Kanaya bersandar pada sebuah pohon rindang di halaman kantor "RR" group sambil sesekali melirik jam di tangannya.
"Rita lama sekali siihhh...!" gerutunya kesal. Hampir setengah jam ia menunggu Rita di sana. Mereka berdua berencana mampir ke kedai bakso langganan yang letaknya tak jauh dari kantor itu. Ia menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal sambil ngomel-ngomel tak jelas karena perutnya sudah keroncongan.
Seharian tadi bagian cleaning service dibuat sibuk bukan kepalang. Bukan tanpa alasan, besok akan ada rapat besar dewan direksi di kantor. Kanaya dan kawan-kawannya bertanggung jawab akan kebersihan dan kenyamanan aula ruang rapat. Mau tak mau mereka bekerja dengan ekstra hati-hati dengan tambahan shift kerja 2 jam hingga mereka pun melewatkan jam makan siang. Tentu saja perut Kanaya berontak meronta-ronta minta jatah.
"Naayyy..!" panggil Rita dari depan lobi dengan setengah berlari kecil.
"Lamaanyaaa kamuuu.." bibir Kanaya monyong kayak bibir bang mandra. hehe..
"Iyaa maapppp. Abisnya aku ada briefing dadakan barusan. Kamu kan tahu sendiri besok bakal sibuk di kantor gara-gara meeting besar." kilah Rita membela diri.
"Ya udah ayoo. Udah laper bingiitttt inii." Kanaya menggamit lengan Rita lalu mengajaknya berjalan cepat-cepat.
Sesampainya di kedai bakso Mang Ujang, duo gadis itu segera mencari posisi duduk yang paling mereka sukai, yuuppp kursi yang menghadap ke jalan. Mereka paling suka makan bakso sambil mengomentari orang-orang yang lewat. Iseng banget kan? Nah, para readers punya kesamaan ga sama mereka?? Jujur kalo author sih iyaaa. ^v^
"Mang, bakso kayak biasanya ya. Dua mang. Pedesss polll!" seru Rita sambil menarik sebuah kursi.
Dari balik singgasana perbaksoannya mang Ujang mengangguk mengiyakan. Diraciknya dengan semangat dua mangkok bakso urat super pedas dengan bawang goreng yang banyak, kesukaan Kanaya dan Rita. Tak lupa mang ujang juga membuat 2 gelas es teh manis untuk mereka.
"Naaah.. ini baksonya untuk neng geulis berdua. Super spesial karena hari ini ada bonus krupukkk." terang mang Ujang sambil menata pesanan di atas meja.
"Waaaahh.. segernyaaa. Mantaap mang pedesnya." puji Rita setelah menyeruput sesendok kuah baksonya.
"Eh mang Ujang lupa nih es teh ga dikasih sedotan."
"Biar aku aja yang minta ke mang Ujang." timpal Kanaya cepat.
Gadis itu segera berdiri dan berbalik namun tak sengaja badannya menabrak seseorang yang hendak melewati meja mereka.
Brukkk!!! Tubuh Kanaya yang kecil ramping pun terhuyung karena hilang keseimbangan. Beruntung sebelum sempat terjatuh, orang itu menarik lengan Kanaya hingga ia terjatuh ke pelukannya.
Kanaya melongo karena terkejut.
"Kamu ga papa kan?" tanya orang itu tanpa melepas tangan Kanaya.
"Eh..Kanaya kan?" tanyanya lagi.
Merasa namanya disebut spontan Kanaya mendongak menatap wajah orang itu.
"Mas Rei?" dengan gugup Kanaya berusaha berdiri.
Keduanya saling pandang tanpa berkedip, lama sekali mirip adegan di film India. Jantung Kanaya pun berdegup kencang saat ditatap seperti itu oleh seorang laki-laki tampan.
Perawakan Reino tinggi sekitar 180 cm seperti seorang atlet bola basket. Kulitnya putih. Rambutnya sedikit bergelombang berwarna hitam. Gaya pakaiannya tak jauh beda seperti pada pertemuan mereka pertama kali, memakai kaos dan jaket kulit warna hitam. Keren sekali, batin Kanaya terpesona.
"Eheemmm.." Rita sengaja memotong adegan film india di depannya itu bak seorang sutradara.
Kedua makhluk yang dimaksud cuma senyum-senyum saja. Mengakhiri drama, Kanaya memperkenalkan Reino pada Rita.
"Ini mas Reino, Rit. Yang aku ceritain tempo hari." Reino mengangguk seraya mengulurkan tangan menjabat tangan Rita. Senyumnya mengembang membuat hati Rita dag dig dug berirama.
"Rita, mas."
"Aku teman satu kosnya Nay." jelasnya melanjutkan.
Reino mengangguk paham.
"Boleh gabung? Ga enak makan bakso sendirian aja." pinta Reino pada mereka berdua.
Bak kejatuhan rembulan, mata centil Rita berbinar gembira. Kesempatan langka bisa makan bareng cowok ganteng, kan? batin Rita sumringah. Dengan sigap ia menarik kursi yang tadinya ditempati Kanaya tanpa bertanya dulu pada si empunya.
"Duduk sini mas. Udah pesen baksonya?" tanya Rita antusias dijawab gelengan kepala Reino.
Segera Rita beranjak meninggalkan Reino dan Kanaya di meja berdua saja, memesankan bakso untuk Reino.
"Sering makan di sini?" Reino membuka obrolan tiba-tiba demi memecah keheningan di antara mereka. Entah mengapa sejak bertemu tadi keduanya jadi salah tingkah.
"Lumayan sering mas. Habisnya murah sih. Enak lagi. Cocok buat anak kos macam kami." Kanaya menjelaskan panjang lebar. Reino tersenyum.
Duh, ganteng banget sih kalau senyum gitu. Batin Kanaya terpana. Kenapa jadi deg degan gini.
"Mas sendiri sering ke sini?" tanya Kanaya.
"Kalo den Reino sih langganan tetap mang Ujang neng." sela mang Ujang tiba-tiba mengagetkan keduanya. Rita mengekor di belakang mang Ujang membawa nampan berisi semangkok besar penuh tulang iga sapi.
"Ini kesukaan den Reino."
"Makasih mang." Reino merapihkan meja karena pesanannya datang menambah sesak pesanan Kanaya dan Rita.
"Ayo makan. Kok pada bengong?" ujar Reino mulai menyantap bakso iga favoritnya itu. Disusul Kanaya dan Rita tak mau kalah.
Kanaya makan dengan lahap karena memang sudah sejak tadi menahan lapar. Ia tidak menyadari bahwa Reino sedari tadi sedang curi-curi pandang memperhatikannya.
Gadis ini benar-benar natural, batin Reino takjub. Ia melihat Kanaya begitu asyik menikmati makanannya tanpa peduli sekitarnya. Ia bukan termasuk golongan kaum hawa yang suka jaim di depan cowok. Selama ini, gadis-gadis yang dikenalnya akan berusaha terlihat anggun di depannya dengan kata-kata 'maaf, kamu aja yang makan, ini terlalu berlemak' atau 'aku lagi diet, minum air putih aja' bla bla bla. Hhhhh...cewek seperti itu begitu membosankan di mata Reino.
Ketiganya telah selesai menyantap bakso. Seluruh hidangan di meja pun ludes. Reino beranjak menuju kasir yang dijaga oleh istri mang Ujang lalu mengeluarkan sejumlah uang.
"Ini bi, semua yang di meja nomer 3." ujar Reino menunjuk meja Kanaya dan Rita.
"Biar kami bayar sendiri mas Rei." cegah Kanaya berdiri menyusul Reino.
Reino tersenyum kepadanya.
"Ga apa-apa, Nay. Anggap ini rasa terima kasihku karena kalian udah nemenin aku makan."
Kanaya balas tersenyum.
"Makasih mas." Ucap Kanaya tulus.
"Sering-sering juga boleh mas." Rita menyembul di diantara Reino dan Kanaya.
Spontan Kanaya menyikut lengan Rita dengan gemas.
"Iiih apaan sih. Malu tau..!!" Kanaya manyun.
Reino makin tergelak melihat tingkah keduanya.
"Setelah ini kalian mau kemana?" tanya Reino. Kedua gadis itu saling pandang lalu menjawab bersamaan.
"Pulang..!"
"Ya udah bareng aku aja. Aku anter kalian pulang."
‐-‐------------------------------------------------------
Sepanjang perjalanan pulang Kanaya dan Rita saling pandang. Dalam hati mereka bertanya-tanya siapa sebenarnya si Reino ini. Mobil yang mereka kendarai sekarang adalah mobil mewah bermerk terkenal yang biasa dipakai oleh artis-artis di televisi. Harganya pun bikin merinding kaum pinggiran seperti Kanaya dan Rita. Bisa untuk beli sawah berhektar-hektar di kampungnya.
"Kenapa kalian diam aja?" tanya Reino di balik kemudi mengingat sejak masuk ke dalam mobilnya, kedua gadis itu lebih banyak diam.
"Ah ga apa-apa mas." jawab Kanaya sekenanya.
"Mobil mas Reino ini loh kok bagus banget mas. Pasti mahal." akhirnya Rita jujur berharap mendapat jawaban darinya.
"Oh ini...bukan mobilku. Aku cuma sopir kok. Mana mampu beli kayak gini." Reino menjawabnya dengan ragu-ragu. Ia melirik sekilas Kanaya dari kaca spion. Berusaha menangkap ekspresi gadis itu setelah mendengar penjelasannya.
Namun yang dimaksud hanya manggut-manggut saja. Tidak peduli. Reino makin tersenyum. Entah apa yang ada di benak laki-laki itu sekarang. Yang jelas ia merasa senang karena hari ini bisa bertemu dengan Kanaya lagi.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments