Hari ini Cahyo sangat sibuk. Beberapa meeting yang harus dihadirinya, dan juga masalah proyek yang harus segera ditinjau di Bali.
“Yun, nanti ke Bali kamu harus ikut.” Cahyo masih menunggu klien berikutnya setelah satu klien baru saja keluar dari ruang rapat itu.
Yuni hanya mengangguk saja, meski tidak ada pekerjaan berarti selain membuatkan susu jahe, memijit pundak, mengambilkan bolpoin, dan hal konyol lainnya, nyatanya Yuni sudah mulai terbiasa dan mulai bisa mengimbangi permainan Cahyo.
“Sayang ... bagaimana denganku?” Nana belum keluar juga dari ruangan itu, meski bukan sekretaris Cahyo, dia juga memegang peranan penting dalam perusahaan ini.
“Bukankah kita haru mengurus pekerjaan yang di Blitar? Tentang mall baru itu?” Surya mengingatkan, dia lebih suka jika Cahyo menghabiskan banyak waktunya dengan Yuni dibanding dengan Nana.
Nana tersenyum mengejek menoleh ke Surya, “Apa masalahmu, Sur?”
“Tidak ada. Aku asisten pribadi Cahyo dan aku tau mana yang seharusnya dilakukan perusahaan ini agar tidak terlalu memakan banyak waktu.” cuek Surya.
Nana menggeleng, “Sebelumnya tidak begini, kenapa sekarang menjadi masalah? Apa karena bocah kampung ini?” tunjuk Nana ke Yuni.
Cahyo terkekeh, “Ada apa ini, Sayang? Sepertinya aku kurang menyenangkanmu?” Cahyo mendekati Nana dan melu-mat bibirnya singkat.
“Jangan memojokkanku.” Nana mendorong Cahyo, dia merasa dijauhkan setelah Yuni ikut bergabung ke perusahaan ini meski tidak pernah melakukan apa pun.
“Jangan bersandiwara jika menyangkut pekerjaan, aku bisa menurunkanmu.” ancam Surya.
Cahyo hanya terkekeh, sedangkan Yuni hanya diam karena tidak tahu harus menjawab apa untuk mengungkapkan pendapatnya.
“Apa kau pemilik perusahaan ini?” Nana tidak mau kalah.
“Bukan. Tapi aku berwewenang penuh untuk seluruh pekerja di sini.”
“Kau---“
“Hahahahaha. Ayolah, aku akan menyenangkanmu nanti malam, jangan menekuk wajahmu, Sayang.” Cahyo tidak suka perdebatan tidak penting itu, saat dia ingin melanjutkan pembicaraan receh itu, sekretarisnya sudah mengabarkan klien sudah datang dan siap memulai rapat.
“Yun, kamu pulang sama Surya. Sur, anter Yuni, biar duduk di kursi belakang aja, aku nganterin Nana.” Cahyo segera merangkul Nana dan berjalan lebih dulu meninggalkan Yuni yang masih bergeming melihat ke dua punggung yang kian menjauh itu.
“Dah, jangan dipikirin.”
Yuni menoleh Surya dan tersenyum, “Iya, Kak.”
“Nanti duduk di depan aja, jangan dengerin Cahyo.” Surya berjalan dulu ke ruangannya untuk menyimpan berkas dan juga mengambil tas kerjanya, sedangkan Yuni kembali ke ruangan Cahyo untuk mengambil tasnya juga.
“Kamu gak kuliah, Yun?” tanya Surya setelah cukup lama berdiam diri di dalam mobil, mereka sudah dalam perjalanan pulang sekarang.
“Enggak, Kak. Mas Cahyo manggil dosen ke rumah, jadi kuliahnya cuma sendirian aja dari rumah.” Yuni merasa Surya memang baik sejak bertemu di pesta Ratih waktu itu.
“Cahyo itu memang gitu, dia gak suka kalau barangnya dipakai atau disentuh oleh siapa pun, termasuk kamu juga.”
“Kak Surya salah paham, aku bukan apa-apa bagi mas Cahyo, dia masih mencintai Nana.”
Surya terkekeh, “Kamu hanya belum tau siapa Nana, begitu juga dengan Cahyo. Kalau dia tau yang sebenernya, aku gak tau Nana masih bisa selamat atau enggak.”
“Maksud, Kak Surya?” Yuni menoleh dan hanya mendapati Surya yang tersenyum sambil menggeleng saja. Tidak ingin dianggap terlalu menuntut, Yuni pun ikut tersenyum lalu tidak membahas itu lagi.
“Makasih ya, Kak.” Yuni sudah turun di depan rumahnya dengan selamat. Setelah mendadakan tangan kanannya ke mobil Surya yang berlalu menjauh, Yuni segera melangkah untuk masuk ke dalam gerbang rumahnya.
Tin. Tin.
Yuni menoleh dan tersenyum lebar saat mendapati seseorang yang tersenyum juga ke arahnya sambil menunggangi motor sportnya, “Mau ke mana?”
“Mau ikut? Aku mau ke panti.”
“Boleh.” tanpa ba-bi-bu Yuni segera menerima uluran helm itu, dan segera naik ke boncengannya.
Tak lama, hanya sekitar lima belas menit saja, Yuni sudah sampai di panti asuhan, “Kok rame banget, Hen?”
“Ada yang ulang tahun.” Hendra yang tidak sengaja bertemu dengan Yuni di depan rumahnya dan mengajaknya tadi, segera menggandeng tangan Yuni dan mengajaknya masuk untuk bergabung ke dalam acara itu.
“Hen, aku gak bawa kado.” Yuni sedikit menghalau langkahnya, tidak enak jika hanya membawa tangan kosong saja.
Hendra terkekeh, “Mereka tidak butuh kado, Yun. Cukup perhatian kita saja. Aku akan mengajakmu menyanyi nanti, anggap saja itu hadiah dari kita berdua untuk yang berulang tahun hari ini.”
Yuni pun mengangguk setuju, meski menyanyi bukanlah keahliannya, setidaknya dia bisa membuat anak panti ini merasakan bahagia juga.
Acara berlangsung sangat meriah. Banyak anak yang menyanyi juga sejak tadi, lagu anak-anak seperti pelangi, bintang kecil, bulan bu, dan masih banyak lagi, ada yang berpuisi dan juga membacakan sajak atau pun yang lainnya. Yuni sangat senang melihat kehangatan yang selalu dia rasakan saat berada di panti ini.
“Sekarang giliran kita.” Hendra mengajak Yuni berdiri dan ke tengah kerumunan itu. Gitar sederhana yang bersandar di dinding bercat putih itu segera diambil oleh Hendra, mencari tempat duduk yang pas, lalu mulai memetiknya. Merdu dan menghanyutkan.
“Mari berlari, meraih mimpi, menggapai langit yang tinggi ... jalani hari, dengan berani, tegaskan suara hati.”
Yuni yang merasa tahu lagu itu pun segera bergabung dengan Hendra.
“Kuatkan diri dan janganlah kau ragu ... tak kan ada yang hentikan langkahmu.”
Disusul dengan tepukan berirama dari anak panti, Hendra dan Yuni semakin bersemangat menyanyikan lagu itu, dan juga lagu lainnya setelahnya.
Yuni sangat senang memiliki teman seperti Hendra. Dia sempat berpikir Hendra akan menjauhinya setelah tahu tentang pernikahan itu, tapi nyatanya pertemanan mereka tetap terjalin dengan baik, setidaknya itulah yang dirasakan Yuni sekarang.
Terlalu asyik sampai Yuni tidak sadar jika sudah cukup larut malam ini. Setelah ibu panti menegur anak-anak agar segera tidur tadi, Yuni cukup terkejut saat melihat jam berapa saat ini, “Hen, maaf aku---“
“Aku akan mengantarmu, maaf jika sampai selarut ini.” Hendra segera berpamitan ke ibu panti dan segera mengantarkan Yuni pulang. “Terima kasih sudah mau ikut peduli dengan anak-anak.” kata Hendra setelah menurunkan Yunni di depan rumahnya.
“Sama-sama, Hen. Aku sedang bertemu mereka.” jawab Yuni. Entah, Yuni sangat damai saat bersama dengan anak panti itu.
“Aku akan sering mengajakmu ke sana jika tidak keberatan.”
“Tentu saja. Tapi jangan menyembunyikan apa pun, setidaknya aku tidak ke sana dengan tangan kosong seperti tadi.”
“Okey. Aku akan memberi taumu jika ada acara lagi. Bawakan mereka barang spesial dengan tabunganmu yang banyak.” ledek Hendra.
Yuni segera memukul lengan Hendra dan sedikit tertawa mendengar candaan itu, “Aku masuk dulu.”
Hendra mengangguk mempersilakan Yuni, dan saat Yuni sudah membuka pintu gerbangnya, Hendra pun melajukan motor sportnya.
***
Pagi ini Yuni mendapatkan pekerjaan yang cukup menyenangkan. Surya memberinya tab baru berukuran cukup besar, dan menyuruhnya menggambar desain kamar tidur utama. Meski dia melakukan itu masih di ruang kerja Cahyo, setidaknya dia akan disibukkan oleh pekerjaan itu sekarang.
“Buatlah yang bagus. Kalau bisa dijual, aku akan memberimu hadiah.” Cahyo yang melihat Yuni asyik dengan pekerjaan barunya, hanya bisa memberi semangat saja.
“Tentu saja. Seleraku tidak buruk.” Yuni tidak mengalihkan fokusnya sedikit pun.
“Aku percaya kepada kemampuanmu, Yun.” kata Surya yang masih berada di ruangan itu.
Cahyo terbahak, dia suka jika Yuni punya kesibukan lain yang bermanfaat sekarang, “Ada hal baru?” Cahyo menanyakan kedatangan Surya yang seakan enggan meninggalkan ruangan ini, padahal Cahyo sudah selesai menanda tangani berkasa yang dibawa Surya tadi.
“Ada anak baru, aku taruh ke bagian pemasaran. Dia belum berpengalaman, tapi nilai akademisnya cukup bagus.” tutur Surya.
“Ya, aku percaya padamu. Apa itu menjadi anak Nana?” maksud Cahyo adalah bagian yang dikepalai oleh Nana.
“Iya, dan dia juga akan ikut ke Blitar nanti bersama Nana, untuk debut pertamanya.” jelas Surya lagi.
Cahyo hanya mengangguk. Temannya satu ini tidak akan salah merekrut orang, dan dia sangat mempercayai hal itu. Surya sangatlah bisa diandalkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 304 Episodes
Comments
Cicih Sophiana
thor tolong Yuni nya jgn terlalu nurut dan bikin lah Yuni pergi thor...
2023-05-09
1
Susana
harapan saya hanya satu, yuni jangan memiliki perasaan cinta dulu pada Cahyo.kasihan..... 😭😭
2021-04-30
1
rutia ningsih
thorr mbok yuni dibikin berani gitu lo agar bisa membalas perlakuan sik busuk nana dan cahyo biar tau rasa dia
2021-04-30
2