Cinta Bertanda Merah
Tubuh lelah yang seharian tidak dibiarkan beristirahat itu, kini terbaring pasrah di atas ranjang pengantin yang penuh dengan hiasan kelopak mawar merah.
‘Ceklek.’ Matanya terbuka meski tubuhnya tidak melakukan gerakan yang berarti, “Mandilah. Aku tidak akan menyentuhmu malam ini.”
Tidak ada jawaban, hanya terdengar langkah teratur dan pintu kamar mandi yang terbuka, tak lama gemercik air pun ikut menghiasi suasana hening itu.
“Aku akan tidur di sofa, Mas.” Kalimat sederhana yang bisa terdengar dengan jelas di telinga seseorang yang terpejam meski belum sepenuhnya tertidur.
“Terserah kamu saja, Yun.”
Gadis bernama Yuni itu pun segera mengambil selimut di almari dan merebahkan tubuhnya di sofa panjang yang ada di sisi lain ruangan ini. Bukan hanya Cahyo, lelaki yang beberapa jam lalu menyandang status sebagai suami sahnya secara hukum dan agama, bahkan dirinya pun sangat tidak menyetujui pernikahan ini. Andai saja dia punya keberanian untuk menolak semuanya, mungkin keadaan tidak akan secanggung ini.
***
Pagi ini Yuni bangun lebih dulu. Setelah membersihkan diri, dia segera ke dapur untuk membuatkan teh, kopi, dan juga susu jahe hangat, dia tidak tahu apa kebiasaan Cahyo saat pagi, jadi dia memilih membuat semua itu.
Saat sampai di kamar, Cahyo sudah masuk ke dalam kamar mandi. Yuni memilih menaruh minuman hangat itu, dan segera menyiapkan baju untuk dikenakan suaminya ke kantor nanti.
“Aku sudah menulis beberapa aturan yang harus kamu lakukan. Aku tidak mau mama dan papa kecewa jika kamu melakukan kesalahan.” Cahyo merapikan sendiri dasi yang dikenakannya, dia memilih tidak mengambil cuti meski sekarang orang di luar sana masih sibuk memberitakan pernikahannya yang terbilang mendadak ini.
“Iya, Mas.” Yuni mengambil kertas itu dan mulai membacanya satu persatu.
“Apa kau mau menambahkan sesuatu?” Cahyo meraih gelas yang berisi cairan putih pekat itu, dan meminumnya setelah menciumnya dan tahu itu adalah campuran susu dan jahe.
“Tidak, Mas.” Yuni cukup tahu diri, keluarganya sudah berhutang budi terlalu banyak kepada keluarga Cahyo, dan dia tidak mau teralu cerewet dengan menuntut banyak hal. Meski dia tahu Cahyo tidak menginginkannya, setidaknya mengabdikan dirinya seumur hidup tidaklah rugi.
“Bagus. Kita sarapan sekarang, jangan membuat kesalahan sedikit pun.” Cahyo keluar lebih dulu dan kemudian di susul oleh Yuni.
“Selamat pagi, Ma, Pa.” Sapa Cahyo setelah sampai di meja makan.
“Apa kau akan bekerja hari ini? Semalam kalian tidak sedang bercanda kan?” ayah Cahyo menanyakan tentang malam pertama mereka.
“Yuni sedang menerima tamu bulanannya, Pa. Dan itu membuatku harus menunggu beberapa hari lagi, bukan begitu, Yun?” Cahyo tersenyum manis ke Yuni.
Yuni pun mengangguk dan ikut tersenyum, lebih memilih segera mengambilkan sarapan untuk Cahyo dan juga untuk dirinya sendiri.
Tidak terlalu banyak percakapan saat sarapan kali ini. Cahyo segera mengajak Yuni ikut serta ke kantor bersamanya, dia tidak ingin Yuni terlalu di tekan oleh keluarganya.
“Mas, apa aku boleh minta sesuatu” Yuni mengatakannya dengan hati-hati, dan setelah Cahyo bergumam sambil mengangguk, Yuni melanjutkan kalimatnya, “Aku punya tabungan 7 juta, apa boleh aku ikut kuliah tahun depan?”
“Aku akan mendaftarkanmu sekarang juga kalau mau.” Cahyo berpikir mungkin itu lebih baik, saat Yuni bertemu dengan orang yang mampu menarik hatinya, maka akan mudah baginya untuk menceraikan Yuni tanpa memerlukan usaha yang berlebihan.
“Kalau sekarang uangku kurang, Mas.” Yuni menunduk, memang kalau tahun ini, tabungannya tidak akan cukup, “Beri aku pekerjaan, Mas. Apa pun, untuk membayar biaya kuliahku.”
“Okey. Bangun pagi, siapkan aku susu jahe seperti tadi setiap pagi, bersandiwaralah dengan baik di depan papa dan mama, jangan mencampuri urusanku, dan aku akan membiayai semua kebutuhan kuliah dan juga uang sakumu.” Cahyo akan mendukung jika keuntungan yang akan didapatkannya lebih besar.
Yuni segera mengangguk, dia pun sudah lama menginginkan pendidikan yang lebih baik di universitas, dan tidak akan menyiakan kesempatan baik ini begitu saja.
***
Cahyo menepati janjinya. Setelah memberikan pengertian kepada papa dan mamanya bahwa pendidikan sangatlah penting, hari ini Cahyo sendiri yang mengantarkan Yuni di hari pertamanya kuliah, “Telepon sopir jika pulang lebih awal, aku bisa menjemputmu jam lima sore.”
Yuni mengangguk dan segera berjalan menuju ke kelasnya, kemarin dia sudah diberitahu oleh rektor di kampus ini.
“Hey! Apa kamu mahasiswa baru?” tanya seorang gadis seusia dengannya dan duduk di sebelahnya.
Yuni mengangguk, “Yuni.”
“Aku Ratih, kita akan berteman dan selalu bersama setelah ini.” Ratih menyodorkan tangannya dan segera disambut oleh Yuni, “Kenapa masukmu begitu terlambat?”
“Iya aku menunggu uang tabunganku cukup dulu.” Yuni senang jika mendapatkan teman yang asyik di hari pertamanya kuliah.
“Ayolah, aku cukup tahu jika masuk di tengah semester seperti ini, berarti kamu bukanlah orang yang sembarangan, apa kamu dari keluarga kaya?” selidik Ratih.
Yuni terkekeh, “Apa hanya orang kaya yang boleh kuliah di sini?”
“Oh, bukan itu maksudku. Sudah lupakan saja.”
Braakkk! “Siapa yang menyuruhmu duduk di sini?” seorang mahasiswa yang memiliki gaya selengekan masuk dan menggebrak meja yang diduduki Yuni.
“Hey! Apa masalahmu?” Ratih membentak pria itu agar tidak mengganggu teman barunya, Ratih cukup senang berkenalan dengan Yuni, duduk di sebelah sahabat prianya yang arogan ini membuatnya dijauhi oleh mahasiswi lain. Ya, yang menggebrak meja tadi adalah Hendra, teman Ratih dan satu kompleks dengannya.
“Aku akan duduk di depan saja, aku pikir tadi bangku di belakang yang kosong. Ratih, aku akan pindah ke depan.” Yuni mengambil tasnya dan memilih duduk di depan sekarang.
“Kau menyebalkan, Hendra.”
“Biar.” Hendra terus mengawasi mahasiswa baru yang menduduki bangku kesayangannya ini. Di sini cukup nyaman jika dia terlalu bosan dan mengantuk saat mengikuti pelajaran.
Di lain tempat... Cahyo yang sibuk menyiapkan berkasnya untuk melakukan rapat dadakan, tidak menyadari jika ada seseorang yang masuk ke dalam ruangannya.
“Sayang, aku sudah lapar. Apa kita akan makan di sini saja?” sapa manja dari wanita yang terus mendekati Cahyo, dia adalah Nana, sekretaris di tempat kerja Cahyo. Meski tidak memiliki hubungan khusus, tapi mereka sudah sering saling menciptakan peluh dan kehangatan bersama, saat ada kerja di luar kota atau di apartemen Nana yang dihadiahkan oleh Cahyo saat pelayanannya yang ke tiga beberapa bulan yang lalu.
“Terserah kamu saja.” Cahyo masih sibuk membubuhkan tanda tangan di atas kertas yang dibawanya.
“Bagaimana tadi malam? Apakah seru?” Nana mendekat dari sisi belakang dan mulai memijat pundak Cahyo.
“Tentu saja.”
“Apa akan segera ada penerus setelah ini?” Nana cukup kawatir karena dia tidak bisa memberikan itu kepada Cahyo, ya ...dia mandul.
Cahyo menghentikan pekerjaannya dan menarik Nana agar duduk di pangkuannya, “Jangan mengatakan omong kosong itu lagi.” Cahyo segera menyambar bibir seksi Nana dan ********** sedikit kasar. Cahyo sangat suka dengan permainan Nana yang selalu bisa mengimbanginya, meski dia juga tidak tahu apakah ini cinta, tapi rasa nyaman yang didapatkannya saat bersama Nana membuatnya tidak ingin jauh dari wanita itu. Dan soal anak Cahyo tidak terlalu memikirkannya jika papa dan mamanya tidak terlalu mendesaknya, maka dia tidak akan mau menerima pernikahan dengan gadis yang bahkan tidak dikenalnya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 304 Episodes
Comments
Darien Gap
aku mulai membaca
2024-02-25
0
kika
rektor gak ngurusin kelas mahasiswa. yg ngurusin kelas bagian T.U thor...
2023-08-04
0
Eulis Ratna
mampir setelah baca di fb.
2023-05-08
1