Kanaya sedang serius membersihkan toilet wanita ketika tiba-tiba saja Rita datang tergopoh-gopoh menghampirinya. Nafasnya tersengal karena ia baru saja berputar-putar mencari Kanaya di segala penjuru kantor sebelum menemukannya di toilet wanita.
"Kamu dicariin susah banget sih, Nay?" omelnya kesal. Ia menarik nafas panjang demi menetralkan detak jantungnya yang tak beraturan.
"Aku nyari kamu di ruang istirahat tapi kamu ga ada."
"Ada apa mencariku?" potong Kanaya heran. Tumben sekali Rita sampai mencarinya di saat jam kerja seperti ini.
"Tadi kamu cerita kan kalau pak Reino cuek saat kamu minta maaf tadi pagi?", Kanaya mengangguk, "Dia bohong, Nay!" lanjutnya bersemangat.
"Ssttt...jangan berisik, Rit. Ga enak di denger karyawan lain." Kanaya menggamit lengan Rita dan membawanya keluar dari toilet.
"Bohong gimana maksudmu?" Kanaya jadi semakin bingung menunggu penjelasan dari Rita.
"Barusan aku dari ruangannya mengantar makan siang. Tahu apa katanya?" Kanaya mengangkat bahunya.
"Dia bilang gini, 'Apa Kanaya sudah makan siang?' " ucapnya menirukan kata-kata Reino tadi.
Kedua mata Kanaya membulat heran. Ia tidak percaya pada pendengarannya barusan. Pak Reino nanyain apa aku sudah makan?? yakin kamu ga salah dengar juga Rit??
Melihat sahabatnya melongo, Rita melanjutkan ceritanya.
"Aku tadi juga sempat mikir apa kupingku yang ga beres? Lalu aku balik tanya ke dia, eehh bener ternyata dia nanyain kamu, Nay. Sumpah!" ujarnya berusaha meyakinkan Kanaya.
Kanaya terhenyak mendengar penjelasan Rita. Ia masih tak percaya akan kata-katanya. *Cuma tanya sudah makan apa belum kan? Bukan berarti Reino ada perasaan khusus buatmu, Nay. Dia itu orangnya memang perhatian sama karyawannya, bisik hatinya mengingatkan agar dirinya tetap waras dan berpijak pada bumi*.
"Sudah ah ga usah bahas pak Reino lagi. Lagian juga apa urusannya sama kita rakyat jelata ini." ujar Kanaya mengakhiri topik pembicaraan ini dan tentu saja hal itu membuat Rita kesal.
"Kamu ini dibilangin ga percaya! Kita buktikan nanti ya!"
***
Di dalam ruang istirahat, Kanaya sedang menikmati segelas teh hangat. Cuaca sedang dingin karena sejak siang tadi hujan turun cukup deras. Ia menyeruput tehnya sembari menatap ke luar jendela. Suasana kantor cukup lengang karena jam pulang sudah lewat 30 menit yang lalu.
Beberapa teman berpamitan pulang satu persatu saat hujan sudah mulai mereda. Kanaya membereskan gelas bekas minum teh lalu beranjak menuju loker miliknya. Tak lama terdengar ponselnya berdering. Ia melihat nama ibunya di layar memanggil.
"Assalamualaikum, bu." sapa Kanaya senang.
....................................
"Nay, baik-baik bu. Bagaimana kabar ibu dan bapak?"
.....................................
"Apa?! Kapan bu?"
....................................
"Iya bu. Ibu tenang saja. Yang penting bapak ditangani dengan baik. Ibu tidak usah pikirkan soal biaya. Biar Nay yang usaha ya. Ibu jangan menangis."
Sudut mata Kanaya basah oleh airmata yang tak mampu dibendungnya lagi. Tapi ia tidak ingin ibunya mendengar tangisnya dan membuat beliau semakin sedih. Ia menggigit bibirnya kuat\-kuat demi menahan isakannya yang tertahan.
"Kalau begitu sebentar lagi Nay ke ATM, nanti minta tolong mbak Mila ya bu untuk ambil uangnya." ucap Kanaya mengakhiri telpon sore itu.
Kanaya mendadak lunglai. Ibu memberi kabar kalau ayahnya sakit. Sakit jantungnya kambuh hingga mengharuskan beliau diopname di rumah sakit. Tentu saja ibunya membutuhkan uang untuk biaya perawatan sang ayah. Apalagi keluarganya memang tidak memiliki asuransi kesehatan.
Disekanya air mata yang sudah membasahi kedua pipinya, lalu ia mengambil tasnya di dalam loker. Dilihatnya isi dompetnya yang tinggal beberapa lembar saja uang seratus ribuan. Gajian masih seminggu lagi. Sisa uang di dompet tentu hanya cukup untuk biaya makannya sampai menerima gaji lagi.
"Aku harus gimana?" keluhnya bingung. Ia berpikir sejenak kemudian teringat kalau beberapa hari yang lalu ia membeli sebuah cincin untuk ibunya menggunakan uang saku yang diberikan perusahaan sewaktu liburan ke Bali.
"Apa aku jual lagi ya cincin itu?" ucapnya lirih.
Kanaya memeriksa dompetnya tempat ia menyimpan cincin itu. Sebenarnya ia ingin mengganti cincin ibu yang dijual sewaktu ia berangkat ke Jakarta. Tapi sekarang ia butuh uang untuk membiayai perwatan ayahnya. Meskipun harga cincin itu tak seberapa, tapi setidaknya bisa digunakan untuk membantu ibunya.
Kanaya berkemas untuk pulang, ia memutuskan untuk menjual lagi cincin yang ia beli beberapa hari lalu untuk ibunya. Semoga saja tokonya masih buka, batinnya ragu. Waktu menunjukkan pukul setengah 6 malam.
Selepas menjual cincin, Kanaya segera menuju gerai ATM di sebuah minimarket. Ia mentransfer seluruh uang hasil penjualan cincin tersebut untuk biaya perawatan sang ayah.
"Bu, Nay barusan mengirim uang. Ibu minta tolong mbak Mila ya untuk mengambilnya. Nanti Nay usahain buat ngirim lagi. Do'akan Nay ya bu?" ucapnya mengakhiri panggilan telponnya untuk sang ibu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Sapta Rini
yg sabar ya nay...semoga bapak cpt sembuh
2021-01-22
1