Lima tahun cinta Shannara dan Sergio hancur karena penolakan lamaran dan kesalah pahaman fatal. Bertahun-tahun kemudian, takdir mempertemukan mereka kembali di atas kapal pesiar. Sebuah insiden tak terduga memaksa mereka berhubungan kembali. Masalahnya, Sergio kini sudah beristri, namun hatinya masih mencintai Shannara. Pertemuan di tengah laut lepas ini menguji batas janji pernikahan, cinta lama, dan dilema antara masa lalu dan kenyataan pahit.
Kisah tentang kesempatan kedua, cinta terlarang, dan perjuangan melawan takdir.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RYN♉, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB : Cinta Yang Harus Tenggelam
Pasir putih itu dingin di bawah telapak kaki Shannara, kontras dengan hangatnya matahari yang perlahan tenggelam, mewarnai langit dengan jingga dan ungu yang menyala. Ia berdiri di tepi pantai, deburan ombak seolah berbisik menahan niatnya. Di sampingnya, Sergio tampak begitu memesona, kemeja linen putihnya tersibak diterpa angin laut, senyumnya yang sempurna selalu terasa seperti janji akan kebahagiaan abadi.
Namun, bagi Shannara, kebahagiaan itu terasa seperti istana pasir yang indah, tapi rapuh dan pasti akan hancur diterjang ombak.
Angin sore menerpa wajah Shannara, membawa dingin yang seolah menembus tulang. Ia menoleh pada Sergio, kekasih yang sebentar lagi harus ia lepaskan. "Gio…" Shannara memulai, suaranya tercekat. Ia sudah berlatih kalimat ini ratusan kali di depan cermin, tetapi kini, di hadapan mata teduh itu, semuanya terasa mustahil.
Sergio menoleh matanya teduh dan penuh perhatian. Ia tersenyum, senyum itu sempurna, dan justru itu yang menyakitkan.
"Ya, Sayang? Kenapa? Dari tadi kamu gelisah banget. Mau cerita?" Ia menggenggam tangan Shannara, jemarinya yang hangat dan kuat menyalurkan rasa aman yang justru membuat Shannara semakin terluka.
Shannara menarik napas gemetar. Ia harus melepaskan genggaman itu. "Aku … Kita perlu bicara serius, Gio. Soal kita."
Sergio tertegun. Genggaman tangannya mengendur. Ia menatap Shannara, keraguan dan sedikit rasa takut mulai muncul di matanya. Sergio mulai merasakan perubahan suasana. Senyumnya luntur, tergantikan kerutan samar.
"Aku juga mau ngomong serius. Tapi please, aku duluan. Ini udah aku siapin dari lama banget."
Ia melepaskan genggaman tangan Shannara, lalu merogoh saku celananya. Detik itu juga, waktu terasa berhenti. Shannara melihat kotak beludru kecil yang dikeluarkan Sergio, berkilauan tertimpa cahaya senja. Jantung Shannara berdebar kencang, pertempuran batin berkecamuk di dadanya. Tidak, jangan sekarang. Kumohon.
Sergio berlutut di pasir, mengabaikan ombak kecil yang sesekali menyentuh kakinya. Matanya menatap Shannara, penuh janji dan harapan.
"Nara. Lima tahun. Itu bukan waktu sebentar. Kamu tahu, kamu itu segalanya buat aku. Tempat aku pulang, semangat aku. Kita adalah takdir. Aku cinta kamu, melebihi apa pun di dunia ini."
Ia membuka kotak itu. Cincin berlian itu tampak begitu murni di bawah cahaya senja.
"Shannara Althea ... lima tahun kita bersama. Dan dalam setiap waktu itu, aku semakin yakin bahwa aku ingin menua bersamamu. Jadilah pendamping hidupku, Nara. Menikahlah denganku."
Air mata Shannara langsung tumpah, bukan air mata bahagia, melainkan air mata keputusasaan yang pahit. Ini adalah mimpi yang selama ini ia tepis, kini terwujud di hadapannya, namun terasa seperti jurang yang menganga.
"Gio..." bisiknya, suaranya tercekat di tenggorokan. "Tolong, bangun dulu."
Sergio tertegun. Senyumnya lenyap, digantikan kerutan cemas di dahinya. Ia bangkit, pandangannya menuntut penjelasan.
"Kenapa? Kamu nggak suka model cincinnya? Kita bisa cari yang lain, sayang. Bilang aja. Ada apa, Nara?" tanyanya cemas.
Shannara menggeleng, air matanya tak terbendung. Ia memaksakan diri mundur selangkah, menjauh dari kehangatan Sergio.
"Nggak ada yang salah sama cincinnya. Nggak ada yang salah sama kamu. Kamu … kamu itu hadiah terbaik yang pernah tuhan kasih ke aku. Kamu sempurna. Dan justru karena itu…”
Ia mendongak, menatap mata Sergio yang kini dipenuhi kebingungan dan kekecewaan yang samar
"...Aku nggak bisa terima."
Kotak beludru di tangan Sergio terasa berat, seolah berisi seluruh harapannya yang runtuh. "Apa? Kamu … tolak aku? Seriously? Setelah lima tahun kita bareng? Tapi, kenapa? Kamu nggak cinta lagi sama aku?" Suara Sergio terdengar parau, tak percaya.
"Aku mencintaimu!" Shannara menjerit, sedikit lebih keras dari yang ia inginkan. "Aku sangat mencintaimu, Gio. Lebih dari diriku sendiri. Dan karena aku mencintaimu ... aku harus pergi."
"Omong kosong! Ini gila!" Sergio meraih pergelangan tangan Shannara, matanya menatap dengan tajam. "Jangan ngomong yang nggak masuk akal! Kalau cinta, ya harusnya kita menikah! Apa yang bikin kamu mau ninggalin aku? Aku bisa kasih semua yang kamu mau!"
Shannara menggeleng kuat. "Justru itu masalahnya! Kamu bisa kasih segalanya! Tapi aku? Aku nggak bisa kasih apa-apa buat kamu, bahkan nama baik."
Ia menarik diri dari sentuhan Sergio, lalu mundur selangkah. Ia harus mengucapkan ini, sekali pun kata-kata ini akan membunuhnya.
"Kamu adalah anggota keluarga Adhitama! Keluarga terhormat! Ayahmu dikenal, ibumu dikagumi banyak orang. Sedangkan aku? Aku hanya Shannara, anak dari seorang wanita yang pernah bekerja di jurang gelap dunia malam! Kamu pikir keluargamu akan menerimaku?!"
Sergio menggebrak udara dengan tangannya. "Sialan! Terus kenapa?! Nara, aku tidak mengerti. Kita telah melalui begitu banyak hal bersama. Aku tidak peduli dengan masa lalumu, atau siapa keluargamu. Aku mencintaimu karena kamu adalah kamu."
"Tapi dunia tidak sesederhana itu, Gio. Kamu boleh tidak peduli, tapi keluargamu akan peduli. Orang-orang akan berbicara. Mereka akan mengingatkanmu bahwa aku hanyalah anak dari seorang wanita yang ... pernah terjerat dalam dunia kelam.”
"Kamu pikir aku akan membiarkan mereka menilai kita seperti itu? Aku akan melindungimu. Aku tidak pernah menilai seseorang dari masa lalunya, Nara."
Shannara tersenyum getir "Ya, aku tahu. Tapi mereka akan menilaimu karena memilihku. Aku tidak ingin menjadi alasan kamu kehilangan rasa hormat dari keluargamu, atau pandangan baik dari dunia di sekitarmu.:
Sergio terdiam. Ia menatap Shannara lama, matanya mulai berkaca-kaca.
"Itu masalahnya. Sayang, kamu terlalu memikirkan apa kata orang. Aku hanya ingin kamu tahu ... aku siap menanggung segalanya demi kamu."
"Dan aku tidak ingin menjadi beban yang harus kamu tanggung. Cinta seharusnya membuat seseorang ringan, bukan terbebani, Gio."
"Aku tidak pernah berkata itu beban, maksudku ... bukan itu."
Angin semakin kencang. Senja berganti ungu.
Shannara menunduk, suaranya nyaris tak terdengar.
"Maafkan aku, Sergio..."
"Aku mencintaimu, Nara. Apa itu saja tidak cukup?"
"Tidak, Gio. Cinta saja tidak cukup ketika dunia menolak keberadaan kita. Maafkan aku yang telah berani mencintaimu..."
Hening. Hanya suara ombak dan hembusan angin yang terdengar di antara mereka.
Shannara menatapnya untuk terakhir kali. Tatapan yang penuh cinta, tapi juga perpisahan.
"Maafkan aku..."
Ia melangkah pergi, meninggalkan Sergio yang masih berdiri dengan cincin di tangannya, terpaku menatap punggung perempuan yang baru saja menghancurkan hatinya demi melindunginya dari dunia yang kejam.
Ombak datang, membasahi pasir di tempat Sergio berlutut tadi, menghapus sisa jejak dua insan yang pernah berjanji untuk selalu bersama.