Pagi-pagi Kanaya sudah berangkat ke tempat kerja. Tujuannya cuma satu yaitu membersihkan ruangan Reino sebelum si empunya datang dan sekaligus ingin meminta maaf padanya perihal kemarin. Ini baru pukul 7. Biasanya si bos itu datang jm 8 atau jam 9. Ia segera mengambil alat kebersihan di ruangan belakang kantor kemudian menuju ruangan Reino.
Sesampainya di sana, Kanaya memulai pekerjaannya dengan mengelap meja dan kursi. Ia melakukannya dengan teliti hingga tak ada satu pun noda yang terlewat dari pandangannya. Selesai dengan pekerjaan mengelap, ia melanjutkan dengan menata buku dan berkas yang belum rapi di atas meja. Ia memastikan semua hal tertata rapi di tempatnya.
Hal terakhir yang harus dilakukannya adalah menyapu lantai dengan vacuum cleaner. Ia bersihkan debu\-debu di atas karpet dan lantai dengan cekatan. Ia terlalu berkonsentrasi pada pekerjaannya hingga ia tak sadar jika Reino sudah berada di ambang pintu entah sejak kapan.
"Pagi." sapa Reino mengagetkan Kanaya.
"Pa..pagi, pak. Maaf saya lancang membersihkan ruangan bapak." ujar Kanaya grogi karena ia tak menyangka Reino datang secepat itu.
*Ini baru setengah 8, gumam Kanaya saat melirik jam dinding*.
Kata\\-kata maaf yang sudah disusun rapi di dalam otaknya semalam tiba\\-tiba buyar tak bersisa. Apa yang harus diucapkannya?
"Silahkan dilanjutkan, Nay. Aku tidak akan mengganggu." jawab Reino datar.
Laki\-laki itu berjalan melewati Kanaya dengan sikap yang biasa\-biasa saja tanpa ekspresi. Sulit sekali menebak apa yang sedang di rasakan Reino sekarang. Kanaya semakin bingung dengan apa yang harus ia lakukan. Sementara waktu berlalu tanpa suara diantara mereka hingga Kanaya pun telah menyelesaikan semua pekerjaannya di ruangan Reino.
"Pekerjaan saya sudah selesai, pak. Saya permisi dulu." pamit Kanaya akhirnya, mengurungkan niatnya untuk meminta maaf pada bos nya itu. Ia segera beranjak menuju pintu namun kata-kata Reino seketika menghentikan langkahnya.
"Maaf, tadi malam aku lupa membalas pesanmu." kata Reino tanpa menoleh pada Kanaya. Ia masih berkutat dengan berkas yang akan ditanda tanganinya.
"Iya, pak tidak apa. Saya berfikir mungkin bapak sedang sibuk tadi malam. Hmm.. Saya juga mau minta maaf, pak. Seharusnya tadi malam saya mempersilahkan bapak mampir." akhirnya Kanaya merasa lega setelah kata maaf terucap dari bibirnya. Ia menunggu ekspresi Reino setelah mendengar permintaan maafnya barusan.
"Hmmm..." Reino menggumam singkat.
*Masih marah rupanya, ngomongnya irit sekali, batin Kanaya sedikit sedih. Kenapa dicuekin pak bos rasanya begini amat ya.. hiks*.
"Permisi, pak." akhirnya Kanaya keluar dari ruangan Reino dengan perasaan yang campur aduk. Ia tidak menyangka untuk mendapat maaf dari Reino tidaklah semudah itu. Ekspresi Reino yang datar telah membuat Kanaya yakin jika laki-laki itu masih tersinggung atas sikapnya kemarin.
***
Suasana kantin siang ini ramai sekali. Kanaya berjalan ke arah meja prasmanan untuk mengambil makan siangnya. Sementara itu, ia melihat Rita sedang sibuk menyiapkan alat makan yang sudah mulai menipis di meja. Sekilas ia melihat Kanaya lalu melambaikan tangan ke arah sahabatnya itu. Ia juga memberi kode agar Kanaya menempati tempat duduk kosong di dekat jendela.
"Gimana, Nay? Udah minta maaf? Pak Reino ga marah kan?" Rita memberondong Kanaya dengan begitu banyak pertanyaan saking penasarannya.
Kanaya mengangguk lesu diiringi tatapan heran Rita.
"Terus? Kenapa mukamu ditekuk gitu? Jelek banget, Nay."
"Biarin! Emang udah jelek dari sononya!"
"Yee..sensi banget, neng. Lagi dapet ya.." Rita terkekeh mendengar jawaban Kanaya.
"Pak Reino sih ga marah-marah tapi..." kata-kata Kanaya masih menggantung karena ia sendiri juga bingung bagaimana menjelaskan ekspresi Reino tadi sewaktu ia meminta maaf. Dingin banget seperti es batu.
"Tapi apa...?"
"Dia cuek aja, Rit." imbuhnya, "Malah ngomongnya sambil melototin berkas-berkas di mejanya itu." lanjut Kanaya akhirnya.
"Mungkin memang lagi sibuk, Nay." hibur Rita demi melihat ekspresi kecewa di wajah Kanaya.
"Ayo makan dulu, nanti keburu habis jam makan siangmu." ujar Rita kemudian berlalu meninggalkan Kanaya yang masih termenung. Ia harus kembali ke pekerjaannya.
Di ruangan lain, Reino sedang duduk di balik meja kantornya. Setumpuk berkas bertambah di atas meja menunggu diperiksa. Ia mempelajari satu persatu berkas itu lalu membubuhkan tanda tangan di atasnya. Sebagai seorang presiden direktur yang baru, ia harus melakukan audit ulang di seluruh divisi karena sebelum ini ia tidak pernah sama sekali ikut campur urusan perusahaan ayahnya itu. Memang kak Wanda lah yang selama ini membantu ayahnya di kantor. Dan sekarang beban itu berpindah di pundaknya.
"Jam berapa ini?" gumamnya sembari melirik arloji di tangannya.
12.40
*Pantas saja perutku lapar*.
"May, tolong kirim makan siangku kemari." pinta Reino lewat telepon kepada sekretarisnya.
Tak butuh waktu lama, makan siangnya pun datang. Rita membawa nampan berisi makanan ke dalam ruangan bosnya itu. Ini adalah pertama kalinya Reino meminta makan siangnya diantar ke kantor. Biasanya, ia turun sendiri ke kantin dan makan siang di sana bersama para karyawannya.
"Mau saya taruh di mana, pak?" tanya Rita grogi. Melihat dan ngobrol langsung dengan Reino memang bukan yang pertama kali. Tetapi ini situasinya sudah berbeda. Sekarang ia berhadapan dengan Reino sebagai presiden direktur di kantor tempatnya bekerja. Dan ia cukup tahu diri untuk tidak mencoba sok akrab dengannya.
"Letakkan di meja sana ya." pinta Reino pada Rita.
Rita segera menaruh nampan itu di atas meja dekat sofa dan menata piring dan sendoknya. Sesekali ia melirik laki-laki itu lewat ekor matanya.
Kesempatan langka. Jarang-jarang bisa lihat yang bening-bening beginian tiap hari. Apalagi dari dekat. Sisi kewanitaan Rita menjerit senang. Aduuh Nay, apa kamu ga grogi sering berduaan sama bos ganteng ini hah??
"Rit, apa Kanaya sudah makan siang?"
Pertanyaan Reino membuyarkan lamunannya.
Eh, sebentar, dia bilang Kanaya? Ga salah denger kan ya telingaku? tanya hatinya tak percaya.
"Kanaya, pak?" ulang Rita menegaskan.
"Iya." Reino memandang Rita menanti jawaban.
"Sudah, pak. Baru saja selesai." jawabnya sambil tersenyum.
Nay, aku berani bertaruh pak Reino menyukaimu, batin Rita turut senang. Rita tidak sabar hendak menceritakan hal ini pada sahabatnya.
"Kalau tidak ada hal lain lagi, saya permisi." pamitnya segera.
------------------------------------
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Ava Eka
seorang presdir punya nmr hp karyawan??? sesuatu bangets
2021-01-19
1