Reino segera menghubungi Rita begitu Daniel meninggalkan ruangannya, memintanya membawa makanan dan segelas teh hangat untuk Kanaya. Ia menjelaskan keadaan sahabatnya yang belum siuman.
Dengan langkah cepat, Rita menyusuri koridor kantor menuju lift. Ia membawa makanan dan minuman untuk Kanaya dan pak Reino. Setelah sampai di ruangan Reino, ia pun mengetuk pintu perlahan.
"Masuk!" sahut Reino dari dalam.
Rita masuk ke dalam namun tak menemukan siapa-siapa di sana. Ia pun celingukan mencari bos nya itu. Perasaan tadi ada suara pak Reino, batin Rita heran. Belum sempat ia memanggil nama Reino sekali lagi, tiba-tiba sebuah pintu di belakang kursi kerja Reino terbuka. Reino berdiri di sana mengulum senyum melihat Rita kebingungan mencarinya. Ia lupa, tidak sembarang orang yang mengetahui jika ada ruangan khusus di dalam kantor Reino untuknya beristirahat.
"Ini pak makanannya."
"Bawa masuk kemari." pinta Reino nenyuruh Rita masuk.
Rita terperanjat melihat keadaan Kanaya yang terbaring lemah. Ia berjalan mendekati ranjang dan duduk di tepinya. Di sentuhnya kening Kanaya yang terasa panas di telapak tangannya.
"Nay..." panggilnya sembari menggenggam tangan Kanaya.
Samar-samar Kanaya mendengar namanya dipanggil oleh Rita. Ia berusaha membuka mata perlahan. Namun, kepalanya terasa pusing. Mulutnya terasa pahit. Ia melihat ke sekeliling ruangan tapi merasa asing tak mengenal tempat itu.
"Di mana ini, Rit?" tanya Kanaya pelan.
"Di ruangan pak Reino, Nay." terang Rita menjelaskan. Reino menghampiri Kanaya di sisi lain ranjang.
Kanaya nampak begitu lelah. Bibirnya pucat. Reino menahan keinginannya untuk merengkuh pundak Kanaya dan menyandarkan kepala gadis itu di bahunya.
"Rit, tolong bawa tehnya kemari." pinta Reino.
Rita menyodorkan teh itu kepada Reino. Dengan telaten ia membantu Kanaya minum. Setelah meneguk beberapa kali Kanaya memberi isyarat agar Reino meletakkan teh itu.
Rita tersenyum melihat adegan di depannya itu. Keduanya mirip sepasang kekasih. Sikap lembut dan perhatian Reino kepada Kanaya semakin membuat Rita yakin bahwa bos nya itu sudah jatuh hati pada sahabatnya.
"Kalau begitu saya permisi dulu, pak. Kasihan mbak Dewi sendirian di kantin." pamit Rita mencari alasan meninggalkan mereka berdua.
"Aku ikut, Rit.. " sahut Kanaya tiba-tiba berusaha beranjak dari tempat tidur namun dengan tegas Reino meraih tangan gadis itu.
"Kamu tidak boleh kemana-mana. Kamu itu sedang sakit. Istirahatlah di sini." ujar Reino tak mau dibantah.
Kanaya menatap Rita memohon agar ia tetap di sana menemaninya. Ia merasa tidak enak bila berduaan saja dengan Reino. Meski dalam keadaan sakit begini, ia merasa detak jantungnya mulai tak terkendali iramanya. Apalagi tangannya sekarang masih dalam genggaman Reino. Hal itu membuatnya semakin salah tingkah.
Rita berlalu meninggalkan ruangan Reino dengan senyum menghias di wajahnya. Ia turut senang bila Reino benar-benar menyukai Kanaya. sahabatnya. Kanaya gadis yang baik. Ia pantas mendapat laki-laki sebaik Reino. Dalam hati ia berdoa semoga Tuhan menyatukan mereka berdua.
***
Kanaya baru saja bangun dari tidurnya. Diliriknya jam di samping ranjang, sudah menunjukkan pukul 3 sore. Rupanya ia tertidur cukup lama setelah minum obat yang diberikan Reino tadi. Ia merasa sedikit lebih baik. Kepalanya tidak lagi pusing. Demamnya juga sudah turun. Hanya satu yang ia rasakan sekarang, perutnya lapar. Ia bisa mendengar cacing di dalam perutnya mulai berdendang.
"Di mana pak Reino?" gumamnya pelan.
Kanaya turun dari ranjang, ia mencari Reino di ruangannya untuk berpamitan. Ia ingin kembali ke tempatnya. Sekarang teman\-teman di ruangannya pasti sedang heboh membicarakan dirinya yang jatuh pingsan dan ditolong oleh si bos "RR" Group itu. Bukannya senang mendapat perhatian dari Reino, Kanaya malah bergidik ngeri sekarang. Ia yakin ada banyak karyawati di kantor yang akan mencibirnya sebagai wanita penggoda yang berusaha menarik perhatian atasannya saja. *Hadeeehhh... Matilah kau Kanaya! ucapnya dalam hati*.
"Sudah bangun? Kemarilah." pinta Reino begitu melihat Kanaya membuka pintu kamar itu.
Entah mengapa, begitu melihat Reino, ia lupa jika ia ingin berpamitan kembali ke ruangannya. Alih\-alih berpamitan, ia malah menghampiri Reino yang memanggilnya. Reino menghentikan pekerjaannya memeriksa beberapa file di komputer kemudian berdiri di hadapan Kanaya.
"Sudah enakan?" sapanya sembari memeriksa kening Kanaya.
"Iya, pak. Saya sudah tidak pusing." jawabnya.
Reino meraih tangan Kanaya dan membawa gadis itu duduk di sofa. Ia menyelipkan rambut Kanaya yang sedikit tergerai di pipinya.
"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Reino seraya menatap Kanaya lekat.
"Saya sudah mendingan kok, pak."
"Dokter bilang kamu terlalu lelah, Nay." imbuhnya.
"Mungkin lebih baik kamu berhenti bekerja di restoran itu." ucap Reino ragu. Saat melihat perubahan ekspresi wajah Kanaya kemudian ia tersadar seharusnya ia tidak mengatakan hal itu.
"Saya baik-baik saja, pak. Dan saya tidak mungkin berhenti bekerja di sana. Keluarga saya masih butuh banyak biaya dan saya masih sanggup bekerja demi mereka." ucapnya lirih. Air mata kembali menetes dari pelupuk mata Kanaya.
"Baiklah. Maafkan aku, Nay. Aku hanya mengkhawatirkan kesehatanmu. Aku tidak ingin melihatmu kelelahan bekerja." timpal Reino sembari menghapus air mata Kanaya dengan jemarinya.
Kanaya menatap wajah laki\-laki di hadapannya itu. *Kenapa bapak begitu perhatian sih? Tolong jangan membuatku salah paham dengan sikap baik bapak ini, batin Kanaya*.
"Saya permisi dulu ya, pak. Terima kasih karena hari ini bapak begitu baik merawat saya."
"Tunggu, Nay. Tolong jangan salah paham. Aku tidak berniat mencampuri urusan pribadimu. Tapi jujur aku tidak ingin melihatmu jatuh sakit karena bekerja terlalu keras. Kalau kamu mengijinkan aku ingin membantumu."
Langkah Kanaya terhenti karena ucapan Reino barusan. Inilah alasan Kanaya mengapa ia tidak ingin berbagi kisah hidupnya dengan siapapun. Ia tidak ingin dikasihani. Dan sikap Reino barusan menunjukkan kalau laki\-laki itu pasti sedang berempati pada nasib keluarganya yang kurang beruntung. Bukan seperti yang Rita katakan, jika Reino mencintainya. Cinta dan iba adalah dua hal yang jauh berbeda.
"Tidak, pak. Terima kasih. Saya akan berusaha sendiri." jawab Kanaya berusaha mempertahankan harga dirinya.
Gadis itu melangkah keluar meninggalkan Reino sendiri di ruangannya. Ia menyesali ucapannya. Kanaya adalah gadis yang berpendirian teguh dan tidak mau merepotkan orang lain. Seharusnya, ia menghormati prinsip hidup Kanaya meski sesungguhnya ia tulus ingin membantu gadis yang sudah berhasil merebut hatinya itu.
Maafkan aku, Nay, sesalnya dalam hati.
---------------------------------
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments