Hari ini jam kerja telah usai, Kanaya pergi tergesa-gesa keluar dari kantor dan menunggu bus di pinggir jalan. Tak lama yang ditunggu pun datang. Kanaya segera naik dan mencari kursi yang kosong. Diliriknya jam di layar ponselnya.
"Semoga aku tidak terlambat." gumamnya. Ia bersandar sejenak di sandaran kursi. Tubuhnya terasa amat lelah. Tapi ia harus mempersiapkan fisiknya. Hari ini adalah hari pertamanya bekerja di restoran.
Ya. Sejak ayahnya masuk rumah sakit, Kanaya berusaha mencari tambahan penghasilan dengan bekerja di sebuah restoran cepat saji di sebuah mall. Salah seorang teman Rita telah membantu Kanaya agar bisa bekerja paruh waktu di sana. Ia bekerja sepulang dari "RR" Group. Lelah memang, namun sekuat tenaga ia akan melakukannya demi keluarganya.
"Ayo, Nay, cepet ganti bajumu." seru Dini, teman Rita yang telah membantunya.
Secepat kilat Kanaya mengenakan seragam barunya dan segera bergabung dengan Dini di bagian kasir. Sore ini pelanggan yang datang lumayan banyak. Kanaya dibuat sibuk di hari pertamanya bekerja.
"Silahkan bu, mau pilih menu yang mana?" Kanaya melayani dengan senyum yang ramah dan sopan kepada seorang perempuan paruh baya di hadapannya.
"Ayam goreng paket 1 dua porsi." ujar perempuan tadi memilih menu yang ia inginkan.
"Aku mau kentang goreng dan eskrim juga, oma." rengek seorang anak perempuan kecil yang dituntunnya.
"Tambah yang dia mau juga ya." imbuhnya seraya tersenyum.
Kanaya membalas senyuman perempuan tadi lalu mengulang pesanannya sekali lagi dan dijawab anggukan yakin darinya. Ketika hendak menyodorkan sejumlah uang, anak perempuan tadi berteriak memanggil seseorang yang berjalan ke arah mereka.
"Om Reino!!" pekiknya senang kemudian menghambur ke dalam gendongan laki-laki itu dengan manja.
Kanaya terkejut bukan main melihat Reino berjalan ke arah meja kasir sembari menggendong anak perempuan tadi. Tatapan mereka beradu. Kanaya berusaha terlihat wajar meskipun sebenarnya jantungnya kembali berdegup kencang saat Reino menatapnya cukup lama.
"Biar Reino yang bayar, ma. Mama bawa Sesilia ke meja itu ya." pinta Reino sembari menurunkan bocah itu dari gendongannya. Ia mengambil dompet kemudian menyerahkan sebuah kartu pada Kanaya untuk membayar pesanannya. Ia menerima kartu itu tanpa menoleh ke arah Reino.
Reino tak melepaskan tatapannya dari Kanaya yang sedang melayaninya. Muncul banyak pertanyaan tentang gadis itu di benaknya sekarang. Ingin rasanya ia mengajaknya keluar dari restoran dan menanyainya secara langsung. Namun ia masih menahan diri agar tak mengganggu dan membuat repot Kanaya yang sedang bekerja. Ia memilih bersabar.
Setelah semua pesanan selesai, Reino membawa nampan penuh makanan dan berlalu dari hadapan Kanaya.
"Kenapa harus ketemu pak Reino sih.." gumamnya pelan. Ia masih bisa merasakan jika Reino masih memperhatikannya dari jauh. Itu membuat Kanaya sedikit grogi. Untung saja keadaan restoran semakin malam semakin ramai hingga Kanaya sejenak bisa mengabaikan kehadiran Reino di sana.
****
Pukul 10 tepat Kanaya keluar dari restoran tempatnya bekerja. Ia berjalan beriringan bersama Dini dan beberapa kawan barunya. Mereka saling bercerita satu sama lain hingga tawa mereka terdengar dari kejauhan.
Reino yang sejak tadi menunggu di tempat parkir segera beranjak dan menghampiri mereka.
"Nay!" panggilnya, membuat Kanaya terlonjak kaget karena ternyata Reino menunggunya di sana.
Dini dan teman-temannya saling pandang. Mereka segera pamit pada Kanaya karena mengira Reino memang datang untuk menjemputnya. *Mungkin pacar Kanaya, pikir mereka kompak*.
"Kami duluan ya, Nay." pamit mereka bersamaan lalu segera berlalu meninggalkan keduanya di sana.
Kanaya berdiri mematung, pikiran dan hatinya sedang tidak berada di tempatnya. Kedatangan Reino ke restoran membuatnya sungguh terkejut.
"Aku antar pulang ya?" tawar Reino yang dengan cepat dibalas anggukan kepala Kanaya.
Kawan-kawannya sudah pergi, tentu saja ia tidak ada tumpangan pulang. Tak ada pilihan lain selain menerima tawaran Reino meski ia tahu laki-laki itu akan menginterogasinya nanti.
"Boleh tanya sesuatu?" tanya Reino sekilas menoleh ke arah Kanaya sembari tetap fokus mengemudi.
"Boleh, pak." jawab Kanaya singkat.
"Kenapa kamu kerja di sana? Apa kamu ada niatan ingin berhenti dari kantor?" akhirnya pertanyaan yang mengganjal di hatinya sejak tadi meluncur begitu saja.
Kanaya menarik nafas panjang. Berada sedekat ini dengan Reino selalu saja membuat Kanaya seakan sesak bernafas. Apalagi ditodong dengan pertanyaan yang sebenarnya ia enggan untuk menjawabnya.
"Bukan begitu, pak. Saya tidak ingin berhenti kerja di kantor bapak. Hanya saja..." Kanaya tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Ia menunduk.
"Hanya apa, Nay?" Reino masih menunggu jawaban.
"Saya butuh uang tambahan." jawabnya Kanaya akhirnya, ada setitik air di sudut matanya hingga membuat gadis itu sejenak memalingkan wajahnya menatap kaca mobil.
"Ayah saya sedang sakit di kampung. Butuh banyak biaya, pak. Jadi...saya harus mencari penghasilan tambahan. Dini membantu saya agar bisa bekerja di restoran itu. Apa pun akan saya lakukan demi keluarga saya." jelasnya lirih.
Air mata berebut turun membasahi pipi Kanaya. Bila membicarakan tentang keluarganya ia menjadi sangat rapuh. Padahal selama ini, ia tak pernah sekalipun menceritakan kesedihan dan beban hidupnya pada siapa pun kecuali pada Rita. Ia tak mau dikasihani oleh siapa pun. Apalagi sampai menyusahkan orang-orang terdekatnya.
Reino menepikan mobilnya. Tanpa di sadarinya ia pun meraih tubuh Kanaya dan membawanya ke dalam pelukannya. Kanaya terkejut namun entah mengapa tubuhnya tidak menolak pelukan Reino. Ia merasa otot-otot tubuhnya lemah. Ia pasrah dalam dekapan laki-laki itu. Laki-laki pertama yang memeluknya dengan lembut dan hangat. Ia terisak pelan.
"Menangislah, Nay. Jangan kau pikul sendiri beban berat itu." bisik Reino seraya mengelus rambut Kanaya lembut seolah ingin ikut merasakan apa yang dirasakan gadis itu.
Reino tenggelam dalam angan-angannya sendiri. Merasakan Kanaya dalam dekapannya kini seakan mampu menegaskan perasaannya pada gadis itu. Apakah ini rasanya jatuh cinta? batin Reino gundah.
***
Bu Hana, ibu kos Kanaya, terlihat menunggu di teras rumah. Raut wajah beliau terlihat cemas. Tak biasanya Kanaya pulang selarut ini. Beliau sengaja menunggu Kanaya ditemani Rita. Melihat ada mobil yang berhenti di depan rumahnya, beliau berdiri dan menanti.
Kanaya keluar dari mobil disusul Reino. Mereka berdua masuk ke halaman rumah dan disambut oleh bu Hana dan Rita.
"Kenapa malam sekali pulangnya, Nay?" tanya bu Hana cemas. Beliau sudah seperti ibu sendiri bagi penghuni kos.
"Maaf, bu, tadi restoran baru tutup jam 10." jawab Kanaya seraya mencium tangannya. Pandangan mata beliau tertuju pada Reino.
"Saya Reino, bu." timpal Reino memperkenalkan diri sambil mencium tangan bu Hana. Bu Hana tersenyum.
"Pak Reino ini bos kita di kantor, bu." sambung Rita memperjelas. Ia tersenyum simpul mengamati dua makhluk di hadapannya itu seakan puas menangkap basah mereka yang pulang berduaan.
"Oh ya? Wah terima kasih loh nak Reino sudah nganterin anak ibu pulang. Maaf merepotkan."
"Tidak merepotkan kok, bu." ujar Reino seraya memandang Kanaya sambil tersenyum.
Duh, jantungku! batin Kanaya grogi. Ia melirik Rita yang menyeringai senang.
"Saya pulang dulu, bu." pamit Reino saat menyadari
malam semakin larut.
"Iya, nak Reino. Hati-hati di jalan."
Kanaya mengantar Reino hingga pintu gerbang dan menunggu sesaat sampai mobil Reino menghilang di kegelapan malam.
---------------------------------
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments