Yuni ke toko bunga seperti biasanya. Terlalu lama di rumah akan membuatnya bosan dan kesepian.
“Apakah ada bunga yang harum dan tidak cepat layu?”
Yuni yang masih sibuk mengganti air di dalam ember yang berisi bunga, hanya menjawab pertanyaan pelanggan itu tanpa berniat menoleh ke arahnya, “ya, mawar kami yang kuning sangat harum dan tidak mudah layu.”
“Bagaimana dengan bunga anggrek?”
Yuni yang merasa pertanyaan pelanggannya terlalu aneh memilih menoleh karena penasaran dengan siapa orang yang berani menanyakan hal aneh itu. Kening Yuni berkerut, bukan karena tidak mengenali pelanggannya atau bahkan terlalu mengenalnya, tapi karena pelanggannya itu menyodorkan sebuah anggrek bulan berwarna kuning terang dengan setitik yang berwarna jingga di tengahnya, “ini?”
“Untukmu.”
“Hendra? Kamu mau nyari masalah datang lagi ke sini?”
Hendra terekeh, “Pak Cahyo sedang tidak ada di kantor, ke luar kota. Aku yakin dia tidak akan tau aku menemuimu.”
Yuni hanya tersenyum simpul, “maaf, Hen. Aku tidak bisa menerimanya.” Tolak Yuni halus.
Hendra berdecap, meski cukup sadar diri, dia akan memaksa kali ini, “Yun, kenapa sih kamu mau sama pak Cahyo. Aku yakin dia tidak akan pernah mau menerimamu.”
“Hendra! Jaga batasanmu!” Yuni sangat tidak suka jika ada orang yang sampai mengikuti urusan pribadinya, bahkan termasuk juga dengan Ratih. Kecuali saat Yuni yang ingin bercerita lebih dulu, itu akan lain ceritanya.
“Hahahahahaha.” Hendra terbahak, “kau sangat lucu, Yun. Aku mencintaimu, aku sangat rela mempertaruhkan semuanya, kenapa kamu menolakku, Yun?”
“Hendra!”
...
“... pulanlah, Hen. Maaf, ini yang terbaik untuk kita.” Yuni segera beranjak masuk ke dalam toko. Sejak kejadian itu, Cahyo memperkerjakan seorang satpam untuk menunggu toko bunga Yuni, jadi saat masuk seperti ini Hendra atau bahkan siapa pun tidak akan bisa masuk ke dalam toko karena satpam yang berseragam tidak resmi itu pasti akan langsung menghadangnya. Memang itu yang diinginkan Cahyo, dan Yuni menghormatinya.
Hendra pun tersenyum masam. Memilih segera memakai helmnya dan pergi dari toko bunga Yuni. Meninggalkan bunga Anggrek yang bahkan dia sendiri pun tidak yakin Yuni akan mau mengambilnya.
Malamnya... ini begitu dingin. Yuni berkali-kali mengusap sisi ranjang yang lain, kenapa kini menjadi sangat dingin?
Ting.
[Kau merindukanku?]
Yuni tersenyum membaca pesan singkat itu, ‘kenapa sangat percaya diri sekali Anda, Mas Cahyo?’ balasnya.
[Ya. Aku melihatmu gelisah tidak bisa tidur malam ini.]
‘Bahkan aku baru saja bangun, sangat nyaman tidak ada gangguan darimu.’
Baru saja balasan Yuni dikirimkan, tapi bukannya dapat balasan lagi, malah sebuah panggilan video langsung masuk setelah centang pesannya berubah biru dalam waktu sesaat saja.
“Kau mengejekku saat aku tidak bisa menghukummu? Kau akan tau akibatnya.”
Yuni tertawa, “hmmm ... rasanya sangat nyaman dan tenang.” Ejek Yuni.
“Ya, nikmati saja. Aku akan kembali besok dan membuatmu tidak tidur semalaman.” Cahyo mengatakan itu sambil tersenyum menggoda.
“Gimana di sana, Mas?” Yuni mencoba mengalihkan topik mereka.
“Ada sedikit masalah, tapi akan selesai beberapa hari lagi.”
“Mas, sudah makan?”
Cahyo mengangguk, “kamu?”
Yuni pun ikut mengangguk, “Mas, capek? Mau aku temenin tidur?”
“Boleh, kalau kamu paksa.” Cahyo terlihat memosisikan ponselnya dengan sangat hati-hati di sebelahnya, menangkap gambar dirinya agak dari jauh dan terlihat mulai masuk ke dalam selimutnya, “ayo kita tidur, aku cukup lelah hari ini.”
Yuni mengangguk, memosisikan ponselnya agar terlihat sama dengan milik Cahyo di seberang sana, dan ikut masuk ke dalam selimutnya juga.
Bukannya tertidur, Yuni malah menikmati wajah yang sudah mulai terlelap itu, suara ngorok yang menghiasi indra pendengarannya pun, terasa sangat merdu saat ini.
Itu adalah musik pengantar tidur terindah yang dia dengar selama ini dan sampai detik ini. Yuni tidak akan rela menggantinya dengan musik yang lainnya lagi.
***
Yuni menggeliat, baterai ponselnya hampir habis, dan Cahyo masih terlihat terlelap di seberang sana. Tidak berniat mematikan sambungan video call itu, Yuni hanya mengecasnya saja dengan meletakkannya posisi miring, menulis sesuatu di kertas dan menaruhnya tepat di depan kamera ponselnya agar bisa terbaca oleh Cahyo jika pria di seberang sana sudah terbangun nanti.
Yuni memilih segera beber sih dan cepat turun ke dapur untuk menyiapkan sarapan untuk mama dan papa.
“Sayang? Mama mau ke salon pagi ini. Memotong rambut, sedikit mewarnainya, dan ... tunggu! Kamu sedang menelepon?” selidik mama Cahyo yang menyadari menantunya itu terlalu fokus ke layar ponselnya saat sedang membuatkannya wedang jahe saat ini.
Yuni tersenyum, “iya, Ma. Mas Cahyo belum bangun.” Yuni menunjuk dengan dagunya karena kedua tangannya sedang sibuk saat ini.
Mama Cahyo mencebik, memilih meraih ponsel itu dan mematikan sambungan video call tersebut, menekan tombol berbentuk seperti gagang di sisi atas, dan mengarahkan kamera ke dirinya sendiri.
Yuni yang tahu tentang itu, awalnya takut kalau Cahyo nanti akan marah. Tapi saat mengetahui apa yang dilakukan mamanya, Yuni hanya bisa tersenyum saja. Dia akan menikmati sedikit drama pagi ini.
Di seberang sana, Cahyo yang masih sangat mengantuk karena kelelahan merasa sangat terganggu oleh bunyi nyaring dari ponsel miliknya sendiri. Dia sedikit ingin masih melakukan panggilan video tadi, tapi kenapa ponselnya sangat berisik saat ini, “ya?!” Cahyo sedikit keras saat menjawabnya karena tahu itu panggilan dari Yuni.
“Bangun pemalas, apa anak mama e Gersik untuk pindah tidur saja?”
Mendengar ledekan itu, Cahyo segera membuka matanya lebar dan mewaraskan dirinya yang masih sangat lemas, “Mama?! Mana Yuni?”
“Mama melarangnya memanjakanmu. Cepat bangun! Selesaikan pekerjaanmu dan cepat pulang ke rumah!”
Mendengar itu, Cahyo terkekeh. Mamanya itu sangat bisa menggodanya, “ya. Aku mandi dulu, Ma.”
“Okey, matikan saja teleponnya, aku tidak akan memberikannya ke Yuni. Biar dia cepat menyelesaikan masaknya karena mama mau ngajak dia ke salon langganan mama.”
Cahyo terkekeh lagi, melepas ciuman jauh untuk mamanya dan memutus sambungan video call itu.
Mandi dan menikmati pekerjaannya di Gersik ini. Kelihatannya sangat sempurna bukan?
Tok. Tok. Tok.
Cahyo segera mempercepat acara memakai dasinya sendiri dan segera mendekat ke pintu untuk membukanya, menemukan Surya yang sudah tersenyum secerah mentari elok di pagi hari, “gak tidur apa? Kok pagi amat?”
“Inget, kita ada jadwal rapat jam sepuluh.” Surya segera nyelonong masuk dan duduk di kursi tamu. Mereka menginap bersebelahan kamar meski hotel yang disewa ini cukup luas jika digunakan oleh dua orang saja.
“Bagus! Tidak terlalu siang atau pagi. Aku mengurus ini dulu, cari makanan, dan berangkat meeting setelah ini.” Cahyo memautkan dirinya ke cermin lagi dan sedikit tersenyum setelah merasa dirinya sangat pas mengenakan dasi bergaris miliknya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 304 Episodes
Comments
Cicih Sophiana
klo aq yg vidio cal semalaman udah abis tuh pulsa...😁
2023-05-26
1
Susana
semangat om💪💪tetap dinanti. 🙂
2021-05-25
1
rutia ningsih
kelamaan up keburu pindah aku😂
2021-05-24
1