Seharian kuliah dan mengikuti kegiatan Cahyo membuat Yuni merasakan lelah. Sebenarnya dia pun belum makan, tapi melihat sikap Cahyo yang sepertinya masih marah dengan keadaannya, membuat Yuni lebih memilih diam dan merebahkan tubuhnya yang agak lemas di kursi panjang di ruangan Cahyo.
Ceklek.
“Sayang, aku---“
Cahyo mengangkat tangan kanannya ke udara untuk menghentikan kalimat Nana yang baru saja masuk ke dalam ruangnya.
“Ada apa, Sayang?” Nana mendekati Cahyo dan memijit pundaknya sen-sual.
“Kau belum pulang? Bukankah jam kerja sudah habis?” Cahyo menghadap Nana dan memegang pinggul sek-si wanita yang dicintainya itu.
Nana tersenyum dan duduk di pangkuan Cahyo, dia sangat suka dengan semua perhatian Cahyo kepadanya, “Aku ingin pulang bersamamu, Sayang.”
Cahyo terkekeh dan memainkan busa kenyal Nana dari belakang, karena Nana duduk memunggunginya, “Aku tidak bisa untuk hari ini.”
“Bagaimana dengan besok? Seperti janjimu tadi?”
“Aku akan memikirkannya.”
Nana langsung melepaskan dirinya dari Cahyo dan berdiri sambil bersedekap dada menghadap Cahyo, “Apa karena gadis kampung itu?”
Cahyo berdiri dan mencoba memeluk Nana, tapi tetap saja Nana menolak perlakuan itu, “Aku tidak mungkin meninggalkannya, Sayang. Jangan seperti ini.”
Nana mendorong agak kentara tubuh Cahyo agar melepaskan pelukannya dan menatapnya tajam sambil berdecap, “Dulu hanya aku yang selalu menjadi nomor satu untukmu, tapi sekarang sudah tidak lagi setelah mainan baru itu datang.” tunjuk Nana ke Yuni yang tertidur lelap seakan tidak terganggu sedikit pun dengan kehadiran Nana di ruangan itu.
“Jangan seperti itu.”
“Aku pulang. Tidak usah pulang ke apartemenku lagi.”
Cahyo terkekeh dan ikut keluar menyusul Nana, melihatnya marah membuat Cahyo semakin senang menggoda wanita itu. Setelah mengantar Nana pulang ke apartemennya, Cahyo kembali ke kantor. Dia tidak mungkin meninggalkan Yuni di sana semalaman.
Yuni terjingkat merasakan guncangan yang lumayan keras di kakinya, saat matanya menangkap bayangan Cahyo yang berdiri di sebelahnya, seolah menyadarkan bahwa dia tertidur terlalu nyenyak tadi.
“Ayo pulang.”
Tidak banyak yang mereka obrolkan selama di perjalanan. Hanya Cahyo yang melarangnya untuk datang lagi karena memang Yuni juga tidak dibutuhkan di sana.
Bunyi nyaring yang membelah keheningan di dalam mobil membuat Cahyo dengan cepat menoleh Yuni, “Kamu belum makan?”
Yuni menggeleng sambil menekan perutnya agar tidak sampai berbunyi lagi.
Cahyo yang terkekeh hanya bisa menggelengkan kepalanya, sangat lucu bisa memiliki bocah yang masih polos seperti Yuni, “Mau makan apa? Katakan. Kita akan makan itu sekarang.”
“Apa boleh?” jawab Yuni setelah bergumam sebentar, dan Cahyo hanya mengangguk tanpa mengalihkan perhatiannya dari jalanan di depannya.
Yuni tersenyum, “Aku mau makan tahu campur yang ada di depan pasar Turi.”
Cahyo yang mendengar itu langsung menoleh dan mengerutkan keningnya, ini sudah petang dan jarak mereka dari pasar Turi juga masih jauh.
“Tapi kalo Mas gak mau, gak papa kok. Kita makan di rumah saja.” Yuni tersenyum lalu membuang muka ke luar, tatapan Cahyo membuatnya takut, dia tidak mau menerima hukuman lagi.
Cahyo cukup menyadari kalau Yuni sedang takut kepadanya, hanya saja dia tidak suka jika membaiki gadis itu, akan membuatnya ngelunjak, dan membuatnya ketakutan lebih baik seperti saat ini.
Yuni tersenyum lebar setelah melihat jajaran penjual di depan pasar Turi. Dia sangat hafal kawasan ini karena bapaknya sering mengajaknya makan di sini.
Setelah menemukan warung tahu campur yang dimaksud Yuni dan memesan menu yang diingininya, Cahyo hanya bisa duduk diam melihat gadis itu makan dengan lahap.
“Mas, sumpah. Ini tahu campur dari dulu gak pernah berubah rasanya. Cobain deh, Mas.” Yuni menyodorkan sendok yang berisi irisan daging dan juga taoge, serta sepotong tahu yang sudah bercampur dengan kuah kehitaman yang khas.
“Itu banyak lemaknya, Yun. Aku gak suka.” tolak Cahyo.
“Hak, hak, hak, Mas coba dulu, trus hari minggu bisa olah raga lagi biar lemaknya hilang.” Yuni cukup hafal jika Cahyo suka berolah raga sedikit berlebihan di hari minggu.
Cahyo yang melihat kegigihan Yuni, akhirnya membuka mulutnya dan menerima suapan itu. Mengunyahnya perlahan karena cukup tahu bahwa rasanya pasti akan aneh. Saat lidah dan giginya ikut menari berirama di dalam mulutnya, mencampur dan menghaluskan sesuap tahu campur itu, rasa khas yang berbeda bisa didapatkan oleh Cahyo. Ya. Rasanya tidak seaneh tampilannya yang memiliki kuah hitam encer itu, lezat, dan Cahyo suka. Cahyo mengangguk-anggukkan kepalanya menilai plus makanan yang dimakannya sekarang.
“Enak?” Yuni bertanya dengan mata berbinar.
“Lumayan.” kata Cahyo setelah menelan makanannya.
Yuni bertepuk tangan dan memesan lagi menu yang sama satu mangkok. Memakan dua mangkok tahu campur itu bersamaan dengan Cahyo, dan menyuapi Cahyo seperti bayi besar yang manja.
Cahyo pun juga tidak menolak lagi karena rasanya memang enak, apa lagi jika ditambah dengan sambal yang banyak, segar dan pas. Hangat dari kuah itu pun membuat perut yang tidak lapar menjadi tergelitik di udara yang lumayan dingin seperti malam ini.
Yuni sangat senang melihat Cahyo yang seperti kakak lelakinya saja saat ini, bukan sebagai suaminya yang galak dan tak berperasaan. Tidak banyak yang diinginkan Yuni, seperti ini saja, cukup dengan begini.
***
“Yuk nongkrong. Kamu jarang banget gabung sama kita-kita, Yun.” Ratih merangkul Yuni dan mengajaknya berjalan beriringan menuju ke kafe yang paling dekat dengan kampusnya.
“Maaf, Rat. Aku sibuk.” Yuni memang beberapa hari ini selalu ke kantor Cahyo setelah pulang sekolah, dan saat Cahyo sudah benar-benar melarangnya untuk datang ke kantor, Yuni sedikit lega karena bisa bersantai lagi seperti saat ini.
“Kata Surya, kamu sudah nikah, ya?” Ratih memang belum mengetahuinya.
Yuni mengangguk membenarkan dan memamerkan cincin di jari manisnya.
“Gak percaya aku. Coba lihat foto nikahnya kalo emang bener.”
Yuni hanya terkekeh sambil mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya, mengotak-atiknya sebentar dan menunjukkannya ke Ratih.
“Giiillleeeee, cakep bener laki, Lu? Bukan editan kan ini?”
“Apaan sih?” Hendra yang baru saja bergabung ikut melihat ponsel Yuni dan mengamati gambar yang sangat sempurna itu, “Iya, itu suami Yuni.”
“Kok tau kamu?” Ratih bertanya karena Hendra seolah sudah mengetahuinya lebih dulu.
“Aku udah kenalan sama lakinya.” jawab Hendra sambil menyeruput jus melon yang dipesan Ratih.
Ratih menoleh ke Yuni dan mengerutkan keningnya, seakan bertanya ‘emang bener gitu?’.
Yuni terkekeh kembali dan meraih ponselnya dari Ratih.
“Bener-bener ya, aku gak dikasih tau.”
“Adanya tempe, mau?”
Mereka bertiga pun tertawa bersamaan.
“Mas, saya pesan smoothies rasa nanas, jangan pake gula dan kasih es yang banyak, okey.”
Mendengar suara itu, Yuni segera menoleh dan tercengang menemukan orang itu berada di tempat ini saat ini. Bukan karena dia tidak boleh berada di sini, tapi dengan statusnya sekarang, membawa tanda tanya tersendiri, bagaimana bisa bertemu dengan orang itu di sini.
Tanpa berniat memperlihatkan keberadaannya di tempat ini juga, Yuni sedikit membenarkan duduknya agar tidak sampai diketahui oleh orang tersebut. Yuni malas menghadapi urusan yang membuatnya terkena masalah nanti.
“Maaf lama.”
“Tidak apa-apa, Sayang. Gimana sudah makan? Habis ini temenin tante jalan-jalan, ya?”
“Iya, Tante. Tapi nanti aku mau sepatu yang seperti yang aku kasih tau kemaren.”
“Itu masalah gampang, Sayang. Yang penting tante puas sama kamu malam ini.”
“Siap, Tante. Hahahahaha.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 304 Episodes
Comments
Cicih Sophiana
Cahyo itu di kasih perasaan nggak sih thor...ko ja hat amat sih
2023-05-09
1
rutia ningsih
lanjut
2021-04-28
1
Aisyah Usman
bikin Cahyo bucin sm Yuni ya Thor
2021-04-28
1