Demi biaya pengobatan sang ibu membuat seorang gadis bernama Eliana Bowie mengambil jalan nekad menjadi wanita bayaran yang mengharuskan dirinya melahirkan pewaris untuk seorang pria yang berkuasa.
Morgan Barnes, seorang mafia kejam di Prancis, tidak pernah menginginkan pernikahan namun dia menginginkan seorang pewaris sehingga dia mencari seorang gadis yang masih suci untuk melahirkan anaknya.
Tanpa pikir panjang Eliana menyetujui tawaran yang dia dapat, setiap malam dia harus melayani seorang pria yang tidak boleh dia tahu nama dan juga rupanya sampai akhirnya dia mengandung dua anak kembar namun siapa yang menduga, setelah dia melahirkan, kedua bayinya hilang dan Eliana ditinggal sendirian di rumah sakit dengan selembar cek. Kematian ibunya membuat Eliana pergi untuk menepati janjinya pada sang ibu lalu kembali lagi setelah tiga tahun untuk mencari anak kembar yang dia lahirkan. Apakah Eliana akan menemukan kedua anaknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni Juli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tawaran
Plaakkk!! Sebuah tamparan keras mendarat di wajah seorang gadis bernama Eliana Bowie. Tamparan keras itu dia dapat akibat perkataan yang dia ucapkan sendiri.
Eliana Bowie, gadis berusia dua puluh dua tahun yang sedang berjuang mengumpulkan uang untuk biaya rumah sakit ibunya yang sudah tidak dia bayar selama satu minggu. Ibunya terbaring sakit akibat kanker stadium akhir yang dia derita dan karena hal itulah membuat Eliana harus pontang panting mencari uang.
Mereka sudah tidak memiliki apa pun lagi, sehingga membuat Eliana tidak memiliki pilihan lain. Hari ini Eliana memberanikan diri mendatangi ayahnya yang sudah menikah lagi untuk meminta biaya pengobatan ibunya. Dia harap ayahnya mau membantu tapi sebuah tamparan keras justru dia dapatkan di wajah.
Eliana memegangi wajahnya yang terasa panas, mata juga menatap sang ayah dengan tatapan penuh amarah. Dia datang untuk berbicara baik-baik dengan ayahnya namun caci maki juga perkataan yang tidak seharusnya ayahnya ucapkan justru diucapkan oleh ayahnya sehingga membuat Eliana sakit hati.
"Sudah aku katakan, biarkan saja ibumu mati!" ucap ayahnya tanpa perasaan.
"Jika begitu kenapa tidak kau saja yang mati?" karena perkataannya itulah dia ditampar oleh ayahnya.
"Tutup mulutmu, Eliana. Apa tamparan yang aku berikan kurang?" teriak ayahnya lantang.
"Kau yang seharusnya menutup mulutmu, Dad. Selama ini kau tidak pernah memenuhi kewajibanmu sebagai ayahku, kau tidak pernah memberikan nafkah untuk aku tapi untuk sekian lama setelah kau dan Mommy berpisah, ini kali pertama aku memohon bantuanmu namun kau justru menyumpahi Mommy agar cepat mati. Kenapa kau tega mengucapkan perkataan itu?" ucap Eliana sambil menangis terisak.
"Kau sudah besar, tidak perlu aku beri nafkah lagi. Ibumu juga bukan tanggung jawabku jadi pergilah, aku tidak akan membantumu sama sekali!"
"Tidak, Dad. Aku mohon, pinjaman aku uang. Aku pasti akan mengembalikannya padamu," ucap Eliana.
"Mengembalikan? Dengan apa kau akan mengembalikan uang itu, Eliana? Dengan gajimu yang tidak seberapa itu, apa kau pikir kau bisa mengembalikannya?" ucap istri ayahnya mencibir.
"Diam, Aunty. Aku tidak meminta bantuan darimu!" ucap Eliana kesal.
"Jaga ucapanmu, Eliana. Kau sungguh tidak sopan!" teriak ayahnya lantang.
"Dad, aku datang bukan untuk bertengkar denganmu. Aku ingin meminta bantuanmu jadi bantulah aku, Dad. Aku berjanji akan mengembalikan uang itu," Eliana masih membujuk ayahnya dan berharap ayahnya berubah pikiran dan mau membantu.
"Tidak, pergilah. Sekalipun kau berlutut dan memohon di bawah kakiku, aku tidak akan membantumu!" ucap ayahnya.
"Please, Dad. Hanya kau yang bisa menolong aku!" teriak Eliana.
"Pergi, Eliana. Jika tidak aku akan memerintahkan seseorang untuk menarik kamu pergi!" teriak ayahnya marah.
Air mata mengalir dengan deras, sebuah kertas yang dia bawa untuk diperlihatkan pada ayahnya di cengkeram dengan erat. Itu adalah total biaya yang harus dia bayar dalam waktu satu minggu dan jika dia tidak bisa membayarnya, maka ibunya akan diusir keluar dari rumah sakit namun apa yang bisa dia lakukan. Hati ayahnya sekeras batu bahkan kertas tagihan itu pun tidak ayahnya lihat.
"Pergi, Eliana. Kami akan menghadiri pemakaman ibumu nanti," ucap istri ayahnya.
Ayah dan istrinya melangkah masuk, Eliana menghapus air matanya dengan kasar dan berlalu pergi. Harapan satu-satunya yang dia miliki ternyata begitu mengecewakan, dia kira ayahnya mau membatu tapi pil pahit yang dia dapat. Seharusnya dia tahu karena ayahnya tidak peduli dengan mereka sejak dulu.
Eliana melangkah tanpa tujuan arah, dia harus kembali ke rumah sakit namun dia tidak sanggup karena dia belum mendapat uang sama sekali. Taman menjadi tempat tujuannya, dia tidak tahu ada yang sedang memperhatikan dirinya dari kejauhan dan sedang mencari data dirinya.
Bangku taman menjadi tempatnya untuk menumpahkan kesedihan yang menyesakkan dada. Sebelum mencari ayahnya, Eliana sudah mencoba meminjam dengan sahabat, kerabat ibunya bahkan dia juga meminjam uang pada sang atasan namun tidak ada yang mau meminjamkan karena jumlahnya yang tidak sedikit.
"Di mana lagi aku harus mencari uang?" keluhnya, dia harap ada sebuah keajaiban untuknya. Apa pun, dia akan melakukan apa pun agar dia bisa mendapatkan uang untuk biaya rumah sakit ibunya.
"Sepertinya kau sedang dalam masalah, Nona," tiba-tiba saja seorang pria tua duduk di sisinya. Eliana terkejut dan menggeser duduknya, mata menatap pria tua itu dengan penuh selidik.
"Jangan takut, aku hanya ingin berbincang denganmu," ucap pria tua itu, senyum ramah menghiasi wajah tua.
"Oh, apa yang Kakek lakukan di sini?" Eliana mengusap air matanya, dia jadi terlihat malu.
"Seperti dirimu, aku sedang mencari angin untuk menyelesaikan masalah yang sedang aku hadapi."
"Masalah?" Eliana mengernyitkan dahi. Masalah apa yang dihadapi oleh pria tua seperti dirinya?
"Apa masalah yang sedang Kakek alami?" tanya Eliana.
"Aku sudah dua hari tidak makan, Nona. Tidak ada yang mau memberi aku makan, sepertinya pria tua ini akan mati di jalan."
Eliana tampak tidak percaya, kakek tua itu berpenampilan begitu rapi. Jam mahal juga melingkar di tangan, bagaimana mungkin dia tidak memiliki uang untuk makan? Rasanya ingin bertanya tapi dia tidak berani. Eliana membuka tasnya, mengambil uang dari sana lalu memberikan uang itu pada si kakek tua tersebut.
"Aku tidak memiliki uang yang banyak, Kakek. Tapi dengan uang ini Kakek bisa membeli dua porsi makanan fastfood," ucapnya seraya memberikan uang yang ada pada kakek itu.
"Kau benar-benar gadis baik. Masalahku sudah terpecahkan, sekarang katakan padaku permasalahan apa yang sedang kau alami. Mungkin kakek ini bisa membantu."
Eliana tersenyum, dia tampak enggan. Namun dia merasa tidak ada salahnya mengatakan apa yang sedang dia hadapi, mungkin dengan demikian bebannya sedikit berkurang.
"Katakan saja, jangan takut denganku."
"Sebenarnya aku sedang mencari biaya rumah sakit untuk ibuku, Kakek," napas berat dihembuskan, tatapan mata menerawang. Kenapa hidup ini terasa begitu berat?
"Apa yang terjadi dengan ibumu, Nona?"
"Ibuku sudah lama terbaring sakit, aku tidak memiliki apa pun lagi," kini dia menunduk dan menangis, "Aku sudah berusaha semampuku, tapi aku hanyalah anak tidak berguna. Ayah yang aku harapkan tidak mau membantu aku, aku sungguh tidak tahu harus melakukan apa. Jika aku tidak bisa membayar biaya rumah sakit ibuku, maka ibuku akan diusir. Aku tidak akan sanggup melihat ibuku terbaring di rumah tanpa mendapatkan perawatan," ucap Eliana lagi dengan air mata yang mengalir dengan deras.
"Aku tidak bisa melakukan apa pun, Kakek. Aku sangat berharap ada keajaiban untukku, aku bahkan bersedia melakukan apa pun agar ibuku bisa tetap mendapatkan perawatan yang layak."
"Apa kau serius dengan ucapanmu, Nona?"
"Tentu saja, aku akan melakukan apa pun untuk ibuku."
"Gadis baik, mataku tidak salah menilai," ucap pria tua itu.
"Maksud Kakek?"tanya Eliana tidak mengerti.
"Panggil aku Ray, aku memang sedang mencari seorang gadis yang berhati tulus seperti Nona. Apa Nona mau mendengarkan penawaran yang akan aku berikan? Jika Nona bersedia, semua biaya rumah sakit dan juga ibu Nona, akan mendapatkan perawatan yang terbaik."
"Apa?" Eliana terkejut. Apa ini mujizat?Ataukah kakek tua itu adalah paman kaki panjang?
"Bagaimana, tapi tugas yang harus Nona lakukan tidaklah mudah," Ray tersenyum, dia harap Eliana menerima tawaran darinya.
"A-Apa yang harus aku lakukan?" tanya Eliana. Dia harap bukan tugas sulit karena itu adalah kesempatan yang tidak boleh dia lewatkan sama sekali.
"Mudah saja, aku ingin Nona melahirkan anak untuk Tuan Muda."
Eliana kembali terkejut. Mata bahkan melotot saat menatap Ray. Melahirkan anak? Apa ini lelucon yang suka dilemparkan oleh orang kaya?
"Tidak perlu terburu-buru, pikirkan baik-baik," sebuah kartu nama diambil dan diberikan pada Eliana.
"Aku menanti kabar baik darimu, Nona Eliana. Segera hubungi aku setelah kau mengambil keputusan," Ray beranjak setelah berkata demikian. Pria tua itu melangkah pergi, dia yakin Eliana pasti menerima tawaran darinya.
Gadis itu adalah kandidat paling kompeten di antara kandidat lainnya untuk melahirkan seorang pewaris bagi Tuan Muda yang dia layani.
Eliana seperti orang linglung setelah kepergian Ray, apa dia baru saja mendengar lelucon di tengah rasa putus asa yang dia rasakan? Tidak, dia rasa pria tua itu serius dengan tawaran yang dia berikan.