Kanaya bangun pagi-pagi sekali sebelum matahari terbit. Suasana tempat kos Rita masih sepi. Sebagian penghuninya masih berada di balik selimut masing-masing. Baru jam 4 pagi. Kanaya terbiasa bangun pagi untuk sholat subuh lalu membantu ibunya memasak untuk jualan.
"Kok udah bangun, Nay?" ucap Rita baru menyadari setelah melihat Kanaya masuk ke kamar.
"Mandi, Rit. Bentar lagi kan udah subuh." jelas Kanaya setengah berbisik.
Rita bergumam lalu menarik selimutnya lagi. Cuaca memang sedang dingin. Pantas saja semua orang memilih meringkuk di kasur mereka masing-masing. Namun, Kanaya tak ingin bangun kesiangan. Apalagi sampai terlambat ke tempat kerja. Hari ini ia akan di wawancara. Meskipun hanya mengisi lowongan bagian cleaning service, prosedur penerimaan pegawai harus tetap ia lalui. Apalagi tempat Rita bekerja adalah sebuah perusahaan bonafit yang bergerak di bidang Real Estate. Rita sendiri bekerja di bagian kantin kantor. Ia bertanggung jawab untuk urusan katering karyawan kantor tersebut, menyediakan makan siang dan minuman untuk seluruh karyawan.
Semoga hari ini berjalan lancar, batin Kanaya sambil merapikan diri di depan cermin.
Kanaya mengenakan celana hitam dan atasan berwarna putih. Rambut panjangnya diikat ekor kuda lalu digulung ke atas dengan rapi, persis pegawai salah satu swalayan terkemuka di kotanya. Ia tersenyum geli melihat pantulan dirinya di cermin. Ia bahkan merasa dirinya terlalu rapi.
Rita masuk ke kamar sambil menenteng bungkusan di dalam kantong plastik. Ia pun tersenyum melihat Kanaya yang sudah rapi dan siap berangkat.
"Rapi amat neng." goda Rita.
"Udah kayak pegawai Matah*ri aja." lanjut Rita terkekeh geli.
*Tuh kan bener, batin Kanaya*.
"Aneh ya, Rit?" bibir Kanaya manyun. Rita tersenyum lagi.
"Ga kok, Nay. Bagus udah. Dijamin pasti diterima deh kalau liat penampilanmu ini." ujar Rita sambil mengitari tubuh sahabatnya itu.
"Aamiin... Eh bentar ya aku mau nelpon ibu dulu. Mau minta restu." ucap Kanaya seraya meraih hapenya di atas kasur.
Rita mengangguk. Tanpa dikomando lagi ia mulai menyantap nasi yang tadi dibelinya di warung depan kos. Sementara Kanaya sedang berbincang dengan ibunya di seberang telpon.
**
"Aduuuhhhh...!" pekik Rita tiba-tiba saat keduanya baru keluar dari tempat kos.
"Kenapa, Rit??!" Kanaya cemas bukan main melihat Rita berjongkok sambil meremas perutnya.
"Perutku sakiiitt. Pasti gara-gara makan sambel tadi. Nay." terang Rita sambil menahan sakit di perutnya. Tak lama ia pun kembali ke kamar kos. Di olesnya perutnya itu dengan minyak kayu putih. Sementara Kanaya berdiri mematung di dekat kasur. Raut wajahnya terlihat khawatir dan juga bingung. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Wawancaranya akan dimulai tepat jam 9. Sedangkan melihat kondisi sahabatnya itu tak mungkin bisa mengantarnya ke tempat kerja.
"Kamu berangkat sendiri ga apa-apa kan?" pinta Rita tak enak hati. Ia sebenarnya tidak tega membiarkan Kanaya pergi sendirian ke tempat kerjanya. Tapi apa daya, perutnya sakit terasa melilit.
"Di pengkolan depan kalau pagi gini ada tukang ojek, Nay. Kasih alamat ini ke abang ojeknya. Pasti tau kok." ujar Rita menjelaskan seraya menyerahkan kertas kecil berisi alamat tempatnya bekerja.
Kanaya mengangguk ragu. Namun, ia tidak ingin membuat Rita kepikiran. Akhirnya Kanaya pun berangkat sendiri berbekal alamat yang diberikan sahabatnya itu.
Seperti yang dikatakan Rita, sesampainya di pengkolan ia melihat ada seseorang yang melambai ke arahnya.
"Temennya neng Rita ya?" tanya laki-laki itu ramah.
Kanaya mengangguk. Rupanya Rita yang menelpon laki-laki itu.
"Saya Ajay neng." sapanya sambil menghidupkan sepeda motornya.
*Waduuuhh..Udah kayak bintang film india aja ni orang. Ajay. wkwkwk*.
Kanaya tergelak. Hilang sudah rasa takut yang tadi sempat terlintas di benaknya membayangkan ia harus sendirian ke tempat asing yang tidak pernah ia tahu sebelumnya. Ajay begitu santai. Sambil mengemudi ia berceloteh dengan riang. Menceritakan pada Kanaya bahwa Rita adalah langganan tetap ojeknya, berusaha meyakinkan Kanaya bahwa ia aman bersamanya.
"Pokoknya mah aman kalo sama saya, neng.." jelas Ajay mantap sambil menepuk dada dengan tangan kirinya. Saking semangatnya menjelaskan tanpa Ajay sadari ada lubang di jalan di hadapannya. Ajay terkejut dan spontan membanting sepedanya ke arah kiri.
Braaaakkkk!!
Sepeda motor Ajay pun tumbang dengan kedua penumpangnya sukses terjungkal. Kanaya mengaduh. Dilihatnya lututnya terluka. Sementara Ajay sikunya juga terluka. Keduanya meringid kesakitan. Di saat itu juga datanglah seorang laki\-laki tinggi besar mengenakan jaket kulit warna hitam turun dari atas sepeda motor besarnya.
Laki\-laki itu menghampiri keduanya lantas membantu Kanaya dan Ajay berdiri. Ia melihat luka di lutut Kanaya lalu segera berlutut untuk memeriksanya. Kanaya mundur selangkah saat laki\-laki itu hendak menyeka darah yang mengalir di lukanya.
"Tidak usah. Aku tidak apa-apa." ujar Kanaya sopan. Ia mengambil tissu dari dalam tas lalu membersihkan darah itu.
Sementara laki-laki itu terus menatap Kanaya dengan raut wajah cemas.
"Aku antar ke dokter ya?" tawarnya lagi.
"Boleh bro." sahut Ajay asal. Kanaya terkejut lalu memukul pundak ajay dengan gemas.
*Aduuuh si Ajay asal nyahut aja. Buat apa coba ke dokter. Cuma luka begini aja pakai acara ke dokter segala lagi. Kasih plester aja sudah beres. Tepuk jidat*.
"Eh ga usah repot-repot mas...." ucapan Kanaya terhenti. Ia tidak tahu nama laki-laki itu.
"Reino. Panggil aja Rei." laki-laki itu mengulurkan tangan ingin menjabat Kanaya. Kanaya menerimanya dengan sopan.
"Kanaya. Ini Ajay." ujar Kanaya sambil menunjuk si Ajay.
Reino balas tersenyum. Kanaya semakin melongo dibuatnya. Tak berkedip mata gadis itu melihat makhluk tampan di hadapannya. Ajay garuk-garuk kepala melihat tingkah Kanaya.
\*Perempuan kalo sudah liat yang bening\-bening dikit langsung melotot kayak mau nelen aja. Haaaah...payaaahh. Rutuk hati Ajay kesal\*.
Dilihatnya sepeda motor miliknya dari kanan ke kiri ke depan ke belakang. Lalu dahinya mengeryit.
"Duh neng kayaknya abang Ajay ga bisa anterin neng Kanaya ke tempat kerja. Tuh lihat ban sepeda abang neng." tukasnya sambil menunjuk ban depan sepedanya yang bengkok.
*Duh gimana ini? Aku harus naik apa dong? Mana ga tau tempatnya lagi*.
"Aku anter yah?" ucap Reino menawari.
"Alhamdulillaaaah.. Neng masih rezeki ada yang mau anterin. Sok atuh neng cepetan keburu telat." Ajay sedikit mendorong Kanaya ke arah Reino membuat gadis itu tak sempat berfikir lagi.
Reino menyambut Kanaya mengisyaratkan kepada Kanaya agar segera naik ke boncengan motornya. Ia pun menurut. Setelah siap, Reino melajukan motornya perlahan menembus jalanan.
***
***RR Group***. Tulisan itu terpampang besar di depan sebuah gedung. Reino mematikan mesin motornya lalu turun. Kanaya pun mengekor di belakangnya. Ia menatap potongan kertas yang ditulis Rita tadi.
\*Betul ini dia kantornya\*.
Kanaya merapikan baju dan rambutnya. Sementara Reino memperhatikan gadis di depannya itu dengan penuh tanda tanya.
"Mau ngelamar kerja ya?"
"Iya. Ada lowongan sebagai cleaning service mas."
Cleaning Service? tanya Reino dalam hati. Ia terkejut mendengar ucapan Kanaya yang seakan biasa-biasa saja mengatakannya. Jaman sekarang masih ada perempuan seperti yang mau kerja kasar?
"Ya udah. Semoga sukses ya. Aku pergi dulu."
"Terima kasih atas bantuan mas Reino ya." ucap Kanaya tulus seraya mengulurkan tangan.
"Sama-sama."
Reino berlalu dari hadapan Kanaya yang masih menatapnya hingga bayangan laki-laki itu menghilang di tikungan tempat parkir.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Kantor "RR" sangat megah. Gedungnya tinggi menjulang dan entah ada berapa lantai di sana. Kanaya berjalan menyusuri lorong panjang di lantai 3, diantar seorang pegawai perempuan berusia lebih tua darinya. Pakaiannya sangat rapi. Ia memakai blus lengan panjang biru muda dipadukan dengan rok span selutut yang membingkai tubuh langsingnya. Dan yang paling menonjol adalah parfum yang dipakainya. Aroma lavender tercium semerbak meskipun jarak beberapa meter.
Kanaya dipersilahkan masuk ke sebuah ruangan besar di sudut lorong. Ia pun menunggu. Sementara perempuan tadi berjalan mengitari sebuah meja dan menjangkau telepon.
"Pak Hendra? Iya pak kami sudah siap di ruang HRD. Oh...oke. Baik, pak. Ditunggu." akhirnya ia menutup sambungan telepon.
"Kamu tunggu di sini ya. Sebentar lagi pak Hendra yang akan melakukan wawancara datang kemari. Beliau masih ada tamu." ujarnya memberitahu Kanaya.
"Terima kasih, mbak." jawab Kanaya sopan.
Perempuan tadi berlalu meninggalkan Kanaya di ruang HRD. Ia duduk gelisah membayangkan akan seperti apa wawancaranya nanti. Ini adalah pengalaman pertama baginya. Dalam hati ia berdo'a semoga semuanya berjalan lancar dan ia bisa diterima bekerja di sana. Semua itu demi keluarganya di kampung.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Sapta Rini
good luck nay
2021-01-21
1
Chie87
Dear mantemans.. terima kasih udah baca karyaku.. ditunggu kritik dan sarannya yaa..
2020-03-05
2