrinya, Isolde.

Mereka yang dulu berdiri sejajar sebagai pilar… kini terpecah.

Tanpa Selene, hierarki yang selama ini seimbang runtuh.

Kekaisaran kembali ke hukum lama—"Yang kuat berkuasa."

Tanpa Selene, kaum bangsawan mulai menunjukkan taring mereka.

Tanpa Selene, perbatasan mulai bergejolak.

Tanpa Selene, tak ada lagi yang menahan mereka.

Musuh yang selama ini bersembunyi di bayang-bayang akhirnya muncul. Perbatasan terbakar. Kota-kota hancur. Para jenderal mulai bertarung bukan untuk rakyat, tetapi untuk diri mereka sendiri. Kaisar baru hanya bisa menahan sejauh yang dia mampu, tetapi kekaisaran telah kehilangan pedangnya.

Dan begitulah, patung Selene Everhart didirikan di tengah kota.

Berdiri gagah, mengenakan jubah kebesaran dengan tangan mencengkeram pedang. Seolah masih melindungi mereka.

Setiap hari, rakyat berdoa di depannya—bukan kepada para dewa, tetapi kepada satu-satunya orang yang pernah melindungi mereka tanpa pamrih.

Mereka mengingatnya sebagai Jenderal Terkuat, Pilar Kekaisaran, dan perisai rakyat.

Namun, waktu adalah musuh terbesar kenangan. Hari berlalu, tahun berganti. Mereka yang pernah mengenalnya perlahan menua, dan ingatan mulai memudar.

Tapi setiap kali mata mereka tertuju pada patung itu—

saat hujan mengguyurnya, saat salju menutupinya, saat matahari menyinarinya—mereka tahu.

Selene Everhart belum benar-benar mati.

***

Sang Putri yang Dilupakan

Lima tahun kemudian...

Seorang gadis kecil menyelinap di gudang taman. Matanya keemasan, penuh rasa ingin tahu. Jemari mungilnya menyentuh gagang pedang, belati, bahkan busur kecil.

Dia mengangkat sebilah pisau kecil dan memeriksa pantulan wajahnya di bilahnya. Mata emas itu masih bersinar tajam, seolah mengingat sesuatu yang belum bisa dia pahami.

"Cantik," gumamnya puas.

Namun, suara panggilan ibunya membuatnya tersentak.

"Selene! Kau di mana, Nak?"

Jantungnya berdebar. Dengan cepat, dia menyembunyikan senjata itu di balik papan kayu lantai gudang. Saat dia berbalik, sebuah tangan besar menepuk kepalanya.

"Putri ayah rupanya bersembunyi di sini, ya?" Suara Gideon terdengar geli. "Apa kau takut ibumu menangkap basah dirimu?"

Selene kecil terkikik. Dengan pipi merah merona, dia melompat dan mencium pipi ayahnya. "Muach! Ayah, selamatkan aku."

Hati Gideon langsung meleleh. Dia mengusap kepala putrinya dan mengangguk. "Baiklah, ini rahasia kita, kan?"

Mereka mengunci janji dengan jari kelingking—ritual kecil antara ayah dan anak.

Saat mereka keluar, Isolde sudah berdiri dengan tangan di pinggang. "Dari mana saja kalian?" tanyanya curiga.

"Kami hanya bermain bersama," jawab Gideon santai, sambil mengedipkan mata pada putrinya.

Selene kecil terkikik. Mereka bertiga berjalan pulang, menikmati pagi yang hangat setelah badai.

Tanpa ada yang tahu—gadis kecil itu adalah legenda yang pernah dikubur sejarah.

Dan suatu hari nanti, dia akan mengukir namanya kembali dalam tinta emas.

Karena Selene Everhart belum benar-benar mati...

1
Maria Lina
yg lama aj blm tamat thor buat cerita baru lgi hadeh
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!