“Untukmu.” Cahyo menyodorkan kotak coklat berpita putih kepada Yuni.
“Terima kasih, Mas.” Yuni membuka kotak itu dan menemukan gaun yang hampir sama dengan yang diingininya tadi di mall, “Kapan Mas belinya? Kok bisa sama?” Yuni tidak ingin membahas yang lain sekarang.
“Tadi nemu, langsung aku bawa ke kasir.”
“Besok aku pake Mas.”
Lagi. Meski sudah tidak terlalu canggung, Cahyo tetap saja keluar lebih dulu untuk menunggu Yuni tertidur, dan Yuni tidak mau memusingkan itu sekarang. Kalau memang begini, biar saja dia menerimanya.
***
Yuni benar-benar dihantar sopir sekarang. Memakai setelan santai seperti biasanya dia memilih segera bergabung dengan Ratih yang ada di kantin bersama Hendra.
“Entar malem ikut gak? Aku mau ngadain ultah kecil-kecilan buat aku sendiri.” Ratih yang sibuk makan gorengan tidak terlalu melihat ke Yuni.
“Aku nanya mamaku dulu.” Yuni memang tidak bilang kalau sudah menikah.
“Dateng ya? Ini ultah pertama aku sama kamu loh.”
Yuni pun mengangguk, dia tidak akan tega jika tidak datang ke ultah sahabatnya.
***
Yuni cukup senang karena mamanya mengizinkannya. Dia memilih datang lebih awal dan memakai gaun yang dibelikan oleh Cahyo. Yuni juga memiliki kartu debit yang diberikan oleh Cahyo, jadi dia bisa membelikan kado kecil untuk Ratih.
“Hendra! Barengan ya masuknya?” Yuni yang baru datang dan menemukan Hendra di pelataran parkir sedikit berlari agar tidak tertinggal.
Bukannya cepat masuk, Hendra malah bengong dan menatap Yuni dari bawah sampai atas, seakan tidak percaya jika gadis manis yang berdiri di depannya ini adalah Yuni yang sama dengan Yuni yang dia kenal selama ini. Rambut panjang yang tergerai menutupi punggung dan juga lengan mulusnya karena gaun itu tidak memiliki lengan, membuat desiran aneh tersendiri untuk Hendra.
“Hey?!” Yuni melambaikan tangan kanannya ke depan wajah serius Hendra karena tangan kirinya sedang memegang hadiah untuk Ratih, “Malah bengong. Ayo masuk ... .”
Hendra berdehem dan segera masuk tanpa berniat mengatakan apa pun.
Ratih sudah menunggu dengan seseorang di sebelahnya, kue ulang tahun yang tidak terlalu besar juga ikut menghiasi meja yang ada tatanan bunga esternya di tengah sana, “Hey! Aku pikir gak dateng.” Ratih segera berdiri dan memeluk Yuni.
“Ini untukmu, aku harap kamu suka.” Yuni menyodorkan kadonya ke Ratih setelah melepas pelukan singkat itu.
“A ... aaa ... trimakasih. Eh kenalin, ini Surya pacar aku.” Seseorang yang di sebelah Ratih pun berdiri dan mengulurkan tangannya ke Yuni.
Setelah perkenalan itu, mereka pun merayakan pesta sederhana itu sambil bersenda gurau bersama. Mengobrol dan bertukar cerita, dan juga tertawa bersama.
Tapi bereda dengan Hendra, dia malah semakin diam dan sesekali mencuri pandang ke Yuni. Rasanya dia melihat sosok yang lain malam ini. Meski dia tahu Yuni cenderung tertutup dengan kehidupan pribadinya, tapi keceriaan Yuni mulai terlihat yang semakin manis saja di mata Hendra.
“Kalian berangkat bareng?” tanya Ratih.
Yuni menggeleng dengan cepat, “Enggak, aku sama sopirku.”
“Kamu?” Ratih bertanya ke Hendra.
Bukan menjawab, Hendra malah tersenyum setelah melihat Yuni juga tersenyum ke arahnya.
“Eh! Kutu kupret! Kesambet Lu?” Ratih berdiri dan menabok kening Hendra dengan sendok bekasnya makan.
“Apaan sih? Kotor nih!” Hendra segera mengambil tisu dan membersihkan keningnya yang terasa agak basah. Sedangkan Yuni dan Ratih tertawa bersama. Bahkan Surya yang diam dari tadi saja juga ikut terbahak melihat Hendra yang sedang kesal.
Waktu terus berlalu, semakin larut meski pesta itu seakan baru saja dimulai. Yuni yang tidak ingin membuat mama Cahyo khawatir, segera berpamitan untuk pulang.
“Yun.” panggil Hendra.
“Ya?” Yuni berbalik, mungkin Hendra akan mengatakan sesuatu yang penting.
“Mau balik bareng?”
“Aku kan sama sopir?”
Hendra menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, “Aku bisa mengantarmu lebih cepat dengan motor sportku.”
Yuni terkekeh, “Trimakasih, aku sama sopirku saja.” sungguh Yuni sangat tahu degan statusnya saat ini.
“Okey. Tapi lain kali jangan menolakku.”
“Aku tidak bisa berjanji, maafkan aku.”
Tin. Tin.
Yuni menoleh karena merasa klakson mobil itu sedang memanggilnya, “Maaf, Hendra. Aku harus pulang sekarang.” Yuni yang mengenali mobil siapa itu, segera mempercepat jalannya meninggalkan Hendra yang terlihat heran dengan sikapnya yang buru-buru.
“Aku membelikan gaun itu bukan digunakan untuk menggoda lelaki di luar sana.” suara tegas dan dalam langsung menggema memenuhi mobil yang baru saja melaju itu.
“Aku tidak menggodanya, Mas.” Yuni cepat memasang sabuk pengamannya sendiri karena Cahyo langsung saja melaju tadi.
“Trus? Itu tadi apa? Katamu yang ultah Ratih? Dia yang namanya Ratih?” Cahyo tidak mengerti dengan dirinya karena merasa tidak rela melihat Yuni mengobrol dengan seorang pria di depan kafe tadi.
“Itu Hendra, Mas. Yang---“
“Ratihnya ganti Hendra? Kuliah 1 bulan sudah pinter ya kamu?”
“Bukan, Mas. Kita bertiga temenan.”
Cahyo terkekeh, “Mataku gak buta, Yun. Buat tahu itu bertiga apa berdua.”
“Ratih masih di dalam, Mas. Sama cowoknya, dia---“
Cahyo semakin terbahak agar omong kosong Yuni tidak membuatnya semakin marah.
Yuni pun yang merasa terpojok memilih untuk diam, dia tidak ingin Cahyo semakin marah jika dia menentangnya.
“Gimana, Sayang? Seru acaranya?” mama Cahyo selalu memeluk Yuni saat menantunya itu baru pulang dari mana saja.
“Mulai besok aku yang nganter Yuni kuliah.” tanpa berniat berhenti, Cahyo segera menuju ke kamarnya setelah mengatakan itu.
Kening mamanya berkerut, bahkan tadi saat dia bercerita kalau Yuni akan ke pesta ultah temannya, putranya itu cuek seakan tidak peduli, “Ada apa, Sayang?”
“Mas salah paham, Ma.” Yuni tidak ingin mengatakan terlalu detail kepada mama Cahyo.
Mama Cahyo tersenyum dan mengelus rambut panjang Yuni, “Istirahat saja, sudah malam. Besok kuliah kan?”
Yuni pun mengangguk, beristirahat memang pilihan yang tepat sekarang kerena waktu memang sudah cukup larut.
Yuni baru saja masuk ke dalam kamarnya, Cahyo langsung menarik pergelangan tangannya dan menghempaskannya ke atas ranjang.
Sriekkk.
Gaun Yuni terkoyak dari tubuhnya. Tidak berbentuk karena sudah terbelah menjadi dua bagian dengan sisi yang masih menempel di badan Yuni.
Yuni segera menutup tubuhnya dengan ke dua tangannya dan menangis sesegukan sekarang.
“Aku. Tidak. Suka. Melihatmu. Memakai. Gaun. Ini.”
Yuni mengangguk mendengar kalimat Cahyo yang ditekan di setiap katanya itu.
“Mandi dan segeralah tidur.”
Yuni mengangguk kembali, dia akan menuruti semua perkataan Cahyo.
“Bagus.” Setelah mengatakan itu, Cahyo meninggalkan Yuni dan keluar dari kamarnya.
Yuni menangis. Dia bingung dan tidak tahu. Apakah Cahyo menganggapnya berarti? Apakah Cahyo sedang cemburu? Apa dia tidak pantas memakai gaun itu tadi? Apa dia terlihat murahan? Begitu banyak pertanyaan yang berputar di kepala Yuni, dan dia tidak tahu apa jawabannya.
Setelah lelah menangis, Yuni segera melepas gaun itu dan menyimpannya di lemari pakaiannya. Meski tidak bisa diperbaiki lagi, setidaknya itu adalah gaun pertama yang dibelikan Cahyo untuknya, dan dia tidak ingin membuangnya sia-sia meski sudah rusak sekali pun.
Hampir dini hari, Cahyo masuk ke dalam kamarnya dan melihat wajah sembab itu. Matanya yang sedikit bengkak seakan membenarkan dia menangis cukup lama.
Cahyo menyapu pipi pucat itu dengan punggung tangan kanannya. Dia pun tidak tahu kenapa melakukan itu tadi, yang dia tahu dia hanya tidak suka melihat Yuni bisa tertawa bersama pria asing di luar sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 304 Episodes
Comments
Cicih Sophiana
cie cie cemburi nih yeee 😁
2023-05-09
1
Eulis Ratna
mulai ada rasakah?
2023-05-08
1
Susana
hemm.. 🤔🤔
2021-04-28
1