Suasana bandara Soekarno-Hatta terlihat ramai. Antrian mengular di tempat boarding. Nampak karyawan "RR" Group satu-persatu masuk ke dalam pesawat. Tak tekecuali Kanaya dan Rita. Dua gadis itu sejak subuh sudah berada di bandara. Pesawat mereka dijadwalkan akan mengudara pukul 6 pagi menuju pulau Dewata.
Ya. Akhirnya tibalah waktu cuti yang ditunggu\-tunggu oleh seluruh karyawan "RR" Group. Sesuai janji yang sudah dia ucapkan beberapa waktu yang lalu, Reino mengajak semua karyawannya berlibur ke Bali. Gratis. Tidak hanya itu. Reino juga memberikan bonus akhir tahun yang tidak sedikit. Ditambah lagi uang saku untuk liburan kali ini cash, telah diterima dengan gembira sesaat sebelum check in.
Di dalam pesawat Kanaya dan Rita duduk berdampingan. Mereka sibuk berfoto ria dengan beberapa karyawan lain di dalam kabin pesawat sebelum akhirnya diminta duduk kembali oleh pramugari karena pesawat akan lepas landas . Maklum ini adalah kali pertama Kanaya dan Rita naik pesawat. Benar\-benar pengalaman pertama yang tidak ingin mereka lewatkan begitu saja. Mereka ingin menunjukkan foto\-foto itu kepada keluarganya di rumah nanti sewaktu pulang mudik idul fitri.
Beberapa jam kemudian pesawat mendarat dengan lancar di bandara internasional Ngurah Rai. Satu per satu rombongan "RR" Group keluar dari pesawat dan dipandu menuju bus yang telah disediakan perusahaan. Tapi sialnya, Kanaya kebelet pipis. Tanpa ba bi bu lagi ia segera mencari toilet wanita. Koper yang sudah keluar dari bagasi ia titipkan pada Rita.
"Rit, bawain koperku ya. Aku mau ke toilet dulu." pinta Kanaya sedikit berjingkat karena sudah terlalu lama menahannya.
"Iih..cepetan sana! Ntar ditinggal loh sama busnya." jawab Rita mengingatkan, lalu ia kembali asyik ngobrol dengan Dewi di sampingnya.
Aaahhh legaaa! Gumam Kanaya pelan. Tadi saat di dalam pesawat ia takut mau ke toilet. Padahal Rita sudah berulang kali mengingatkannya untuk buang air kecil di toilet pesawat saja daripada lama menunggu pesawat mendarat. Namun, Kanaya enggan. Ia tidak yakin bisa buang air kecil dengan tenang. Merasakan guncangan pesawat yang datang tiba-tiba saja membuat Kanaya tegang, apalagi harus pipis di toiletnya, ohhh tidaaak!
Tak lama kemudian dengan santai Kanaya keluar dari dalam toilet wanita dan segera mencari rombongannya yang tadi sedang menunggu bagasi masing\-masing.
"Loh, kok udah sepi?!" tanya Kanaya bingung entah ditujukan pada siapa. Kepalanya celingukan kesana kemari mengamati sekitarnya yang lengang.
Pada kemana sih...? batin Kanaya gelisah. Ia segera mencari hp di dalam tas kecilnya, berinisiatif menelpon Rita. Nada dering terdengar beberapa kali. Namun sepi tak ada jawaban dari si empunya. Dicobanya lagi beberapa kali demi meyakinkan diri bahwa ia tidak mungkin tertinggal rombongan. Tapi nihil.
Kanaya mulai panik. Wajahnya berubah pucat seperti baru melihat hantu. Ia berjalan tak tentu arah berusaha memperhatikan sekelilingnya, berharap melihat teman\\-temannya masih di sana. Bandara begitu luas. Kemana ia harus mencari? Ia bukan orang yang terbiasa wara\\-wiri naik pesawat. Ini adalah pengalaman pertamanya. Tentu saja ia semakin gelisah membayangkan apa yang harus dilakukannya jika ia benar\\-benar ketinggalan bus. Apalagi ia sempat melihat batrei hp nya berkedip merah minta dicharge.
Ya Tuhan, tolong aku, ucap Kanaya dalam hati sambil terus melangkah keluar bandara. Saat ini, ia berada di area parkir. Jantungnya berdegup kencang. Diliriknya sekilas arah belakang. Ia merasa ada yang membuntutinya sejak ia keluar dari toilet. Tapi begitu menoleh tak ada seorang pun di belakangnya.
Kanaya mempercepat langkahnya. Ia takut jika ada orang yang berniat jahat padanya. Apakah tampangku begitu lugu hingga menarik seseorang untuk berbuat jahat? batin Kanaya cemas. Ia setengah berlari menyusuri area parkir sambil sesekali menoleh ke belakang takut ada yang benar\-benar mengikutinya hingga akhirnya tubuh kecilnya terpental menabrak sesuatu di depannya tanpa ia sadari. Aduuhhhh!! pekiknya kaget.
Kanaya mengusap sikunya yang sakit karena mendarat di atas paving terlebih dahulu. Sial sekali aku, rutuknya kesal.
"Makanya kalau jalan hati-hati." nasehat seseorang seraya mengulurkan tangan ingin membantunya berdiri.
"Pak Reino!" Tanpa sadar ia berteriak girang begitu melihat siapa yang berdiri di hadapannya itu.
Kanaya meraih tangan laki\-laki itu dan segera bangun. Ia meringis merasakan sikunya yang sedikit nyeri.
"Terima kasih pak." ucap Kanaya akhirnya.
Reino lagi-lagi tersenyum. Entah mengapa ia suka sekali memamerkan senyumannya akhir\-akhir ini. Terutama pada gadis di hadapannya itu.
"Ayo!" dengan lembut ia mengenggam jemari Kanaya dan mengajaknya segera pergi.
Kanaya diam saja menuruti ajakan Reino. Mereka berjalan bergandengan tangan menuju sebuah mobil mewah berwarna hitam yang terparkir di ujung sana. Reino membuka pintu mobil itu dan menyuruh Kanaya masuk. Gadis itu pun menurut. Reino mengitari mobil dan masuk ke dalam.
"Jalan, pak!" perintahnya pada seorang lelaki paruh baya di balik kemudi. Yang dimaksud mengangguk mengerti. Ia segera melajukan kendaraan mewah itu meninggalkan bandara.
***
Sepanjang perjalanan keduanya terdiam. Kanaya takut bersuara karena sejak tadi tangannya masih digenggam oleh Reino. Jantungnya berdebar. Ia melirik wajah tampan di sampingnya itu. Kali ini Reino terlihat berbeda. Ia hanya memakai celana pendek dan kaos saja. Rambutnya terburai tanpa minyak rambut seperti waktu di kantor. Ada sebuah tas kecil yang menyelip di samping pinggangnya.
"Maaf, pak.." ujar Kanaya ragu.
"Iya? Kenapa, Nay?" Reino menoleh memperhatikan Kanaya dengan seksama.
Glek! Kanaya menelan ludah. Grogi sekali Kanaya saat Reino menatapnya. Ia bisa melihat wajah Reino dari jarak yang begitu dekat hingga membuat gadis itu tak bisa berkata\-kata sejenak. Ia lupa mau bilang apa. *Sadar, Nay! bisik hatinya* *mengingatkan*.
"Ehm anu pak. Tangan saya.." jawab Kanaya malu-malu.
Reino melepaskan genggamannya. Ia sendiri juga tidak menyadari jika sejak tadi ia menggenggam tangan gadis itu. Ia hanya merasa nyaman saat melakukannya. Sekilas ia melirik ke arah jalan hanya sekedar untuk menetralisir deburan kecil di lubuk hatinya. *Ada apa ini? batin Reino sedikit terusik*.
"Kok bisa kamu ketinggalan rombongan?" tanya Reino memecah keheningan setelah dari tadi sepi tak ada suara kehidupan karena keduanya sibuk tenggelam dalam pikiran masing-masing.
"Tadi saya kebelet pipis, pak." jawab Kanaya dengan lugunya mau tak mau membuat Reino tak bisa menahan tawanya.
Reino terkekeh geli. Ia menutup mulut dengan punggung tangannya demi menjaga tawanya tak semakin keras.
\*Eh kenapa juga pak Reino ini. Orang bilang kebelet pipis malah diketawain, ucap Kanaya dalam\* hati.
"Maaf..maaf." ujarnya menghentikan tawanya. Ia menatap lembut gadis di hadapannya itu tanpa berkata apa-apa.
Dipandangi seperti itu membuat jantung Kanaya berdegup semakin tak karuan. Apalagi Reino mulai mengangkat tangan dan mengusap anak rambut ke belakang telinga Kanaya. Gadis itu beringsut sedikit, memberi jarak pada keduanya. Bulu kuduk Kanaya meremang karena sentuhan laki\-laki itu. Belum pernah ia diperlakukan seperti itu oleh seorang laku\-laki. Tentu saja ini membuat Kanaya merasa salah tingkah di hadapan Reino.
"Sudah sampai, tuan." ujar sang sopir membuyarkan situasi kikuk di belakang punggungnya.
------------------------
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments