Sebenarnya di Bali Cahyo merencanakan masih kurang sehari lagi, tapi kejadian semalam membuat moodnya buruk, akhirnya dia memutuskan untuk mengajak Yuni kembali ke Surabaya sore ini juga.
Yuni yang hanya bisa menurut juga tidak berani melawan sedikit pun.
“Sayang? Apa bulan madunya menyenangkan?” tanya mama Cahyo menyambut kepulangan putra dan juga menantunya.
Yuni yang berada di dalam pelukan mama Cahyo mengangguk, membenarkan, “Kemarin kita ke pantai sama lihat kembarannya mas Cahyo, Ma.”
“Kembaran? Siapa, Sayang?” heran mama Cahyo.
“Di Monkey Forest, Ma.” jawab Yuni sambil terkikik, dan disusul kemudian oleh kikikan dari mama Cahyo.
Cahyo yang sedang malas segera masuk ke kamar, biar saja tubuhnya beristirahat kembali. Itu lebih baik untuk menjalani hatinya besok pagi.
***
Pagi ini Yuni sudah tidak terlalu kaku lagi. Memang sudah beberapa hari Cahyo selalu tidur seran-jang dengan dirinya. Meski begitu Yuni tidak pernah menginginkan yang lainnya.
Yuni tetap bangun lebih dulu, segera membersihkan tubuhnya, dan menyiapkan keperluan Cahyo. Yuni yakin, Cahyo pasti akan ke kantor pagi ini.
Setelah menaruh susu jahe di nakas dan juga membangunkan Cahyo agar tidak sampai terlambat, Yuni berakhir di dapur untuk membuatkan sarapan.
“Sayang? Masak apa?” mama Cahyo bertanya kepada menantunya yang sedang beratraksi di dapur.
Yun tersenyum sambil menoleh ke mama Cahyo, “Cuma bikin omelet, Ma. Lagi pengen makan itu. Mama mau makan apa? Nanti Yuni bikinin.”
“Gak usah, Sayang. Mama tunggu di meja makan.”
“Pagi semua.” Cahyo yang baru turun segera mendekati Yuni dan mencium keningnya setelah mencium mamanya lebih dulu, “Nanti ikut ke kantor?”
“Kalau misal gak ikut, boleh gak, Mas?”
“Mau ke mana?”
“Aku pengen ketemu Ratih, Mas. Boleh?” Yuni mengedip-ngedipkan matanya dan terlihat sangat lucu menurut Cahyo.
Tidak ingin terlalu mengekangnya lagi, Cahyo hanya mengiyakan keinginan kecil itu.
“Nana belom pulang, Sur?” tanya Cahyo saat baru tiba di kantor dan bertemu dengan Surya.
“Harusnya aku yang nanya, kok kamu udah pulang? Bukannya masih lusa, kan?” Surya lebih penasaran karena kepulangan Cahyo terbilang lebih cepat.
Cahyo sedikit gelagapan, berkali-kali dia menyentuh rambut belakangnya dan berdehem untuk mengalihkan perhatian Surya, “Jawab saja pertanyaanku.”
Surya terkekeh, “Aku rasa siang ini Nana akan kembali.”
“Jawaban yang bagus.” mendengar itu, Cahyo merasa lega, sebentar lagi dia akan menyalurkan bakatnya ke Nana, itu lebih baik dari pada harus merayu Yuni.
Sementara itu, Yuni yang bertemu dengan Ratih, menghabiskan waktunya dengan menonton film di bioskop dekat kampus.
“Kamu gak capek kuliah di rumah?” bisik Ratih, dia takut mengganggu penonton lain jika mengeraskan suaranya.
“Iya, sebenarnya aku juga bosan. Tapi mau gimana lagi?”
“Gimana kalau aku yang bilang sama lakimu biar dia ngizinin kamu kuliah lagi?”
“Udah deh, Rat. Aku gak yakin.”
“Okey, lupain aja. Habis ini ke mall yuk?”
“Boleh. Itu terdengar lebih seru.”
Ratih tersenyum sambil mengangguk. Dia tidak akan menyiakan waktunya saat bersama dengan Yuni seperti ini.
***
“Mas?” Yuni mendatangi Cahyo ke ruang kerjanya yang ada di rumah. Adanya proyek baru membuat Cahyo sangat sibuk beberapa hari setelah pulang dari Bali.
“Apa, Yun?”
“Apa aku boleh kuliah di kampus saja, Mas? Aku ... sedikit bosan berada di rumah terus?”
“Ada siapa di kampus, Yun?”
“Ada Ratih, Mas. Aku---“
“Lupakan saja, hanya kurang beberapa bulan lagi juga skripsi kan? Lebih baik cepat selesaikan, aku akan memberimu hadiah setelah ini.” Cahyo tidak terlalu memperhatikan Yuni saat berbicara, dia lebih fokus dengan berkas-berkas yang bererakan di depannya sekarang.
***
Memang benar, setelah Yuni menyandang gelar sarjananya, Cahyo memberikan Yuni sebuah toko bunga. Letaknya yang strategis berada di sebelah perempatan kota, membuat toko bunga yang langsung diberi nama Yuni di atas materai itu tak pernah sepi pengunjung.
Yuni sangat bahagia. Kesibukannya yang mungkin masih kalah jauh jika dibandingkan dengan penghasilan Cahyo, tapi dia cukup bersyukur karena hidupnya tidak akan datar lagi.
“Mbak, ada bunga mawar merah yang sebesar ini?” tanya seorang pelanggan yang entah sudah ke berapa di pagi ini tadi dengan melengkungkan tangannya berbentuk lingkaran yang sangat besar.
“Ada, Bang.” Yuni mengambil sebuah bunga yang menurutnya sesuai dengan permintaan pelanggannya itu, dan menyerahkannya agar dilihat sesuai atau ada yang kurang. Yuni punya dua karyawan yang menemaninya, tapi saat ada pelanggan yang bertanya sendiri ke Yuni, dia lebih senang melayaninya.
“Ya, bagus! Saya suka. Apa bisa membuatkan kartu ucapan juga?”
“Tentu saja. Dengan tulisan tangan atau diprint?”
“Tulisan tangan saja, biar lebih manis saat dibaca.”
Yuni mencari kertas yang menurutnya indah dan juga membawa bolpoin sekalian, “Apa Abang mau menulis sendiri?”
“Tidak. Tuliskan saja, saya yang dikte.”
‘Untuk cintaku yang tak pernah tertandingi meski seribu bunga mawar merah aku kirim untuk menandingi kecantikanmu, maukah kau menjadi istriku dan juga ibu dari anak-anak kita nanti, Nana?’
Deg.
Tangan Yuni bergetar saat menulis kalimat indah yang didikte dengan kesungguhan itu. Meski dia belum tahu apakah itu Nana yang sama, tapi nyatanya Yuni ikut sakit saat menuliskan nama itu.
“Sudah, Mbak?”
“Sudah, Bang.”
Setelah menyelesaikan pembayarannya dan meninggalkan toko bunga Yuni, Yuni ikut keluar setelah menyerahkan keamanan toko ke dua orang pegawainya, dan segera pergi ke kantor Cahyo. Setidaknya jika memang itu adalah Nana yang sama, Yuni akan menemukan bunga itu di sana.
“Tumben? Tokonya sepi? Bosan?” tanya Cahyo yang melihat Yuni baru saja masuk ke ruang kerjanya.
Yuni menggeleng, “Enggak, Mas. Pengen ke sini saja. Hmmm ... Yuni ke kantin bentar ya, Mas? Mau beli soda, Mas mau nitip?”
Cahyo menggeleng, “Makan saja yang kamu mau, seleramu kan seperti itu, aku tidak menyukainya.”
Yuni terkekeh. Memang seleranya dan Cahyo terbilang berseberangan.
Setelah memiliki alasan untuk mencari keberadaan Nana, Yuni cukup kecewa saat tidak menemukan wanita itu, bahkan di ruangannya sekali pun. Ini masih jam kerja, dan dia entah ke mana.
Yuni terus berkeliling sambil berdoa semoga segera menemukan titik terang. Saat dia hampir putus asa dan memutuskan untuk kembali ke ruangan Cahyo, Yuni melihat Nana baru masuk dari arah luar sambil membawa karangan bunga yang diyakini Yuni adalah buatannya tadi.
“Kau menghalangi jalanku, Nona.” Nana menatap sinis Yuni.
“Sepertinya kau sangat senang hari ini? Apakah bonus bulananmu keluar?” ledek Yuni.
“Hahahahahaha. Aku tidak perlu mengemis uang ke Cahyo, karena dia sudah memberikan semuanya tanpa aku minta. Aku tidak sepertimu yang selalu merengek untuk meminta semuanya.”
“Terserah kau saja.” Yuni segera menjauhi Nana.
Ceklek.
Cahyo melihat sebentar siapa yang datang dan kembali ke pekerjaannya setelah tahu itu adalah Yuni, “Sudah mendapatkan yang kau cari?”
Yuni tersenyum dan terus mendekati Cahyo, meletakkan barang yang dibawanya di meja kerja Cahyo, dan menyentuh pundak Cahyo.
“Ada apa?” Cahyo sedikit heran dengan sikap Yuni yang sepertinya aneh.
Yuni memutar kursi kerja Cahyo sampai menghadapnya, “Mas, apa aku boleh naik ke sana?”
Cahyo terkekeh sambil menggelengkan kepalanya, membuka tangannya dan mempersilakan Yuni naik ke pangkuannya, “Ada apa?”
Yuni memeluk Cahyo yang kini ada di bawahnya dengan erat. Entah, rasanya dia ingin menangis tapi tidak tahu karena apa, “Bagaimana kalau aku mulai menyukaimu, Mas?”
Cahyo mengusap punggung Yuni, “Tentu saja itu wajar karena aku terlalu tampan dan selalu ada di sekitarmu.”
Bug.
Yuni memukul dada Cahyo.
“Hahahahahaha.” tawa Cahyo berkelakar,
“Lakukan saja apa maumu, Yun. Terkadang aku terlalu sibuk sampai melupakanmu.”
Yuni tersenyum manis ke Cahyo. Menangkup wajah Cahyo dengan kedua tangannya dan mulai melum-at bibir seksi itu lebih dulu, menye-sapnya kuat dan lembut bersamaan, dan dengan berani bergerilya di dalam mulut Cahyo lebih dulu.
Yuni tidak mau kalah sekarang. Jika Nana menyakiti Cahyo terus menerus, maka dia akan menyirami Cahyo dengan cintanya. Meski terdengar sulit dan tidak mungkin, Yuni akan tetap mencoba dan terus mencoba sampai dia menang pada akhirnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 304 Episodes
Comments
Cicih Sophiana
tetap semangat thor🙏🙏
2023-05-09
1
Susana
hhh... gak bisa ya Cahyo dan nana di pisahkan?? hehehe... terserah authornya deh...yang penting tetap semangat 💪💪
2021-05-06
1
rutia ningsih
cahyo dan nana menyebalkan thorr
2021-05-05
2