Malam ini suasana pantai yang berada tidak jauh dari hotel itu terlihat sepi. Maklum area pantai ini masih berada dalam satu lokasi resort dan hotel jadi hanya tamu saja yang bisa masuk ke sana. Reino dan Kanaya berjalan menyusuri tepi pantai dengan bertelanjang kaki. Jika dilihat dari jauh mereka nampak bagai sepasang kekasih yang serasi.
"Pak, coba lihat!" pekik Kanaya gembira saat melihat cahaya rembulan berpendar cantik memantul dari air laut.
"Kamu suka?"
"Iya pak. Banget. Saya belum pernah pergi ke pantai, pak. Hehe." Kanaya tersenyum malu.
Jujur memang ia belum pernah pergi ke pantai. Ini adalah pengalaman pertamanya. Ia merasai kakinya geli ketika digelitik pasir pantai yang lembut Sesekali saat ia berhenti berjalan, ia memejamkan mata, merasakan angin malam menerpa wajah dan mempermainkan rambutnya. Ia merasa begitu damai dan nyaman saat ini.
"Nay.."
"Iya, pak?" jawab Kanaya menunggu Reino bersuara lagi. Namun, yang dimaksud malah terdiam. Terasa ada yang tercekat di tenggorokannya hingga tak ada sepatah kata pun meluncur dari bibirnya.
*Kenapa jantungku berdebar begini?? Bisik Reino dalam hati. Ia memandang wajah gadis di hadapannya itu senti demi senti seolah ingin mengabadikan malam ini dalam memorinya. Bola mata Kanaya begitu teduh. Wajahnya tak secantik Jessika yang selalu dipoles make up, namun entah kenapa Reino betah memandanginya. Bahkan ia ingat pertemuan pertamanya dengan Kanaya saat gadis itu hendak wawancara di perusahaannya. Dandanannya begitu sederhana. Tanpa lipstik, ia ingat bibir Kanaya hanya dipoles pelembab bibir saja. Tapi bayangan pertemuan pagi itu tak pernah bisa ia lupakan. Dan sekarang ia merasa nyaman berada di dekatnya*.
"Kok melamun, pak?"
Lamunan Reino buyar seketika saat mendengar pertanyaan Kanaya. Ia sendiri tak sadar sudah berapa lama ia terdiam mematung di hadapan gadis itu.
"Apa yang bapak pikirkan? Apa bapak sedang ada masalah pekerjaan?" selidik Kanaya merasa Reino seperti memikirkan sesuatu.
"Ah, enggak juga sih. Cuma...."
"Cuma apa, Pak? Kalau bapak pengen cerita, saya dengerin kok, pak. Meskipun saya cuma jadi pendengar saja. Barangkali bisa mengurangi beban di hati bapak....."
"Mikirin kamu, Nay."
Glek! Kanaya susah payah menelan ludah. *Mikirin aku? Bapak bercanda kali ya, sahut Kanaya membatin*.
"Ah, bapak bisa aja!" seru Kanaya meringis. Kalimat Reino tadi sempat membuat jantungnya seakan ingin melompat keluar.
*Ini orang bercandanya kelewatan banget. Sisi lain hati Kanaya berucap. Ge er deh*.
Suasana begitu mendukung. Pantai, rembulan, deburan ombak, semua terasa kompak mempermainkan sisi manusiawi seorang gadis lugu seperti Kanaya. Bagaimana tidak? Baru saja ada seorang laki\\-laki yang ketampanannya luar biasa mempesona, mengatakan kalimat sederhana nan romantis, yang tentu saja sempat membuat Kanaya seakan melayang di udara beberapa detik. Namun, naas, kewarasan Kanaya bisa cepat normal kembali hingga membua ia segera tersadar. Ini hanya mimpi kan? tegasnya dalam hati.
"Ayo pak kita jalan lagi." Kanaya segera melangkah meninggalkan bos nya sendiri demi memulihkan debaran dalam hatinya.
Sementara Reino hanya tersenyum lalu segera menyusul Kanaya menuju sebuah bangku di dekat pantai. Gadis itu duduk menatap laut. Kedua tangannya ia gosok\-gosokkan karena hawa dingin yang mulai menerjang. Tadi ia lupa membawa jaket.
"Dingin ya?" Reino melepaskan sweater yang dikenakannya kemudian memberikannya pada Kanaya.
"Tidak usah, pak. Saya tidak apa-apa." tolaknya merasa tak enak.
"Pakai, Nay." setengah memaksa Reino bermaksud memakaikannya.
"Biar saya pakai sendiri, pak." akhirnya Kanaya mengalah. Ia segera memakai sweater itu. Seketika aroma parfum maskulin yang dipakai Reino menyeruak ke dalam hidung Kanaya.
*Wangi banget siihh.. Pasti parfum mahal. Batinnya*.
"Terima kasih, pak."
***
Keesokan paginya, Kanaya dikejutkan oleh suara cempreng Rita yang membangunkannya dengan penuh kehebohan.
"Oiiiii....banguuun Nay! Ayoo.. bentar lagi busnya berangkat loh!!"
Kanaya mengerjapkan kedua matanya yang masih mengantuk. Diliriknya hp sekilas. Demi melihat angkanya sontak membuat Kanaya terlonjak kaget.
"Udah jm 7, Rit! Jam berapa berangkatnya??"
"15 menit lagi...."
Sebelum Rita panjang lebar menguliahinya, ia segera menuju kamar mandi lalu mandi secepat kilat dan langsung ganti baju, bersiap menuju bus yang sejak tadi menunggu mereka di parkiran hotel. Hari ini perjalanan wisata "RR" Group akan dimulai. Rencananya mereka akan dibawa ke beberapa tempat wisata yang ada di kota Denpasar dan sekitarnya. Semua terlihat antusias. Tak terkecuali 3 serangkai itu, Dewi, Rita dan Kanaya. Ketiganya terlihat berkumpul di dekat bus untuk mendapatkan arahan dari guide tour nya.
"Selamat pagi. Saya Sita. Saya pemandu di bus 3 ini. Saya harap bapak dan ibu sekalian bisa menikmati acara wisata hari ini." seorang perempuan bernama Sita memperkenalkan diri dan seorang lagi crew nya.
Kanaya dan teman\-temannya dari Cleaning Service, Office Boy dan Kantin berada di bus 3. Satu per satu mereka naik sesuai urutan nama yang tertera di note sang pemandu. Rita sudah masuk duluan, dilanjut Dewi pada panggilan berikutnya. Sedangkan nama Kanaya entah kenapa dipanggil paling buncit. Alhasil ia dapat tempat duduk paling belakang.
"Yaaah... kita ga bisa barengan." ujar Rita sedih begitu Kanaya dipanggil masuk, melewati Rita dan Dewi di kursi deret no. 4.
"Ga apa-apa, Rit. Duduk di belakang sama aja kan. Kalau udah nyampe kita kan bisa bareng lagi." hibur Kanaya.
Rita mengangguk. Kemudia Kanaya menuju 2 kursi kosong di belakang dan duduk. Ia memilih duduk dekat jendela agar ia bisa melihat pemandangan di luar sepanjang perjalanan nanti. Setiap deret ada 2 kursi di kanan kirinya. Kursi panjang paling belakang kosong, hanya ditempati barang\-barang para crew tadi. Kanaya meletakkan tas kecil di pangkuannya lalu melihat ke luar jendela.
Bus 1,2,4 dan 5 terlihat mulai berangkat satu persatu. Tinggal Bus 3 yang belum berangkat. Sang sopir hanya menyalakan mesin dan menunggu. Seisi bus mulai bertanya\\-tanya mengapa bus mereka belum berangkat.
"Maaf, mbak Sita, kenapa kita belum berangkat?" tanya seorang teman Kanaya yang duduk paling depan.
"Oh, iya mas, kita sedang menunggu satu orang lagi." terangnya.
Kira\-kira lima menit kemudian, datang seseorang yang terlihat berlari kecil menuju bus, lalu disambut ramah oleh Sita.
"Maaf saya terlambat." ujarnya saat masuk ke dalam bus, menyapa ramah semuanya.
Seluruh mata terbelalak demi melihat siapa yang baru saja naik ke dalam bus mereka. Siapa lagi kalau bukan Reino Rahardian. Presiden Direktur "RR" Group. Para karyawan wanita melongo tidak menyangka akan berada dalam satu bus ysng sama dengan pemilik perusahaan.
Tak terkecuali Kanaya. Ia terkejut bukan main melihat Reino berjalan ke arahnya. Tentu saja, hanya kursi di sebelahnya yang kosong. Yang lain berbisik iri melihat keberuntungan Kanaya. Mimpi apa dia bisa duduk bersanding di sebelah bos ganteng yang mempesona itu.
Tak lama saat bus mulai melaju, Rita mengirim pesan lewat wa.
Rita: Naaayyyy...aku mau tukeran tempat duduk sama kamu..😍
Kanaya tersenyum lalu membalasnya.
*Nay: 😜
Rita: iiiihhh Nay jahaaattt😭*
Kanaya terkekeh geli. Ia membayangkan betapa irinya Rita kali ini. Pasti sekarang bibir Rita manyun kayak bebek demi melihat betapa dekatnya ia duduk bersanding dengan si bos ganteng, begitulah julukan yang Rita sematkan untuk Reino.
"Kok senyum-senyum sendiri?" tanya Reino penasaran.
"Ah ga ada apa-apa, pak." jawab Kanaya tersenyum sembari memasukkan hp nya ke dalam tas.
"Kok bapak naik bus?" akhirnya ia memberanikan diri bertanya yang mungkin mewakili isi kepala seisi bus itu.
"Kan kita mau pergi wisata, masa iya harus jalan kaki. Gempor dong." canda Reino.
"Iya enggak jalan kaki juga kali, pak. Kan bisa naik mobil pribadi bapak. Apalagi bus 3 ini kalangan rakyat jelata loh, pak." celoteh Kanaya yang mau tak mau membuat senyum Reino mengembang.
*Rakyat jelata? Ada\-ada saja, gumam Reino dalam hati*.
Selama ini ia tidak pernah memperlakukan orang berdasarkan SARA. Ia oleh ayahnya dididik menjadi seorang laki\\-laki yang santun dan bertanggung jawab. Jadi dalam pemikirannya tak pernah ada perbedaan kasta. Semua orang sama. Maka dari itu, ia memutuskan mengajak seluruh karyawannya berlibur, dari tingkat atas sampai bawah, tanpa terkecuali.
Kanaya beralih memandang ke luar jendela. Berkali\\-kali Reino mendapati Kanaya menggumam takjub melihat keindahan pemandangan di luar sana. Namun, Reino tak berkata apa\\-apa. Ia hanya memandangi gadis itu. Mendengarkannya berceloteh saat melihat sesuatu yang unik dan menarik perhatiannya sepanjang perjalanan hingga sampai ke tempat tujuan.
--------------------
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Sapta Rini
ayo mas reino pepet terooos nay nya jan kasih kendor 😂😂
2021-01-22
1